Jakarta, kota tujuan kami.
Sebelum sampai di Jakarta, aku merasa tidak tenang. Tugas-tugas kuliahku sangat mengganggu pikiranku. Apalagi gadis manis yang kutemui di Stasiun Klaten, begitu sulit kulupakan. Wajahnya masih membekas menghiasi angan-anganku.
Aku hanya bisa berdoa, semoga aku dipertemukan lagi dengan gadis manis itu.
Perjalanan selama enam setengah jam itu terasa cepat, karena kami menaiki kereta eksekutif yang membuatnya jarang berhenti di beberapa stasiun yang dilaluinya. Beruntung, waktu itu kami tidak menaiki kereta ekonomi. Karena tak bisa kubayangkan waktu perjalanan yang lebih lama akan menguras tenagaku.
Tepat pukul 15.35, kami akhirnya tiba di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Stasiun yang jauh lebih modern daripada Stasiun Klaten.
Kami keluar dari kereta dengan membawa barang-barang kami yang sangat banyak, menuruni ribuan anak tangga hingga lantai dasar stasiun. Hanya rasa lelah yang kami rasakan saat itu.
Sesampainya di lantai dasar, kulihat lambaian tangan seorang pria berjaket cokelat dan bertopi merah, setelah kulihat dengan jelas, rupanya itu ayahku yang sudah menunggu kedatangan kami.
"Gimana Dik, capek gak?" tanya ayahku kepadaku.
"Capek, Pak." Balasku.
Kami berjalan keluar stasiun dan menunggu taksi yang akan mengantarkan kami ke hotel tempat kami menginap.
Ayahku sudah ada di Jakarta lebih dulu karena dia bekerja di sini. Sebelum aku lahir, ayahku sudah merantau ke Jakarta. Kata ayahku, dia di Jakarta sejak umur 17 tahun. Luar biasa.