MEMANDANG MANUSIA
Setiap peristiwa itu sendiri hanya satu dari peristiwa yang membuat saya menyadari bahwa kenampakan luar hanya cangkang yang tidak mendefinisikan manusia sama sekali. Gadis yang banyak tertawa, bisa jadi memiliki rahasia paling gelap. Laki-laki paling pemurung, bisa jadi merasakan kedamaian dalam kepalanya.
Kita tidak akan tahu siapa yang sedang melawan atau siapa yang sedang menyerah di titik terdalam. Sebab begitulah manusia; pikiran mereka adalah lautan misteri, tempat hantu-hantu dan rahasia bersembunyi. Kadang mereka beriak dalam, kadang tenang, kadang menggelegar dan menenggelamkan. Tidak ada seorangpun yang pernah berhasil menjelajahi mereka seutuhnya.
Namun, jika ditanya bagaimana cara melihat orang lain semanusiawi mungkin, jawabannya tergantung dari bagaimana Anda memandang apa itu manusia, atau bagaimana manusia yang seharusnya.
Jika Anda memandang bahwa manusia, secara kodrati sudah jahat dan Anda melihat mereka semua dengan skeptis: maka skeptis itu adalah pandangan manusiawi. Jika Anda menganggap semua manusia memiliki hak-hak tertentu dan melihat mereka dengan penuh kebaikan, tidak peduli apakah nantinya Anda akan dimanfaatkan: itu sudah memandang dengan manusiawi.
Dalam definisi saya sendiri, memandang secara manusiawi berarti tidak membiarkan diri saya terkena halo ataupun devil effect; tidak mempercayai penglihatan saya sama sekali. Saya berhenti berasumsi, hanya membiarkan impresi pertama melekat di kepala tanpa mempengaruhi bagaimana cara saya memperlakukan mereka selanjutnya.
Ini membawa saya—meskipun tidak hilang, tetapi sedikit—lebih jauh dari sikap rasis, sexist, ataupun ageist. Sebab saya percaya bahwa hal-hal seperti ras, usia, asal, gender, orientasi seksual, tidak mempengaruhi apa yang ada di dalam manusia itu.
Sebab, sekali lagi, manusia adalah misteri, memandang mereka dengan abu-abu adalah cara yang paling manusiawi.
Efek negatifnya, saya juga ingin dipandang serupa. Saya benci ditebak, diberi saran, diasumsikan macam-macam ketika saya tidak memintanya. Anda tidak tahu apapun tentang saya; Anda tidak tahu apapun tentang segalanya.
Hal-hal itu seperti merampas kemanusiaan saya. Seolah saya sedang didefinisikan dengan cara yang salah, tetapi saya tidak berdaya untuk meluruskannya.
Itulah mengapa ketika Sartre menyatakan bahwa orang lain adalah neraka, saya lah yang barangkali paling keras mengamini. Saya sudah terlalu sering melihat manusia—termasuk diri saya sendiri—memperlakukan sesamanya dengan tidak manusiawi.