Kecintaan saya kepada sepakbola tumbuh begitu besar, hingga kini saya selalu mengikuti perkembangan-perkembangan terbaru mengenai peristiwa yang terjadi dalam sepakbola,
Semua kenangan-kenangan indah berlalu dalam pikiran ini, mulai dari memainkannya dan belajar mensimulasikannya meski hanya melalui game, Football Manager.
Bahkan dalam angan-angan saya sempat terbersit ingin mempunyai klub sepakbola, layaknya Nabil Husain yang (katanya) terinspirasi dari Football Manager mendirikan Pusamania Borneo FC dengan pasti kini sedang bermetamorfosis menjadi tim kuat di Indonesia.
Dalam benak pikiran saya, mungkin kendala yang paling utama dalam mendirikan klub sepakbola adalah mengenai dana operasional, keinginan saya memanajeri sebuah klub sepakbola, memang tampak seperti di angan-angan dan bualan belaka, karena siapa saya ? uang tak punya, apalagi kekuasaan untuk menggerakkan sesuatu, meskipun tidak berskala internasional, cukup di tingkat lokal saja dulu untuk membangkitkan gairah persepakbolaan di tempat saya dilahirkan, dibesarkan, dan mencari rezeki yaitu Kota Tanjungpinang, seperti yang saya tulis panjang lebar mengenai bagaimana kecintaan saya kepada Kota Tanjungpinang disini Memimpikan PSTS Tanjungpinang Tampil Kembali.
Rasanya begitu senang melihat linimasa media sosial dipenuhi dengan antusiasme para supporter, apalagi menjelang Final Piala Presiden, turnamen yang sebenarnya hanya bersifat pemanasan menjelang bergulirnya kompestisi resmi di Indonesia, namun dapat dirasa gaung nya sudah membahana (mungkin ini hanya untuk penggila bola seperti saya saja). Tak terbayangkan sakitnya hati Kim Kurniawan gagal mengeksekusi penalti yang membuyarkan mimpinya dan semua bobotoh yang selalu dengan sepenuh hati mendukung Persib, bagi saya yang pernah tinggal di Jawa Barat, tampaknya Persib mengambil sedikit hati saya, hahaha dan lihatlah ekspresi para supporter Arema FC yang begitu larut dalam kegembiraan yang sangat-sangat ketika mampu comeback dari ketertinggalan mereka dari Semen Padang yang cukup pede mampu menembus final, tapi apa dikata, nasib belum memihak kepada mereka yang dihancurkan oleh 5 gol dari seorang yang sudah memasuki masa ‘’uzur”pesepakbola, Gonzales melesakkan 5 gol dalam satu pertandingan di usia 40 tahun ! jelas bukan sesuatu yang biasa untuk seorang pesepakbola seumuran dengannya.
Euforia-euforia seperti itu yang tidak saya dapatkan di kota ini, Kota Tanjungpinang. Ketika kita sampai di kantor, sepakbola adalah obrolan pembuka pagi mengenai apa yang terjadi tadi malam, kemudian kita bertukar pikiran dan sepakbola juga mampu mencairkan suasana yang kaku, percayalah sepakbola tidak habis hanya dalam 90 menit.
Liat bagaimana Persib mampu membranding klubnya menjadi bagian dan kultur dari masyarakatnya. Saya ambil contoh Persib karena saya pernah merasakan bahwa memang Persib bukan lagi sekedar klub sepakbola di mata masyarakat Jawa Barat, khususnya Kota Bandung. Dimulai dari level tertinggi yaitu Walikota Bandung Ridwan Kamil begitu peduli terhadap Persib Bandung hingga ke lapisan masyarakat terbawahnya, seolah mereka semua akan dipersatukan ketika membicarakan sepakbola dan Persib.
Hal-hal seperti itu yang belum menyentuh ke seluruh lapisan elemen masyarakat, bahkan petinggi-petinggi menganggap sepakbola tidak lebih dari game yang menyenangkan dan bisa diatur sesuka hati jadwal pertandingannya, mereka lupa ada kehidupan orang banyak yang di dapat dari sepakbola, mereka lupa ada yang hidupnya bergantung dari sepakbola.
Bagaimana kelak, sepakbola akan mampu menciptakan suatu kebanggaan disini, di Kota ini dan bahkan di Negara ini, bagaimana kelak ketika tidak ada lagi yang kita banggakan dari keberagaman dan kebersamaan kita, sepakbola muncul sebagai kebanggan, identitas, dan bahkan pemersatu bangsa.
Apalah daya saya, yang hanya bermimpi.
Percayalah… Sepakbola tidak habis hanya dalam 90 menit.