Mohon tunggu...
Mohammad Yayat
Mohammad Yayat Mohon Tunggu... ASN -

penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebuah Pelajaran Berharga tentang Hidup dari Seorang Loper Cilik

5 Januari 2017   14:08 Diperbarui: 5 Januari 2017   15:02 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari regional.kompas.com

Ramai pagi jalanan di kota ini terasa padat dipenuhi dengan berbagai ragam aktivitas, dari penjual sarapan pagi, ibu-ibu yang berbelanja sayur, anak-anak berangkat sekolah dan orang-orang yang mulai berangkat kerja. Semua beraktivitas di hampir waktu yang bersamaan membuat setiap pagi menjadi hiruk-pikuk.

Riuh rendah dan samar-samar suara semakin menambah kesan kota ini semakin berkembang, iya Kota Tanjungpinang yang terasa mulai ramai, bahkan suasana macet di pagi hari yang tak pernah ditemui sewaktu saya bersekolah, kalaupun itu macet ya pasti ada peristiwa di ujung jalan sana, entah itu karena razia atau ada kecelakaan lalu lintas, hanya itu saja yang berhasil membuat kota ini menjadi macet.

Kini, macet menjadi suatu hal yang mulai terbiasa bagi penghuni kota ini, di satu sisi bagus karena Kota Tanjungpinang mampu berkembang dengan baiknya, namun pertambahan jumlah kendaraan yang tidak diiringi dengan bertambahnya akses jalan mungkin nanti akan membuat kemacetan yang mengular. Huh, semoga saja tidak terjadi. Ini bukan Jakarte ini Tanjungpinang Kote Kite (dengan pengucapan e lemah).

Ingatan saya kembali ke beberapa minggu yang lalu, malam itu sekitar pukul 10 lewat, pergi saya mencari makan nasi goreng untuk orang tua di dekat sekitar rumah wilayah Jl. Pemuda (nama tempat ini bukan berada di pinggiran kota).

Sesampai di tempat nasi goreng, duduk saya agak lama karena memang kebetulan malam itu lagi ramai yang pesan nasi goreng. Setelah selesai nasi goreng dibuatkan, bergegas saya naiki motor untuk pulang. Tiba-tiba entah dari mana muncul anak kecil bertanya. 

"Boleh Numpang Om?" terkejut saya selain muncul tiba-tiba ia juga sedang menenteng koran. hah, jam segini masih jualan koran, terdiam saya sejenak.

"Mau kemana dek?" tanya saya kepada anak penjual koran itu.

"Ke depan om," segera setelah anak itu menjawab saya suruh ia naik dan duduk di belakang.

Bertanya kembali saya kepada anak itu, "darimana dek malam-malam gini?" 

"Abes jual koran om," jawab anak itu khas dengan aksen dan logat melayu yang kental.

"Ngape pulak baru balek? Besok tak sekolah?" saya pun menimpali dengan logat dan aksen yang sama (mungkin bagi yang bingung ya seperti mendengar upin ipin ngomong lah, hehe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun