lanjutan dari : Melintasi Tanah Sumatera Utara (1)
Setelah semuanya lelah bermain layang-layang dan langit sudah mulai gelap menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan, maka kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, ah terimakasih banyak Berastagi atas keindahanmu, ketenanganmu, kesejukanmu yang membuat kami-kami ini duduk dan berhenti sebentar menikmati semua kenikmatan yang ada pada dirimu, Tanah Berastagi.
Perjalanan pun kami lanjutkan menuju ke tempat yang wajib dikunjungi, kalau dulu cuma bisa liat di buku RPUL ataupun buku-buku IPS. kini kami akan menuju ke danau terbesar di Indonesia, Danau Toba, Simalungun.
Perjalanan yang saya pikirkan menyenangkan menuju ke Danau Toba ternyata menjadi sesuatu yang mengerikan, jalan yang dilalui Masya Allah kecilnya dan penuh lubang mengingat kondisi istri saya yang sudah hamil 7 bulan lebih ini, maka rombongan pun memutuskan berjalan pelan guna menghindari lobang-lobang di jalan. naik turun pegunungan kira-kira seperti jalan ke Puncak namun ini lebih ekstrem lagi dengan besar jalan hanya cukup pas-pasan 2 mobil ditambah becek dan jalan berlubang dan tanpa pagar pembatas jalan di bawahnya langsung jurang, maka pantaslah perjalanan kami ini diabadikan oleh serial Tv, My Trip My Adventure ! namun anehnya begitu sampai di daerah dekat Danau Toba jalan yang tersedia lumayan besar, apakah kami tadi mengambil jalan alternatif ? hmmm mungkin saja.
Seingat saya kami turun dari Berastagi jam 4 sore namun tiba di Danau Toba jam 11 malam, ditambah lagi kondisi hotel yang penuh maka anak-anak diungsikan ke mess yang masih bersedia menampung rombongan kami sedangkan sisanya di hotel yang seadanya namun cukuplah untuk kami semua merebahkan badan menjelang esok pagi.
Keesokan paginya, kami sudah bersiap untuk memulai kembali petualangan di Danau Toba, menaiki kapal kayu yang cukup besar untuk memuat semua rombongan kami. kapal ini singgah sebentar di Batu Bergantung yang menggambarkan seorang anak kecil memegang anjingnya di tepi jurang, entahlah saya juga kurang mengerti dengan bentuk batu ini.
besarnya luar biasa Danau Toba ini sudah seperti laut, singgah kami di pulau seberang yaitu Pulau Samosir, tidak dapat lama disana hanya sebentar dan melihat sigale-gale.
Setelah semua kembali lagi di pinggiran danau untuk melanjutkan perjalanan pulang, maka perjalanan pulang tak kalah mengerikannya lagi, padahal sewaktu bertemu kawan kemarin di Medan sudah diingatkan untuk tidak mengambil jalan lintas barat tetap [pulang lewat lintas timur, ya namanya manusia sudah dikasitau masih saja tidak mendengar.
Maka perjalanan pulang kami lebih mengesankan daripada perjalanan pergi, dimulai dari sekitar jam 2 sore semuanya tersa biasa saja, namun jalan mulai memburuk ketika mendekati daerah Sipirok, berlubang, becek dan sangat mengkhawatirkan untuk istri saya yang tiap ada lubang terpaksa harus berdiri dalam mobil dan pantatnya dilapisi bantal agar mengurangi guncangan, akhirnya tengah malam istri saya sudah tidak sanggup lagi menahan semua sakitnya maka kami semua sepakat mencari hotel di daerah itu, namun berjam-jam tidak kami temui hotel rasa pesimis semakin memuncak ketika jalanan yang dilewati hanya persawahan dan sesekali rumah warga.
Untunglah, ada satu hotel yang lumayan bagus kami masuki. dan ternyata kamar yang tersedia hanya 2 dengan model seperti bungalow, maka kami semua mengutamakam ibu-ibu dan anak-anak untuk tidur di dalam, sambil memegangi perut istri saya yang sudah mulai kontraksi, pikiran saya semakin kacau, semoga saja belum melahirkan.
dan akhirnya istri saya mendapati tempat istirahatnya untuk merebahkan badannya sambil mengelus-elus perutnya yang tegang karena kontraksi, sedangkan saya baru tertidur sekitar jam 3 pagi di musholla, tidak masalah yang penting istridan anak saya selamat.