Dunia ini kejam.
Mereka yang berjejal dengan kehidupan.
Sikut-menyikut dilakukan.
Apa pun akan dihalalkan.
Tidak ada kesetiaan di antara manusia.
Padahal semua pernah berjanji setia.
Demi dunia yang tak seberapa.
Mereka tinggalkan.
Mereka ingkar dan pura-pura lupa.
Meninggalkan si setia sendirian.
Mengolok-oloknya karena tak mengikuti ritme perjalanan dunia.
Mereka kira si setia inilah yang tersesat.
Mereka kira yang bergerombolanlah yang benar.
Tertawa bersama-sama melihat kesepian si setia.
Jauh di lubuk hatinya, si setia mempunyai Tuhan sang Pencipta Alam.
Ia memilih mengasingkan diri daripada menggadaikan harga diri.
Dunia yang dihadapi kini semakin fana.
Menambah fana kehadiran sosial media.
Aku hanya bisa melihat dari kejauhan.
Aku tak berhak menilai siapa yang benar dan siapa yang salah.
Kelak jika ditanya,
apa saja yang telah kau lakukan di dunia ?
Pandanganku tertunduk.
Kembali ke ingatan yang berpuluh-puluh tahun.
Aku lupa dulu bahwa aku akan ditanya tentang waktuku di dunia.
Aku lupa dulu sewaktu hidupku banyak perkataanku yang tak sesuai dengan perilakuku.
Kini, aku kembali dijejali dengan pertanyaan-pertanyaan bertubi-tubi.
Mulutku diam membisu, tapi anehnya semua pertanyaan itu terjawab.
Aku tak mengenal mereka.
Siapa mereka ? Beraninya mereka menjawab semua perilaku ku dulu.
Ini kah kampung halamanku ?
Kesinikah kelak aku akan pulang ?
Negeri Akhirat.
Aku belum sanggup hadapinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H