Mohon tunggu...
Mohammad Yayat
Mohammad Yayat Mohon Tunggu... ASN -

penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebuah Pelajaran Berharga tentang Hidup dari Seorang Loper Cilik

5 Januari 2017   14:08 Diperbarui: 5 Januari 2017   15:02 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak lama kemudian sampai di daerah tempatnya tinggal di wilayah Sungaijang (sekitar 5-7 menit dari Jl. Pemuda tadi) 

"Antar sini aje om," katanya minta diturunkan di ujung gang.

Dengan sedikit sisa uang kembalian uang nasi goreng saya berikan kepada anak itu, kemudian kembali ia berkata "sekalian ambil korannye om," 

"Eeehh tak ape ambek lah," jawab saya karena untuk apa koran sebanyak itu hingga 5 koran dengan merk dagang yang sama.

"Kami harus habis om koran ni, ambil lah ni om," seraya menyorongkan tangannya.

Seketika itu saya ambil dan berlari ia menuju gang berteriak "Makasih banyak om."

Pulang saya ke rumah dengan perasaan campur aduk. Saya diberi pelajaran di malam itu, di saat kita dengan enaknya mulai mau memejamkan mata di kasur yang empuk sambil bermainkan smartphone dan tertawa melihat postingan-postingan lucu di media sosial, di saat itu pula ada seorang bahkan segerombolan anak kecil berdiri di pinggir jalan menawarkan koran. 

Anak kecil yang lebih memilih pekerjaan dibanding pendidikan, di mana otaknya sudah terbentuk mindset bahwa sekolah tidak mendatangkan uang, yang mendatangkan uang hanya berjualan koran dan ada orang yang menghabiskan berjuta-juta bahkan ratusan juta rupiah dalam sehari namun masih juga mereka tidak merasa puas, sedangkan yang ia dapat hanya puluhan ribu itu sudah membuatnya bahagia. 

Hidup yang kita jalani, sudah jauh lebih nyaman dibanding ia yang bekerja siang malam, bersyukurlah tentang apa yang sudah kita miliki dan liatlah sedikit ke mereka yang kurang beruntung.

Maaf dek, negara belum bisa hadir untukmu.
Maaf dek, pemerintah belum sampai menjangkaumu, meskipun engkau tinggal di kota bukan pinggiran.
Maaf dek, kami lupa masih banyak anak-anak sepertimu yang sudah berjuang keras, bukan menunjukkan diri yang keras.
Maaf dek, kami terlalu sibuk dengan urusan kami, kami lupa dengan keadaanmu.

Maaf dek, saya tidak bisa beretorika tentang ini dan itu untuk menyelamatkan masa depanmu.
Karena saya yakin telah banyak pengamat, pakar, dan ahli yang merumuskannya.
Maaf dek, saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya bukan pengambil kebijakan, atau bahkan pembuat keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun