Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Suka-Duka SBMPTN 2015, "Saudara Tua" SNBT 2023

9 Mei 2023   06:01 Diperbarui: 9 Mei 2023   07:24 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SNBT 2023 sudah dilaksanakan sejak Senin kemarin, 8 Mei 2023 dan akan berakhir pada 14 Mei 2023, untuk Gelombang I.
SNBT 2023 dengan ujian terbuka berbasis komputer (UTBK) ini juga dilaksanakan lagi pada Gelombang II, yaitu 22-28 Mei 2023.
UTBK SNBT adalah produk terkini dari SBMPTN yang sudah disempurnakan, SBMPTN tidak ada lagi sejak 2023 ini.
Bedanya sangat jauh, Tes Skolastik menggantikan tes mata pelajaran seiring bergantinya SBMPTN menjadi SNBT.
Dari sistemnya juga berbeda: calon mahasiswa bisa memilih jurusan beda bidang dengan mudah.
Ini berbeda dengan SBMPTN yang cukup terbatas untuk mengambil jurusan kuliah yang berbeda bidang dengan jurusan SMA.

Pernah hidup di masa SBMPTN 2015
Melihat reformasi tes masuk PTN ini, saya pernah mengalami masa SBMPTN 2015 yang cukup memusingkan.
Namun, apa memusingkan sekali? Tepatnya sedikit memusingkan, tetapi ada hal yang membuat saya nyaman dengan SBMPTN 2015.
Saat itu, saya sulit untuk menyeberang dari jurusan IPA karena sistem yang tidak mendukung pilihan ini.
Saat itu, kurikulum yang berlaku adalah KTSP, saya angkatan masuk 2012, terakhir sebelum Kurikulum 2013 yang terealisasi sejak adik kelas saya.
KTSP terlalu saklek dengan 1 jurusan saat SMA, diutamakannya hanya jurusan kuliah sesuai dengan jurusan SMA.
Memang saat itu, pindah jurusan saat SBMPTN bisa, tetapi secara teknis cukup rumit untuk dipenuhi.
Belum lagi kurikulum usang tersebut yang memaksa siswa hanya fokus untuk 1 jurusan, secara dasarnya siswa tidak dibekali ilmu beda jurusan.
Ini yang menjadi kelemahan: proseknya buruk, tidak selamanya mahasiswa bisa bekerja sesuai dengan bidangnya.
Maka dari itu, lahirlah Kurikulum 2013 dan saat ini ada Kurikulum Merdeka yang memperbaikinya, menurut saya jauh lebih bagus daripada KTSP.

LJK lebih baik untuk saya
Namun, terlepas dari kesedihan saya karena menjadi tumbal reformasi, ada cerita indah yang saya alami saat SBMPTN 2015.
Saat itu, SBMPTN 2015 bukan UTBK, melainkan paper-based test (PBT) dengan lembar jawaban komputer (LJK).
LJK bisa dibilang sebagai metode hibrida, peserta mengerjakan dengan pensil 2B di atas kertas, sedangkan komputer mengolah jawaban setelah LJK di-scan.
Menurut saya, ini sangat memudahkan dalam pengerjaan soal, baik teknis ujian maupun kenyamanan mata saya.
Secara teknis, saya lebih memilih LJK ketimbang UTBK atau computer-based test (CBT) karena secara teknis mudah dikerjakan bagi saya.

1. Mudah secara teknis
Dengan tes tulis tersebut, saya menjadi ingat dengan posisi nomor soal yang saya tinggalkan karena sulit.
Beda jauh dengan sistem CBT untuk UTS dan UAS di kampus saya, cukup besar saya mengalami distraksi.
Pertama, saya lupa dengan soal apa yang ditinggalkan, kurang nyaman dengan cara penandaan soal yang ditinggalkan, belum lagi tidak semua tipe tes ada fitur menandainya.
Kedua, CBT tidak cocok untuk soal yang saling terkait satu sama lain, misal soal cerita dengan 5 atau lebih soal.
Meskipun dilakukan berulang, tapi menurut saya kurang efektif, tidak bisa mencoret-coret makna yang dimaksud.

2. Kenyamanan mata
Kemajuan teknologi sangat memudahkan ujian, tetapi ada dampak negatif bagi kesehatan tubuh, terutama mata.
Mata saya mudah lelah jika terus-menerus menatap layar monitor, entah laptop, desktop, atau ponsel.
Saya pernah ikut tes CBT untuk UTS, UAS, atau ujian lainnya yang diadakan di kampus, durasinya lama sehingga mata cepat lelah.
Ini berbeda jauh dengan pengerjaannya berbasis kertas dengan jawaban dibubuhkan pada LJK, di mata tidak terasa mudah lelah.
Belum lagi dengan ketahanan membaca saya yang mudah lelah dan recovery yang relatif lama,
Ditambah apalagi dengan soal cerita, 1 kasus untuk 5 atau lebih soal, jika disajikan berulang akan membuat daya membaca saya cepat habis atau cepat lelah.

Penutup
Setiap perubahan tidak serta merta membawa keuntungan, ia akan tetap memiliki kekurangan, begitu juga sebaliknya.
Akan tetapi, mau bagaimana lagi, perubahan sudah menjadi keniscayaan dalam kehidupan di dunia ini.
Terlepas dari itu, saya merasa hidup saya relatif tenang dengan masa lalu, seperti SBMPTN 2015 yang memiliki keuntungan bagi saya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun