Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Resolusi = Realisasi, Why Not?

24 Desember 2022   18:18 Diperbarui: 8 Januari 2023   06:48 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Gagasan menghitung waktu karena kita memerlukan ukuran. Kita memerlukan tonggak sejarah apakah kita akan maju, stagnant atau mundur sebagai manusia. Idealnya evaluasi ini adalah setiap hari. Paling tidak seminggu sekali, sebulan sekali, triwulan sekali, setiap semester atau minimal setahun sekali. Jika kita mengevaluasi setelah satu dekade (10 tahun) itu sudah sangat terlambat. Resolusi dan realisasi adalah tentang membangun kebiasaan baik untuk terus-menerus membangun dan memperbaiki diri. We are not attracted what we want but we attract what we are. 

Mengapa banyak resolusi tidak sama dengan realisasi alias gagal bahkan ketika sudah membuat rencana? Riset yang dilakukan Norcross dan Vangarelli dari University of Scranton, USA menunjukkan 81% resolusi tahun baru gagal. Hal ini disebabkan karena resolusi itu tidak dibangun dan dievaluasi setiap hari menjadi bagian proses hidup yang dinikmati diri sendiri. Harusnya resolusi itu tidak menunggu akhir tahun atau awal tahun, tapi setiap hari dibangun dan dievaluasi. Ketika kebiasaan membangun dan memperbaiki diri ini tidak dibangun, akibatnya adalah ketika membuat resolusi ternyata tidak siap berubah, perencanaan tidak matang, over promise under deliver atau banyak wacana lemah eksekusi dan ujung-ujungnya gagal.

Pertanyaannya adalah apakah yang paling penting perlu kita bangun dan evaluasi?  Yang paling penting perlu kita bangun dan evaluasi adalah kapasitas diri kita dalam berproses menjalani hidup setiap hari sepanjang tahun. Kekayaan, uang, popularitas dan segala pernak-pernik duniawi sejatinya hanya side effect atas kapasitas kita. Sukses dan gagal itu bukan urusan kita, itu adalah hak prerogatif Tuhan. Tugas kita adalah berusaha, yakin/berdoa dan pasrah (tawakal/surrender) secara pararel. Siapa diri kita adalah kapasitas diri kita yang meliputi beliefs, values, asumsi, script, mindset, behaviour, karakter, kompetensi, action, grit, habits. Segala yang kita alami adalah konsekuensi dari apa yang ada di dalam diri kita. Tuhan tidak akan merubah nasib kita bisa kita tidak merubah apa yang ada di dalam diri kita tersebut. 

Yang paling penting adalah apa yang ada di dalam diri kita. Apapun yang terwujud dalam hidup kita adalah manifestasi dari beliefs, values, asumsi, script, mindset, behaviour, karakter, kompetensi, action, grit, dan habits kita. Potensi keajaiban dan keberlimpahan itu sudah ada di dalam diri kita dan itu muncul saat kapasitas kita sudah sesuai/pantas. Inilah makna ketika resolusi sama dengan realisasi. Karena itu resolusi itu dari dalam diri bukan ikut-ikutan atas sesuatu di luar diri atau sibuk dengan pandangan orang. Kita menjadi orang baik dan berbuat baik itu bukan karena sesuatu di luar diri atau karena orang lain, tapi itu muncul dari dalam diri sendiri. Karena sesuatu di luar diri atau orang lain tidak bisa dijadikan tempat bersandar. Bisa rusak, hilang dan mengecewakan. Tempat bersandar sebenarnya ada di dalam diri, yang satu, yang sejati (absolute) dan menjadi sumber semua manifestasi. Dan di dalam diri sendiri yang paling hakiki ada Tuhan. 

Agar resolusi sama dengan realisasi maka resolusi maka resolusi harus menjadi habit yang harus terus dibangun sepanjang hari agar diri kita semakin baik dan semakin bermanfaat dengan berbuat banyak kebaikan. We are not attract what we want, we are attract what we are. Sejatinya setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun bukan semakin panjang hidup kita namun semakin dekat kita dengan kematian. Apakah bila besok kita mati, kita mati dalam keadaan sebagai orang baik dan berbuat baik? Dan bila kita masih diberikan kesempatan hidup, apakah kita menjalani hidup dalam keadaan sebagai orang baik dan berbuat baik? Resolusi hidup harus di arahkan agar kita semakin baik dan samakin memancarkan kebaikan kepada semesta alam. Dengan demikian dalam hidup dan mati kita tidak ada penyesalan. Kita meninggalkan legacy yang membuat kehidupan lebih baik dan semua makhluk berbahagia. Side effectnya hidup dan mati kita menjadi baik dan bahagia. Ini adalah hal yang sangat penting dalam membuat resolusi hidup.  

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 112 : 1-4) (QS 1 : 1-7) (QS 13 : 11)

Norcross, John C, D J Vangarelli, The Resolution Solution: Longitudinal Examination of New Year's Change Atempts, Science Direct, 8 January 2007. 

Al Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulumuddin, Almaktaba Alassrya (January 1, 2011)

Seligman, Martin Elias Pete, Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York: Free Press, 2004

Shivani, Sister, Suresh Oberoi, Happiness Unlimited, Pentagon Press (30 June 2015) 

Goddard, Neville, The Law and Other Essays on Manifestation, General Press; First edition (20 September 2019) 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun