Sejatinya Ketuhanan, "satu yang sejati, absolute dan infinite, serta menjadi sumber dan perwujudan semua" tidak perlu kita cari kemana-mana. Dia ada di dalam diri kita sendiri dan seluruh alam semesta. Sebenarnya semuanya ini adalah perwujudan Ketuhanan. Semua ini adalah ungkapan empirisNya yang berbeda dalam segala hal. KeberadaanNya tidak bergantung pada alam semesta yang terbatas dalam ruang, waktu, materi, energi dan informasi namun meresapi apa pun yang ada. Tak ada satupun di dunia ini yang tidak ada kehadiranNya di situ.
Setelah kita memenuhi syarat dan aturan (syar'i), selebihnya sholat adalah "spiritual journey" yakni perjalanan menuju ke dalam diri, mengenal sejatinya diri, perjalanan menuju satu yang sejati, absolute dan infinite, serta menjadi sumber dan perwujudan semua, mengalami Ketuhanan. Sebuah perjalanan spiritual seorang hamba "melepaskan" kemelekatan terhadap diri fiksi dan dunia fatamorgana berikut ego, keinginan dan hawa nafsu di dalamnya. Mengalami kesadaran murni. Mengalami Ketuhanan. Mengalami kehidupan sejati (haqiqi) yang penuh kedamaian, pencerahan, ketulusan, rasa syukur, rasa cinta, kepuasan hidup, keberlimpahan, sukacita, keseimbangan hidup serta kesehatan secara fisik, mental dan spiritual.
Karena itu konsep yang benar dalam sholat, bahwa sholat itu di dibangun/didirikan (aqimish sholah), bukan sekedar dikerjakan. Ada 3 pilar yang dibangun/didirikan dalam sholat.
Pertama, kesucian diri. Pondasi semua aktivitas adalah ikhlas, al-khuluus min as-syawaa'ib, suci/murni/jernih dalam kesejatian diri Ketuhanan tidak terkontaminasi atau tenggelam dengan semua distraksi diri fiksi dan dunia fatamorgana. Saat kita mengalami kesucian diri (ikhlas), semua servo mechanism diri yang sakit, menderita dan gagal....lepas, luruh, lenyap. Saat kita mengalami kesucian diri (ikhlas), semua pendaman dan hambatan emosi serta kotoran-kotoran hati yang sering jadi penghalang (hijab/distraction)....juga lepas, luruh, lenyap. Saat kita mengalami kesucian diri (ikhlas), kita tidak terjebak dalam pusaran (looping) energi rendah (force/dun-yā) seperti prasangka buruk, ego pikiran dan perasaan, kesombongan, keserakahan, pamer, kemarahan, kebencian, tidak bisa memaafkan, luka-luka batin, sampah-sampah emosi, kemalasan, putus asa, rendah diri, kesedihan berlarut-larut serta semua emosi kontraproduktif yang sering ramai dan antri di hati. Saat kita mengalami kesucian diri (ikhlas), kita berhenti menyalahkan sana-sini, mengambil tanggungjawab sepenuhnya, melepaskan kemelekatan terhadap diri fiksi dan dunia fatamorgana berikut ego, keinginan dan hawa nafsu di dalamnya. Pekerjaan spiritual terbesar adalah "melepaskan" kemelekatan terhadap diri fiksi dan dunia fatamorgana berikut ego, keinginan dan hawa nafsu hingga mengalami kemurnian (ikhlas). Inilah makna membersihkan dari dosa dan taubat yang sebenarnya (taubatan nasuha). Vibrasi, frekuensi dan energi yang memancar dalam diri adalah pusaran energi murni dan kuat (power/akhirah) (QS 98 : 5).
Gerak jiwa dan gerak raga dalam sholat dimulai Allahu Akbar. Allahu Akbar disebut bacaan takbiratul ihram. Takbiratul Ihram bermakna bahwa here and now, saatnya kita berhenti dari segala distraksi diri fiksi dan dunia fatamorgana untuk masuk dalam kesejatian hidup dan menyucikan diri dari segala sesuatu yang menutupi/meng-cover kesejatian diri kita. Transisi gerak sholat moment demi moment juga diiringi dengan kalimat Allahu Akbar yang bermakna bahwa diri kita membuka diri (open) untuk menyadari satu yang sejati, absolute dan infinite, serta menjadi sumber dan perwujudan semua yang terus menerus memancarkan keberlimpahan dan cinta. Menyadari bahwa sebesar apapun masalah dan impian diri dan kehidupan sejatinya hanya fiksi dan fatamorgana. Seberat apapun masalah hidup, sebesar apapun impian yang kita jalani...masih jauh lebih hebat dan lebih besar Ketuhanan. Saat kita mengalami kesucian diri, semua masalah dan keinginan menjadi lepas dan tenggelam ke dalam samudera Ketuhanan yang tidak terbatas.
Kedua, kesadaran murni. Menyadari setiap bacaaan dan gerakan sholat. Menjadi diri seutuhnya. Menyatu dengan jangkar kesadaran kita yaitu nafas dan tubuh kita. Meniti jalan nafas dan masuk kepada kedalaman kesadaran. Sadar penuh hadir utuh dalam setiap bacaan dan gerakan sholat serta mengalami keselarasan antara kesadaran, bacaan dan gerakan (tuma'niah). Melakukan pengulangan aktivitas tersebut dalam satu, dua, tiga, empat putaran (rak'ah) baik secara diam-diam (khafi) atau terdengar (jahr). Baik dalam posisi berdiri (qiyyam), the half stand forward bend pose (ruku') maupun posisi sujud (sijdah). Terus menikmati proses nafas dan gerakan di dalam sholat hingga melampaui diri secara keseluruhan, mengalami Ketuhanan. Diri terbuka, menyadari kehidupan, menyadari Ketuhanan dan menyadari keberlimpahan dan cinta. Sholat bukan mengosongkan pikiran dan perasaan. Sebagai manusia, tidak mungkin kita bisa mengosongkan pikiran dan perasaaan. Melalui langit kesadaran murni, kita menyibak awan-awan pikiran dan perasaan yang liar meloncat kesana kemari untuk selaras dan menyatu dengan nafas dan tubuh kita. Melalui nuansa kesadaran murni berikut vibrasi, frekuensi dan energi yang dipancarkan lewat bacaan dan gerakan sholat, kita membawa pikiran dan perasaan kita tenggelam dalam samudera kesadaran yang tidak terbatas. Kesadaran tersebut membangun keselarasan pikiran, perasaan dengan energi dan tubuh kita. Betul-betul menikmati setiap nafas dan gerakan tubuh kita secara natural moment demi moment. Menyadari sepenuhnya, menghadiri seutuhnya. Selanjutnya kita akan akan mengalami purifikasi dan menyadari kemurnian diri yang selama ini tertutup/terhijab oleh diri fiksi dan dunia fatamorgana dengan beraneka ragam distraksinya. Merasakan sensasi rasa keberlimpahan (abundance/rahman) dan cinta (love/rohiim) dari dalam diri. Rasa keberlimpahan (abundance/rahman) dan cinta (love/rohiim) dari dalam diri ini mengantarkan kita pada kondisi khusyu'sa'ah wa sa'ah.
Khusyu'sa'ah wa sa'ah adalah kondisi flow, moment demi moment dalam bacaan dan gerakan dinamis sholat. Larut dalam perasaan syukur dan sayang kepada diri, Ketuhanan dan semesta alam yang sebenarnya adalah satu kesatuan. Khusyu' adalah kondisi seperti mengalami kematian, pulang kembali kepada kesejatian hidup, pulang kembali kepada Ketuhanan. Masuk di gelombang theta. Flow/mengalir apa adanya dalam setiap bacaan dan gerakan sholat sesuai syarat dan aturan (syar'i). Terjadi alignment antara pikiran, perasaan, tubuh dan semesta dengan tingkat persisi yang sangat tinggi. Sadar sepenuhnya, hadir seutuhnya. Spiritual diri bangkit, mengalami kesadaran murni, totalitas, kenikmatan dan kebermaknaan hidup. (QS 2 : 45-46). Khusyu' membawa kita mengalami satori, kedamaian dan ekstasi kebahagiaan. (QS 50 : 37). Diri menjadi no thing, no body, no one, no time, no where. Kita bukan apa-apa. Kita bukan siapa-siapa. Kita sejatinya tidak ada. Masuk ke medan titik nol (zero quantum field), dimana ruang dan waktu sudah tidak eksis lagi. Kita mengalami fana, lebur di dalamNya. Kesadaran jiwa kita naik di level energi sangat tinggi, ekspansi menjadi everything, everybody, everyone, everytime, everywhere. Menyatu dengan segalanya dan mengalami Ketuhanan. Diri berada dalam kesadaran tinggi dan mengalami ekstasi pencerahan, ledakan suka cita, kedamaian, keikhlasan, rasa syukur, welas asih, rasa keberlimpahan serta hidayah seakan terus menyirami tubuh dan jiwa kita.
Ketiga, moral yang baik. Sholat mengajarkan kita untuk menyelaraskan pikiran, energi, emosi dan tubuh. Kita seringkali tidak bisa selalu mengontrol apa yang terjadi di luar, tapi kita selalu bisa menyelaraskan apa yang di dalam. Dalam kehidupan kita bisa jadi sering berinteraksi dengan orang lain atau peristiwa alam yang bermacam-macam karakteristiknya. Interaksi tersebut sedikit banyak bisa mengkontaminasi kemurnian diri kita dengan pikiran-pikiran toxic, emosi-emosi sampah yang membuat diri kita tidak seimbang dan sakit jiwa raga. Kewajiban menjalankan sholat minimal 17 putaran (rak'ah) di waktu yang telah ditentukan adalah "pilar kehidupan" yang menjaga jiwa raga kita tetap seimbang, berkesadaran dan bermoral baik. Sholat menjadi penyangga pikiran, energi, emosi dan tubuh tetap murni dan memancarkan keberlimpahan (abundance) dan cinta (love). Sholat bukan tentang menjadi baik dalam sesuatu, seperti halnya atlit yang bisa melakukan pose-pose gerakan indah dan sulit. Walaupun sholat memiliki gerakan-gerakan esensial kehidupan, sholat adalah tentang menjadi baik untuk diri sendiri dan sesama. Namun walaupun sangat esensial dan baik, seperti halnya tanaman, sholat bukan tentang bersaing atau pamer dengan tanaman di sekitarnya. Bermoral baik adalah proses untuk "mekar", tumbuh dan berkembang bersama-sama sesuai potensi terbaiknya serta memberi keberkahan bagi kehidupan. (QS 107 : 4-7). Bila sholat namun tidak mencegah kita dari bermoral/berakhlak buruk dan tidak membawa kita menjadi bermoral/berakhlak baik maka ada something wrong dalam sholat kita.
Setelah sholat pun, kondisi kesadaran tinggi tetap terjaga (daim). Ini yang disebut bagian dari upaya untuk tidak lalai dalam sholatnya ('an sholaatihim sahuun). (QS 107 : 5). Ini juga yang disebut bahwa sholat itu bisa mencegah perbuatan buruk yang melampaui batas dan melanggar nilai, norma dan aturan yang benar (innas sholata tanha 'anil fahsya'i wal munkar). (QS 29 : 45). Buah dari sholat adalah kesadaran murni yang membawa kita kepada kenikmatan. Kenikmatan dalam pikiran dan perasaan adalah kedamaian. Kenikmatan dalam energi adalah vibrasi dan frekuensi energi tinggi. Kenikmatan dalam emosi adalah rasa syukur dan rasa sayang yang dalam. Kenikmatan dalam tubuh adalah kesehatan. Buah dari sholat juga kebermaknaan hidup serta moral yang baik, diantaranya adalah (1) mencintai kehidupan, Ketuhanan dan segala manifestasiNya (2) ikhlas, jujur dan amanah (3) bersyukur, kerjasama, suka berbagi dan tidak serakah (4) disiplin, konsisten, tanggung jawab dan mandiri (5) kreatif dan pantang menyerah (6) rendah hati, saling menghormati, saling memperhatikan dan saling menolong (7) adil dan bijaksana (8) kebersihan, kesehatan, keamanan dan ketertiban.
Bersambung ...
Referensi :