Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Light of "Sholat" (Bagian Pertama)

1 Agustus 2022   07:55 Diperbarui: 3 Juni 2024   13:31 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Sholat dengan kata dasar 'shilah' dalam bahasa Arab bermakna keterhubungan, penyatuan, kesejahteraan dan sustainability. Sholat sejatinya adalah keterhubungan dan penyatuan dengan Ketuhanan serta dampaknya adalah kesejahteraan secara sustainability. Dalam rumpun bahasa semit seperti bahasa Aram dan Ibrani, sholat dikenal dengan nama tselota (Aram) dan sholut (Ibrani). Sholat sendiri sebenarnya adalah praktek ibadah ritual kuno yang sudah dilakukan para Rasul-Rasul, Nabi-Nabi dan orang-orang saleh terdahulu. Sejarah sholat terdeteksi sejak nenek moyang bersama manusia paling terkini (Most Recent Common Ancestor = MRCA). Most Recent Common Ancestor yang lebih di kenal Adam dan Hawa. Nenek moyang bersama paling terkini (MRCA) tersebut telah menurunkan miliaran generasi manusia yang menjadi pemimpin/pengelola (khalifah) di muka bumi sampai sekarang (QS 2 : 30). Dan Nabi Adam AS, sebagai pemimpin/pengelola (khalifah) pertama sudah mempraktikkan sholat pada zaman itu (QS 20 : 132; QS 19 : 58). Berbagai riset genetika terbaru berdasarkan penelusuran genetika yang di dasarkan pada garis ayah dalam silsilah keluarga di kromosom (Y Chromosomal Adam) dan penelusuran genetika di dasarkan pada garis ibu dalam silsilah keluarga di mitokondria (Mitochondrial Eve), ditemukan bahwa MRCA ada sekitar 150.000 tahun yang lalu dari East Africa.

Pemahaman bahwa sholat hanya ada pada agama Islam dan baru muncul sejak masa Nabi Muhammad SAW lewat peristiwa Isra' Mi'raj adalah pemahaman yang salah kaprah. Apalagi ditambah dongeng-dongeng Israiliyat yang berbeda-beda versi dan menyesatkan serta tidak ada dasarnya satu ayatpun di Al Qur'an. Karena ayat-ayat tentang sholat sudah ada sebelum peristiwa Isra' Mi'raj, baik di Al Quran, Injil, Zabur maupun Taurat. Nabi Ibrahim AS (Abraham), Nabi Zakaria AS (Zechariah), Nabi Musa AS (Moses), Nabi Daud AS (David), Nabi Yunus AS (Jonas/h), Nabi Isa AS (Jesus) serta rasul-rasul dan nabi-nabi yang lain serta orang-orang saleh terdahulu sudah mempraktikkan sholat. (QS 14 : 37, 40, QS 3 : 39, QS 10 : 87, QS 21 : 72-73). Peristiwa Isra' sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW dari tempat persujudan yang dibersihkan dari hal-hal yang diharamkan (Masjidil Haram) ke tempat persujudan yang jauh (Masjidil Aqsa) dan peristiwa Mi'raj sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW menembus dimensi alam tertinggi (Sidratul Muntaha) sejatinya adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW untuk menunjukkan tanda-tanda Ketuhanan (Linuriyahuu min Aayaatinaa). Peristiwa Isra' Mi'raj menunjukkan bahwa dibalik diri fiksi relatif dan dunia fana fatamorgana ini, ada satu yang sejati, yang absolute dan infinite serta menjadi sumber dan perwujudan semua.

Peristiwa Isra' Mi'raj bukan untuk menurunkan kewajiban sholat. Karena kewajiban sholat sudah ada sejak Nabi Adam AS, jauh sebelum peristiwa Isra' Mi'raj ada. Dalam peristiwa Isra' Mi'raj tersebut terjadi proses lenyapnya materi menjadi energi (E=MC2). Terjadi proses "annihilation" dimana materi di level sub-atomik direaksikan dengan antimateri, keduanya lenyap menjadi foton cahaya. Terjadi teleportasi melalui alat yang disebut buroq. Terjadi proses kreasi "pair-production" dimana pasangan anti-materi dan materi di level sub-atomik dapat muncul secara tiba-tiba dari ruang kosong (vacuum) ketika foton cahaya dilewatkan medan inti atom dengan kekuatan tertentu yang sangat besar. Masuk di medan kuantum, dimana ruang dan waktu sudah tidak eksis lagi. Sehingga perjalanan sekitar 1500 km dalam peristiwa Isra' yang normalnya dicapai sekitar 0,005 detik waktu bumi bila ditempuh dengan kecepatan cahaya serta peristiwa Mi'raj yang normalnya dicapai dengan miliaran hingga triliunan kecepatan cahaya menjadi tidak relevan lagi. Dan melalui proses "annihilation", teleportasi, proses kreasi "pair-production" tersebut perjalanan menembus batas dimensi alam menuju ke dimensi alam tertinggi (Sidratul Muntaha) dalam peristiwa Mi'raj bisa dilakukan.

Aktivitas keterhubungan dan penyatuan dengan Ketuhanan, sebagai jalan untuk menyadariNya, terhubung dan menyatu denganNya adalah pilar dasar kehidupan manusia. Why? Ketika kita mengalami hal tersebut maka terjadi pelepasan kemelekatan terhadap diri fiksi dan fatamorgana dunia berikut ego, keinginan dan hawa nafsu di dalamnya. Kemelekatan terhadap diri fiksi dan fatamorgana dunia berikut ego, keinginan dan hawa nafsu adalah sumber penderitaan manusia dan kerusakan di muka bumi. Ini adalah pekerjaan spiritual terbesar. Ketika pelepasan terhadap kemelekatan itu terjadi, kita menjadi no thing, no body, no one, no time, no where. Kita bukan apa-apa. Kita bukan siapa-siapa. Kita sejatinya tidak ada. Masuk ke medan titik nol (zero quantum field). Masuk di medan kuantum, dimana ruang dan waktu sudah tidak eksis lagi. Diri fiksi dan dunia fatamorgana kita mengalami fana, lebur di dalamNya. Kesadaran jiwa kita naik di level energi sangat tinggi, ekspansi menjadi everything, everybody, everyone, everytime, everywhere. Menyatu dengan segalanya. Ini adalah pengalaman satori. Diri kita mengalami kelahiran baru sebagai kesadaran murni dan mengalami kebebasan dari segala penderitaan, ekstasi pencerahan, ledakan suka cita, kedamaian, keikhlasan, rasa syukur, cinta kasih, rasa keberlimpahan serta hidayah seakan terus menyirami tubuh dan jiwa kita. Ini adalah pusaran energi tinggi (power) yang sangat penting bagi kualitas hidup kita, kebahagiaan kita dan keseimbangan kehidupan.

Tentang energi tinggi (power) ini, menarik penelitian yang dilakukan David R. Hawkins, M.D., Ph.D selama kurang lebih 29 tahun untuk mengukur energi yang dikeluarkan manusia dalam skala kesadaran tertentu melalui tes kinesiologi. Ditemukan bahwa kesadaran manusia dan level energi yang dihasilkan bertingkat-tingkat mulai dari satuan 0 sampai 1000 poin yang mana skala kurang dari 200 poin disebut force dan skala lebih dari 200 poin disebut power. Manusia dengan tingkat kesadaran kurang dari 200 poin masih struggle dengan dirinya sendiri (contracted), seperti membenci diri sendiri, merasa sengsara, meratapi masa lalu, menyalahkan pihak luar dirinya, apatis, putus asa, over needy, larut dalam kesedihan, banyak sekali trauma/luka batin/hambatan-hambatan emosi, mengkhawatirkan masa depan, sangat melekat pada ego, keinginan dan hawa nafsu, sangat terobsesi dan kompulsif. Selalu dalam frustasi, marah dan kebencian. Suka membangga-banggakan diri, sombong dan suka pamer. Ini adalah pusarann energi rendah (force). Manusia dengan tingkat kesadaran lebih dari 200 poin mulai berkembang dengan baik (expanded), mulai letting in - letting go, merasa aman dan nyaman, mengambil tanggungjawab, mengembangkan diri, merasa hidup bermakna, berkontribusi bagi kehidupan agar lebih baik, welas asih, memiliki abundance mentality dan loving kindness, bersyukur, kepuasan hidup, kedamaian dan pencerahan. 

Seperti kebahagiaan, tidak bisa dialami kecuali dipraktikan. Demikian pula sholat sebagai ekspresi Ketuhanan, pengalaman satori tidak bisa dialami kecuali dipraktikan, ditegakkan, dibiasakan sehingga menjadi pengalaman kebahagiaan dan pencerahan sehari-hari yang sustainable. Sholat menjadi praktik ibadah ritual yang wajib dilakukan secara disiplin pada waktu dan kondisi yang terorganisir. Tanpa kedisiplinan menjalankan kewajiban ini, kecenderungan kita manusia adalah lengah, lalai dan larut dalam distraksi diri fiksi dan dunia fatamorgana. Kewajiban sholat di pagi hari, siang hari dan malam hari ini seperti menjadi tiang penyanggah langit kesadaran kita. Sesuai yang disampaikan dalam firmanNya dalam manuskrip Kitab Suci Al Quran : "Sesungguhnya manusia yang terwujud dalam "halu'a"  (19) ketika mengalami kesulitan berperilaku "jazu'a" (20) ketika mengalami kemudahan berperilaku "manu'a" (21) kecuali orang-orang yang mendirikan sholat (22) mereka tetap dalam sholatnya (23) [QS 70 : 19-23]. Halu'a ini adalah kecenderungan pikiran dan perasaan manusia yang cenderung lengah, lalai dan larut overthinking dan overfeeling dalam distraksi diri fiksi dan dunia fatamorgana. Jazu'a ini adalah kecederungan manusia sebagai diri fiksi yang selalu merasa kurang (scarcity), tidak bersyukur dan menyalahkan keadaan. Manu'a ini adalah kecederungan manusia sebagai diri fiksi yang egois, tidak mau berbagi dan menyayangi sesama. Sholat menjadi pilar penyanggah kesadaran kita, untuk terus-menerus (daim) dalam mode Ketuhanan, mode keberlimpahan dan cinta yang selalu merasa cukup dan bersyukur serta mau berbagi dan menyayangi sesama.

Mengapa mengalami Ketuhanan, mengalami Satu yang Sejati, mengalami yang Absolute dan Infinite yang menjadi sumber dan perwujudan semua ini diwajibkan dengan sholat? Analoginya seperti kita bertamu ke rumah seorang Presiden. Presiden menentukan bahwa bila bertamu ke rumahnya diwajibkan lewat ruang tamu. Apakah etis bila kita bertamu ke rumah Presiden lewat jalan lain yang tidak diperkenankan? Beberapa ajaran dalam manuskrip Kitab Suci seperti dalam Al Quran dan Al Hadits memberikan arahan bahwa bila kita mau mengalamiNya diwajibkan lewat sholat. [QS 23 : 1-9; QS 20 : 132; HR. Bukhari no. 8, 528, 597 dan 7534; HR Muslim no. 16, 85, 667, 668 dan 684; HR. Tirmidzi, no. 413, 2616]. Bacaan dan gerakan sholat bukan datang dari inspirasi gerakan binatang, kisah-kisah fiktif atau ide-ide manusia tentang mantra, olahraga dan olahjiwa. Sholat adalah ekspresi Ketuhanan sebagai jalan untuk menyadariNya, terhubung dan menyatu denganNya. Ada 3 (tiga) prinsip bacaan dan gerakan sholat yaitu yang pertama adalah assalmu (kesadaran) yang diekspresikan dalam bacaan dan gerakan berdiri (qiyam). Yang kedua adalah aslama (keselarasan) yang diekspresikan dalam bacaan dan gerakan the half standing forward bend (ruku') serta yang ketiga adalah istaslama (penerimaan) yang diekspresikan dalam bacaan dan gerakan sujud (sijdah). Bila kita menerapkan ketiga prinsip tersebut maka mengalami penyaksian (syahadah/whitnessing). Prinsip bacaan dan gerasakan sholat sejatinya adalah prinsip kehidupan. Karena itu sholat disebut juga tiang/pilarnya Islam. Ekspresi prinsip ini bisa bervariasi sesuai dengan latarbelakang, situasi dan kondisi. Semua ajaran spiritual dan agama-agama di dunia ini sejatinya mengajarkan assalmu (kesadaran), aslama (keselarasan) dan istaslama (penerimaan) sehingga mengalami penyaksian (syahadah/whitnessing) dan pengalaman satori.

Sholat bukanlah teknik tertentu. Niat, bacaan dan gerakan dalam sholat sejatinya adalah kesadaran, nuansa kesadaran, vibrasi, frekuensi, energi dan gerakan kehidupan yang sudah menjadi defaultnya manusia dan naturalnya kehidupan yang selama ini tertutup (ter-hijab) oleh hiruk pikuk pikiran dan perasaan diri fiksi dan dunia fatamorgana. Dasar/landasan melakukan sholat bukanlah pelarian diri kita dari penderitaan atau ego, keinginan dan hawa nafsu kita untuk meraih kesehatan, kesuksesan atau kebahagiaan. Dasar/landasan melakukan sholat adalah kesadaran, keselarasan dan penerimaan atas pengalaman Ketuhanan, pengalaman kehidupan, pengalaman keberlimpahan dan cinta seapadanya here and now. Karena itu sholat itu dasarnya karena Aku, bersama Aku dan untuk Aku. Sang Aku sejatinya adalah Ketuhanan. Dasar/landasan sholat adalah Ketuhanan yang terus menerus memancarkan keberlimpahan dan cinta, bukan pelarian diri kita dari penderitaan atau memperturutkan ego, keinginan dan hawa nafsu kita. 

Walaupun mengalami Ketuhanan lewat sholat menjaga kita berada di pusaran energi tinggi yang penuh kemurnian, keikhlasan, rasa syukur, kepuasan hidup, kasih sayang, fulltank dengan keberlimpahan, fulltank dengan cinta, disiplin dan life balance itu sangat dibutuhkan manusia, namun bukan sensasi/pengalaman itu yang jadi dasar/pendorong kita sholat. Kewajiban menjalankan praktik ibadah sholat adalah murni semata-mata manifestasi keberlimpahan dan cinta kita kepada "satu yang sejati, absolute dan infinite serta menjadi sumber dan perwujudan semua ". Sholat adalah ekspresi rasa syukur dan rasa sayang kita kepada diri dan sesama. Sholat adalah manifestasi kehidupan yang sejatinya adalah Ketuhanan itu sendiri atau dengan kata lain sholat adalah manifestasi Ketuhanan. Efek positif yang dihasilkan dari sholat untuk kesehatan, kesuksesan, kebahagiaan sama sekali bukan tujuan dari praktik ibadah sholat dijalankan. Sholat diwajibkan apapun kondisi ruang, waktu dan fisiknya. Bila tidak mampu karena sakit atau tidak memungkinkan untuk berdiri karena dalam perjalanan darat, laut maupun udara bisa dilakukan dengan duduk. Bila duduk tidak mampu juga karena sakit yang cukup parah, bisa dilakukan dengan berbaring. Bahkan saat berbaring tidak mampu untuk menggerakkan anggota tangan bisa dilakukan cukup dengan mengedipkan mata. [QS 64 : 16; HR. Bukhari no. 1117, 7288; HR. Muslim no. 1337]

 

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun