Isu mengenai Prabowo Subianto yang pernah dipecat oleh TNI pada saat berpangkat Letnan Jenderal kok akan menjadi panglima tertinggi untuk TNI mengemuka pada pilpres 2014 ini. Bukan orang biasa saja yang menyebarkan pernyataan bahwa tidak pantas orang yang pernah dipecat saat jadi tentara menjadi panglima tertinggi untuk tentara. Tak kurang seorang T.B. Hasanuddin, seorang politikus PDI Perjuangan yang purnawirawan Mayor Jenderal pun mengatakan bahwa dia akan mengusulkan kepada Dewan Kehormatan Militer agar yang dipecat tidak boleh menjadi panglima tertinggi. Selain T.B. Hasanuddin yang purnawirawan Mayor Jenderal, ada pula orang tidak biasa, yaitu Adian Napitupulu, seorang caleg PDI Perjuangan terpilih pada pemilu 2014 dari Dapil Jabar V yang pada acara Mata Najwa mengatakan bahwa bagaimana mungkin orang yang pernah dipecat dari tentara akan melantik jenderal-jenderal yang baru. Apakah itu tidak akan menimbulkan persoalan baru?
Mengenai diskursus di atas sebaiknya kita kembali kepada dasar hukumnya. Menurut UUD 1945 Pasal 10 disebutkan bahwa: "Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara". Membaca klausul pada Pasal 10 UUD 1945 tersebut, dengan mudah kita dapat memahami bahwa kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU itu merupakan kekuasaan yang diberikan oleh konstitusi kepada Presiden dalam arti jabatannya. Kekuasaan tertinggi itu otomatis diberikan kepada siapa pun yang dilantik oleh MPR RI menjadi Presiden. Tidak masalah apakah latar belakang orang itu petani, penyanyi, pelawak, pedagang, polisi, tentara, atau apa pun. Asal dia dilantik oleh MPR RI menjadi Presiden ya dia berhak, karena jabatannya, menjadi panglima tertinggi TNI. Bahkan, apabila ada seorang pemulung dilantik menjadi Presiden oleh MPR RI maka ia otomatis akan menjadi panglima tertinggi TNI.
Omongan bahwa seorang tentara yang dipecat tidak pantas menjadi panglima tertinggi TNI itu bukan omongan yang mencerahkan masyarakat tetapi justru menyebarkan kegelapan kepada masyarakat. Omongan yang mencerahkan adalah bahwa menurut konstitusi negara kita, siapa pun yang menjadi Presiden maka otomatis karena jabatannya, ia akan menjadi panglima tertinggi TNI atau lebih tepatnya dalam bahasa konstitusi, memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Wacana T.B. Hasanuddin bahwa ia akan mengusulkan kepada Dewan Kehormatan Militer agar yang dipecat tidak dapat menjadi panglima tertinggi saya nilai sebagai omong kosong. Kita tunggu saja kapan T.B. Hasanuddin akan mengusulkan hal tersebut kepada Dewan Kehormatan Militer. Saya kira, secara institusi TNI tidak bodoh. TNI paham bahwa panglima tertinggi TNI itu melekat kepada jabatan Presiden, bukan kepada penjabatnya.
Kemudian, terhadap omongan Adian Napitupulu di acara Mata Najwa, saya hanya ingin mengatakan bahwa omongan itu juga tak lebih omong kosong tidak memakai dasar. Kepada Ahmad Yani, Adian Napitupulu mengatakan agar mengkritik menggunakan data ketika Ahmad Yani mengatakan Jakarta makin macet. Akan tetapi, ketika mengatakan bahwa Prabowo yang dipecat dari TNI akan menimbulkan masalah baru ketika ia nanti akan melantik jenderal-jenderal, saya kira omongan itu hanya omongan tanpa dasar yang sangat mudah dipatahkan hanya dengan menyodorkan Pasal 10 UUD 1945. Dalam hal itu, Najwa Syihab juga tidak bermaksud ingin mencerahkan masyarakat dengan perannya sebagai host acara Mata Najwa. Kalau Najwa ingin mencerahkan masyarakat tentu ia juga paham bahwa jabatan panglima tertinggi itu jabatan yang melekat kepada jabatan Presiden, bukan kepada orang yang menjadi Presiden.
Saya tidak ingin mengambil peran dalam membodohi masyarakat atau ikut menyebarkan kegelapan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya mencoba memberikan penjelasan sebisa saya. Silakan disanggah, faktanya bahwa Pasal 10 UUD 1945 berbunyi "Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara". Mau mulut T.B. Hasanuddin, Adian Napitupulu dan jutaan orang Indonesia berbusa-busa mengatakan tentang pecatan TNI tidak bisa menjadi panglima tertinggi TNI, konstitusi kita selama belum diubah lagi akan tetap memberi dasar hukum seperti itu. Dus, marilah kita sampaikan apa adanya kepada masyarakat, jangan malah membantu menyebarkan kegelapan kepada masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H