Mohon tunggu...
mohammad toyu
mohammad toyu Mohon Tunggu... -

saya seorang lelaki yang masih selalu mengembara dari sudut terdalam kota, mencari gumpalan-gumpalan cahaya di balik gelombang nafsu yang terus membara. saya sedang belajar mengantarkan diri ke depan pintu gerbang kebahagiaan, keluar dari kecemasan menuju puncak keadaan

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengamin

14 Januari 2015   23:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:08 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Aku berangkat lagi ke jogja dengan niatan untuk bekerja. Sebelumnya, aku kuliah. Dalam perjalanan Madura-Yogyakarta. Aku dihidangi pengamin-pengamin dari berbagai daerah. Pengamin dimulai dari pamekasan, sampang, bangkalan, Surabaya (bungur asih) hingga jogja. Ada sekitar 15 pengamin hingga jogja. Umumnya mengamin dalam bus antar kota antar propinsi bermodalkan gitar. Entah bagus atau jelek kencrungannya tak bermasalah, yang penting berbunyi kencring-kencring, thing,thing, tetap selamat berjumpa lagi dengan pengamin jalanan kota. Kami berharap anda tetap ikhlas dan setia bersama kami di jalanan. Inilah kelebihan bus kota penuh sesak dengan pengamin. Ikhlaskan diri anda. Tak usah pasang headset, pura-pura tidur. Hati-hati dengan barang anda, barang bawaan anda, dompet anda.

Baru aku tiba di bungur asih, aku langsung mencari bus tujuan jogja. Bus ekonomi (karena murah), padahal jualan jasa antar-mengantar merupakan transaksi ekonomi,tapi kenapa bus murah disebut sebagai bus ekonomi. Sekarang sudah 57000, dulu 2010 masih 38.000. pada 2010 harga tiket bus eksekutif “EKA” 70.000, sekarang mungkin sudah 100.000 lebih. Dalam bus tersebut seorang berpuisi. Aku lupa judul puisinya. Namun dari kalimat-kalimatnya aku seperti sedikit hafal puisi siapa tersebut yaitu Rendra. Namun seorang disisi kiri saya berkcet, semacam bilang apa itu dan kemudian memasang headset mendengarkan lagu.

Iyah, sepertinya puisi sudah tidak mendapat respons positif di masyarakat atau mungkin lelaki itu merasa tak selayaknya puisi tersebut dijadikan modal untuk mengamin. Aku sebagai orang yang setiap hari membaca puisi di kamar merasa bangga ada orang membacakan puisi rendra dalam bus meskipun kemudian menadahkan tangannya pada semua penumpang. Tampaknya mendapat apresiasi yang lumayan meski tidak besar. Kemudian ada yang menyanyikan lagu iwan fals tentang sarjana muda, pengangguran dan dosa apa negeri kami. Lagu tersebut sempat menyinggung perasaan saya, pasalnya saya adalah S1 sosiologi dan berniat mencari kerja. Pekerjaan sekarang tak mudah.

Beberapa pengamin selanjutnya biasa-biasa saja, tak ada yang asyik antara lagu dan musiknya. Di madiun lumayan dengan alat yang lumayan lengkap, artinya tidak hanya gitar, pengamin tersebut mampu membeli pralon cukup besar dan menjadikannya sebagai gendang yang menciptakan ritme yang mengasyikkan. Memasuki kota-kota selanjutnya, penumpang disuguhkan dengan cerita wayang oleh seorang pengamin tua. Aku mengira dia adalah dalang yang tidak laku. Hahaha. Bukan mengejek sih, kelihatannya memang begitu. Betapa dukanya negeri ini melihat semua itu, betapa meringisnya melihat kenyataan semua itu, sebagai jurusan sosiologi seperti tak terima dengan fakta tersebut.

Dulu sempat terbayang untuk mengumpulkan mereka dan menjadikan mereka sebagai anak-anak band bersama. Tapi hingga sekarang pikiran kotor itu belum mampu aku realisasikan sebagai bagia dari hidupku. Pernah juga sempat terbayang untuk mengundang mereka ketika acara pesta pernikahanku. Aku tahu mereka harus mendapat apresiasi yang layak dari berbagai pemegang kesempatan untuk mengubah mereka. Aku berharap mereka lebih punya kreatifitas untuk mengubah diri mereka. Menyelamatkan mereka dari berbagai ancaman jalanan. Selain pikiran itu, dalam perjalanan dari Madura-Yogya kemarin aku kembali terbayang dalam pikiranku. Para pengamin itu harus dikumpulkan diterminal, dijadikan band-band, kemudian disediakan panggung untuk pengamin-pengamin yang telah menjadi band di setiap terminal kota-kota (kabupaten). Setiap pengunjung wajib biaya masuk (Rp. …000,-) sesuai kebijakan masing-masing kota/kabupaten dari hasil tersebut diberikan pada pengamin tersebut. kaya di Surabaya dulu yang ada panggung biduannya. Tapi ini semunya hanyalah pikiran kotor seorang pengangguran. Mungkin semua orang akan menertawakan pikiran kotor tersebut.

Aku juga berharap pada mereka, agar mereka juga seperti artis-artis ngetop yang lahir dari jalanan, dari panggung ke panggung yang kemudian melahirkan lagu yang buming dalam hati masyarakat. Banyak artis lahir dari kerja keras dan serius terhadap lagu-lagunya.

Memang semua harapan dan pikiran kotor tersebut membutuhkan usaha dan kerja. Yang utama adalah kerjasama dengan pihak pengatur tata ruang negeri ini. Selamat menunaikan tugas wahai para pemangku jabatan, semoga semua orang dapat dengan legawa menertawakan ide jorok yang lahir dari rahim kecemasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun