Mohon tunggu...
Mohammad Shihab
Mohammad Shihab Mohon Tunggu... Dosen - Asisten Profesor

Mohammad Shihab adalah asisten profesor di bidang ilmu komunikasi di President University, Cikarang, Jawa Barat. Korespondensi e-mail shihab.my.id@gmail.com; website https://shihab.my.id

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Terbentuknya Kesan Politik Identitas dalam Tayangan Azan Magrib di Televisi

17 September 2023   21:02 Diperbarui: 17 September 2023   21:05 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bakal calon presiden Ganjar Pranowo belakangan ini menjadi perbincangan publik. Kali ini, politisi PDI-P tersebut muncul pada tayangan azan magrib yang disiarkan secara nasional melalui saluran TV swasta nasional RCTI dan MNCTV. Hal ini kemudian mengundang berbagai reaksi masyarakat.

Secara umum, tampilnya Ganjar pada tayangan azan magrib itu dianggap masyarakat sebagai politik identitas. Pada dasarnya, politik identitas merupakan sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu. Salah satu tujuannya adalah sebagai alat untuk menunjukkan jati dirinya (Alfaqi, 2016).

Namun, KPI menilai bahwa tayangan azan tersebut tidak mengandung pelanggaran karena berdasarkan klarifikasi kedua media tersebut, saat azan ditayangkan Ganjar bukanlah siapa-siapa. Ia hanyalah talent biasa karena tidak lagi menjadi pejabat publik.

Sayangnya, penjelasan tersebut seperti sulit diterima, apalagi di tengah situasi politik yang tengah menghangat jelang pemilu 2024. Mengapa? Saya akan coba uraikan dari perspektif ilmu komunikasi yang sederhana.

Saya teringat pada fitur komunikasi yang saya paparkan di kelas ilmu komunikasi yang saya ampu. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada audiens melalui suatu media. Proses tersebut mengalir secara sistematis dari komunikator ke audiens dan sebaliknya, dan terjadi dalam konteks. Konteks ini dapat mempengaruhi pembentukan makna.

Misalnya, saat saya di kampus, interaksi saya dengan mahasiswa dan staf terikat pada sistem aturan kampus yang profesional. Ketika di kelas, saya berkomunikasi secara formal sebagai dosen dengan mahasiswa. Di luar kelas, saya berinteraksi secara informal sebagai dosen, teman, dan bahkan rekan kerja dengan mahasiswa dan interaksi tersebut menciptakan makna. Mahasiswa tidak lagi menganggap saya dosen secara formal, tetapi sebagai teman atau kolega.

Pada kasus Ganjar di atas, Ganjar adalah komunikator yang merepresentasikan suatu pesan untuk audiens RCTI dan MNCTV. Ia memang dipresentasikan sebagai talent biasa sebagaimana talent tayangan azan pada umumnya. Hanya saja perlu diingat bahwa ada konteks lain yang sudah diciptakan sebelumnya dan Ganjar terlibat pada konteks tersebut, di mana jelang tahun politik Ganjar telah dideklarasikan secara resmi oleh partai sebagai bakal calon presiden. Perlu diingat juga bahwa RCTI dan MNCTV adalah saluran TV swasta yang pemilik grup medianya merupakan ketua umum partai politik sehingga kesan politiknya terasa sangat kental.

Dengan terciptanya konteks tersebut, maka segala aktivitas Ganjar di depan publik dipersepsikan sebagai aktivitas untuk membangun image-nya sebagai orang yang akan dicalonkan sebagai presiden pada tahun 2024 nanti. Selain itu, Ganjar juga bukan tokoh agama, ustad, ataupun imam masjid sehingga sulit memisahkan peran Ganjar sebagai talent biasa dan Ganjar sebagai politisi. Andaikan Ganjar bukan politisi serta bukan orang yang digadang-gadang secara resmi menjadi presiden, maka persepsi bahwa dia hanya talent biasa dapat diterima.

Karena itulah, sebagian masyarakat, termasuk saya sendiri, menilai bahwa komunikator yang menampilkan Ganjar pada tayangan azan tersebut adalah bagian dari strategi untuk membangun identitas politik yang spesifik. Taktik ini, bila ingin tetap dilakukan, seharusnya tidak dipertontonkan secara eksplisit di depan publik agar tidak menciptakan kesan bahwa kubu Ganjar memainkan politik identitas.

Politik identitas tidak dapat dihindarkan, tetapi harus dilakukan secara bijak dan hati-hati agar tidak menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun