Video Mario Dandy yang mengenakan pengikat kabel di tangannya sendiri tanpa bantuan petugas kepolisian viral di media sosial dan menuai reaksi publik. Peristiwa ini kemudian menciptakan kesan di mata publik bahwa Mario Dandy mendapat perlakuan khusus. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko pun buru-buru memberikan klarifikasinya. Ia menyebut bahwa video yang viral tersebut adalah hasil editan dengan menambahkan teks dan suara sehingga menciptakan persepsi yang buruk.
Alih-alih meredam persepsi negatif, penjelasan video editan tersebut malah menciptakan keriuhan yang baru. Hal ini karena netizen tampaknya sudah paham bahwa video yang beredar tersebut telah dibubuhkan dengan teks dan suara, tetapi adegan Mario Dandy memakai tali borgol sendiri itu terlihat asli dan bukan hasil editan. Klarifikasi Humas Polda Metro Jaya yang terburu-buru tersebut kemudian memperkuat persepsi publik bahwa Mario Dandy mendapatkan perlakuan khusus oleh kepolisian.
Akhirnya, pernyataan bahwa video viral Mario Dandy adalah hasil editan itu kemudian membuat Polda Metro Jaya sibuk membuat klarifikasi yang baru. Trunoyudo kemudian menjelaskan bagaimana latar belakang situasi dan konteks saat video Mario Dandy tersebut direkam. Hingga akhirnya, Kapolda Metro Jaya meminta maaf atas keriuhan yang terjadi akibat peristiwa tersebut.Â
Sikap Kapolda Metro Jaya yang meminta maaf atas keriuhan yang terjadi patut diacungi jempol. Tidak banyak pejabat kepolisian yang mau mengakui kesalahannya. Seandainya pernyataan Kadiv Humas Polda Metro Jaya tidak buru-buru menilai video Mario Dandy adalah hasil editan, Kapolda Metro Jaya mungkin tidak perlu sampai pasang badan untuk meminta maaf. Humas Polda Metro Jaya harusnya berhati-hati saat mengeluarkan pernyataan publik, terlebih pernyataan tersebut berkaitan dengan kasus Mario Dandy yang begitu disorot oleh publik.
Seorang pejabat humas harusnya memahami bahwa komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun hubungan yang baik dengan publik. Komunikasi publik yang baik selalu berdasarkan data dan fakta. Bila seorang pejabat humas belum memiliki data dan fakta yang dapat menggambarkan sebuah situasi dengan lengkap, maka janganlah langsung terburu-buru mengeluarkan klarifikasi sehingga komunikasi publik menjadi kurang efektif. Hingga kemudian klarifikasi yang prematur tersebut harus diklarifikasi kembali. Jangan sampai komunikasi publik yang asal-asalan kemudian mencoreng kepercayaan publik terhadap kepolisian yang belakangan menunjukkan hasil yang positif.
Hasil survei Indikator Politik pada tanggal 11-17 April 2023 yang lalu menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebesar 73,2 persen. Hasil positif ini juga selaras dengan survei Litbang Kompas pada Mei 2023 yang juga mencatat peningkatan citra polri yang positif di angka 61,6 persen. Ini menunjukkan bahwa masyarakat mengapresiasi berbagai langkah Kapolri untuk membenahi kinerja di institusinya.Â
Kinerja organisasi merupakan dasar dari citra dan reputasi yang baik. Selama organisasi dapat menghasilkan produk dan layanan publik yang berkualitas, publik pun akan semakin senang dengan organisasi kita; mereka akan menggunakan produk dan layanan kita dan merekomendasikan organisasi kita kepada orang lain. Karena itu, institusi Polri pun harus dapat memberikan produk hukum serta pelayanan yang prima kepada publik.Â
Menjaga reputasi kepolisian adalah tantangan yang cukup berat. Anggota Kepolisian yang terseret kasus hukum akan terus ada. Namun, bila tindakan tegas pejabat Polri untuk mendisiplinkan anggotanya diimbangi dengan komunikasi publik yang baik, saya yakin kepercayaan publik terhadap kepolisian akan semakin meningkat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H