Mohon tunggu...
Mohammad Rosul
Mohammad Rosul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berdikari dalam kampus

Pikiran Dungu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Menimbang PPN Jasa dan Barang dalam Perspektif Filsafat Hukum: Keadilan Fiskal dan Kesejahteraan Publik di Era Prabowo"

2 Januari 2025   12:30 Diperbarui: 2 Januari 2025   12:12 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam perdebatan seputar kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mencakup barang dan jasa, pandangan politik dan filsafat hukum menjadi faktor penting dalam membingkai keadilan sosial dan ekonomi. Seiring dengan keputusan Pemerintah Indonesia untuk memperluas cakupan PPN, termasuk pada sektor barang dan jasa yang sebelumnya tidak dikenakan pajak, wacana ini menarik perhatian, terlebih dalam konteks kepemimpinan Prabowo Subianto yang memegang peran penting dalam pemerintahan.

Dari sudut pandang filsafat hukum, perlu dipertanyakan apakah kebijakan ini memenuhi prinsip-prinsip keadilan yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu pandangan yang dapat diambil adalah melalui prinsip utilitarianisme, di mana kebijakan pajak harus didorong oleh tujuan untuk menghasilkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Namun, di sisi lain, prinsip keadilan distributif dari John Rawls mengingatkan kita bahwa kebijakan fiskal harus memastikan bahwa kelompok yang lebih miskin dan rentan tidak akan terbebani secara tidak proporsional.

Prabowo Subianto sebagai salah satu tokoh utama dalam pemerintahan dapat dilihat sebagai pendukung kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih berkeadilan, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara penerimaan negara dan dampaknya pada rakyat. Dalam hal ini, filsafat hukum memberi panduan untuk mengukur seberapa jauh kebijakan ini mencerminkan keadilan fiskal, apakah pajak yang dikenakan telah memperhitungkan kemampuan rakyat dalam membayar, serta apakah distribusi manfaatnya bersifat progresif atau regresif.

Pada akhirnya, kebijakan PPN barang dan jasa bukan hanya soal efisiensi fiskal, tetapi juga tentang nilai-nilai moral dan keadilan yang mendasari hukum itu sendiri. Kebijakan ini harus diukur berdasarkan sejauh mana ia mampu menciptakan kesejahteraan publik yang inklusif, bukan sekadar menjadi alat untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa memperhatikan dampak sosial yang lebih luas.

Mohammad Rosul mahasiswa stit AlIbrohimy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun