Permasalahan lingkungan yang paling banyak saat ini adalah sampah plastik. Plastik memiliki banyak keunggulan mulai dari harga yang ekonomis, tahan lama atau tidak mudah rusak, ringan serta mudah untuk didapat sehingga menjadikan penggunaan plastik semakin diminati oleh masyarakat. Peningkatan penggunaan plastik setiap tahun, mengakibatkan pencemaran lingkungan semakin tinggi.Â
Menurut Galgani (2015) hampir 95% sampah perairan didominasi oleh sampah jenis plastik, dari total sampah yang terakumulasi di sepanjang garis pantai hingga dasar laut. Sampah plastik akan mengalami degradasi di perairan yakni terurai menjadi partikel-partikel kecil plastik yang disebut mikroplastik.
Plastik merupakan polimer sintesis yang sulit terurai di alam. Untuk terurai dengan sempurna dibutuhkan waktu yang sangat lama hingga ratusan tahun (Nasution, 2015). Plastik-plastik di alam terdekomposisi oleh sinar matahari dengan melemahkan ikatan kimianya sehingga mengalami fragmentasi menjadi partikel yang berukuran milimeter dan mikrometer yang disebut dengan mikroplastik.Â
Polistirena merupakan salah satu polimer plastik yang sering ditemukan dalam bentuk mikroplastik di laut (Jangsun, 2020).
Mikroplastik adalah barang plastik kecil dengan partikel yang berukuran kecil <5 mm (Sulistyo et al., 2020). Mikroplastik primer berasal dari polimer plastik yang berukuran mikro sedangkan mikroplastik sekunder berasal dari plastik yang berukuran makro dan meso (Chattterjee dan Sharma, 2017). Bentuk dan ukurannya yang kecil serta warna nya yang transparan menjadikan nya seperti makanan fauna di perairan dan tanah.Â
Keberadaan mikroplastik di perairan sangat dipengaruhi oleh kegiatan masyarakat yang menghasilkan sampah plastik.Â
Kehadiran mikroplastik berasal dari sampah lautan yang apabila menumpuk di wilayah perairan akan menyebabkan terganggunya rantai makanan (Dewi et al., 2015). Bahaya cemaran mikroplastik bukan hanya karena fisiknya, tetapi juga zat kimia tambahan yang berada di dalamnya. Hal ini dapat menaikkan nilai kekeruhan (turbidity) perairan.Â
Bahkan, bahaya mikroplastik pada perairan dapat merambah ke seluruh tingkatan rantai makanan sehingga dapat masuk ke tubuh manusia melalui rantai makanan yang dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti kerusakan jaringan pada tubuh manusia, pertumbuhan sel kanker, serta sifatnya yang karsinogenik (Karuniastuti, 2013).
Kota Surakarta dapat dikatakan sebagai salah satu kota yang di dalamnya terdapat banyak industri seperti industri alkohol, tekstil, tahu, dan sebagainya (Darmawan dkk., 2018). Hal tersebut didukung oleh letak wilayah yang strategis yaitu berada di titik persimpangan antara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga tidak heran jika banyak pengusaha yang tertarik untuk mendirikan usaha di kota ini.Â
Namun, perkembangan perkembangan jumlah industri di Kota Surakarta disisi lain justru menimbulkan masalah baru bagi lingkungan khususnya pada sungai di Kota Surakarta yang semakin mengkhawatirkan akibat adanya pembuangan limbah secara sembarangan.Â
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tamami (2020) terdapat kurang lebih sembilan sungai dengan kondisi perairannya mengkhawatirkan yaitu Sungai Kali Pepe, Sungai Kali Anyar, Sungai Boro, Sungai Gajah Putih, Sungai Brojo, Sungai Jenes, Sungai Wingko, dan Sungai Premulung.