Dugaan Pelanggaran HAM
Oleh : Mohammad Juanda
I. Analisis Kronologis dan Tindak Pidana pada Kasus Kasmir
Akibat Kecelakaan Lalulintas (Lakalantas) Kasmir (21), warga Desa Lakatan, Kecamatan Galang, ditangkap polisi. Ia digiring ke Mapolsek Galang, selanjutnya dilakukan penahanan. Lakalantas tersebut terjadi pada Minggu, 15 Juni 2014, di Desa Sandana, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli. Pada kejadian lakalantas tersebut Kasmir disangkakan polisi sebagai penabrak, sementara korbannya bernama Aris. Dampak lakalantas tersebut, korban Aris menderita luka ringan, yakni luka lecet di bagian alisnya.
Berdasarkan KUHP Buku Kedua, Tentang Kejahatan,Bab XXI, Pasal 360, ayat 2 “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa hingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”.
Kealpaan (Culpa) seperti yang disebutkan dalam Pasal 360, ayat 2 KUHP, dalam arti luas berarti kesalahan. Alasan mengapa culpa menjadi salah satu unsure kesalahan adalah bilamana suatu keadaan, yang sedemikian membahayakan keamanan orang atau barang, atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya dan dapat diperbaiki lagi.
Jadi, suatu tindak pidana karena kealpaan, manakala adanya perbuatan yang dilakukan karena kurang berhati-hati (teledor). Contohnya mengendarai motor ngebut, sehingga menabrak pengendara lain, sehingga menyebabkan kerugian materil, luka ringan, luka berat atau meninggal dunia.
Dalam M.v.T (Memorie van Toelichting) dijelaskan bahwa dalam hal kealpaan, pada diri pelaku terdapat :a. Kekurangan pemikiran (pengetahuan akal) yang diperlukan.b. Kekurangan pengetahuan (ilmu) yang diperlukan.c. Kekurangan kebijaksanaan (bleid) yang diperlukan.
Pada umumnya, kealpaan dibedakan atas : 1. Kealpaan yang disadari (bewuste schuld)Disini si pelaku dapat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta akibatnya, akan tetapi ia percaya dan mengharap-harap bahwa akibatnya tidak akan terjadi. 2. Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld)Dalam hal ini si pelaku melakukan sesuatu yang tidak menyadari kemungkinan akan timbulnya suatu akibat, padahal seharusnya ia dapat menduga sebelumnya.
Perbedaan itu bukanlah berarti kealpaan yang disadari itu sifatnya lebih berat dari pada kealpaan yang tidak disadari. Justeru karena tanpa berfikir akan kemungkinan timbulnya akibat. Van Hattun mengatakan, bahwa “kealpaan yang disadari itu adalah suatu sebutan yang mudah untuk bagian kesadaran kemungkinan (yang ada pelaku), yang tidak merupakan dolus eventualis”.
Jadi, kealpaan sendiri merupakan pengertian yang normative bukan suatu pengertian yang menyatakan keadaan (bukan feitelijk begrip). Penentuan kealpaan seseorang harus dilakukan dari luar, harus disimpulkan dari situasi tertentu, bagaimana seharusnya si pelaku itu berbuat.
Menurut penjelasan Pasal 229 ayat (3), UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan adalah : “yang dimaksud ‘luka ringan’ adalah luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawat inap di rumah sakit atau selain yang diklasifikasikan dalam luka berat.”
Ketentuan pidana untuk pengemudi yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan tidak diatur dalam UU LLAJ. Kecelakaan lalu lintas dengan luka ringan, baru dapat ditindak jika disertai dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (3) UU LLAJ : “Dalam hal perbuatan yang dimaksudkan ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalulintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000 (delapan juta rupiah).”
II. Analisis Penangkapan dan Penahanan pada Kasus Kasmir
Dalam keterangan Anwar (orang tua Kasmir), sebanyak dua orang anggota polisi Polsek Galang, salah seorang diantaranya bernama Syamsudin mendatangi kediamannya, tepatnya Minggu, 15 Juni 2014, sekitar pukul 16.00 WITA, di Dusun Munawar, Desa Lakatan, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli. Kedatangan dua polisi itu guna menangkap Kasmir.
Menurut keterangan Anwar, dua anggota polisi Polsek Galang tidak menyertakan surat perintah penangkapan saat melakukan penangkapan terhadap Kasmir. Pada hari itu juga Kasmir dibawa ke Polsek Galang, selanjutnya ia ditahan. Penahanannya pun tidak dilengkapi dengan surat perintah penahanan.
Dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, pasal 18 ayat (1) ”Pelaksanaan tugas penangkapan, dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alas an penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.”Pasal 18 ayat (3) “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangapan dilakukan.”
Dari penjelasan pasal 18 ayat (1) dan (3), sangat jelas bahwa dalam hal melakukan penangkapan terhadap pelaku kejahatan tidak dibenarkan tanpa surat perintah penangkapan.
Dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, pasal 21 ayat (2) “penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alas an penahanan serta uraian singkat perkra kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.”
Pada pasal 21 ayat (3) disebutkan bahwa “Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagai mana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.”Sementara pada pasal 21 ayat (4) poin (a) dengan tegas disebutkan “Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.”
Dari uraian di atas menegaskan bahwa proses penangkapan harus procedural atau sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
III. Kronologis Kematian Kasmir
Menurut Anwar, pada hari penangkapan dilakukan polisi, Kasmir terlihat sehat. Bahkan pemuda yang masih berusia 21 tahun itu sempat meminta makan kepada ibunya. Namun, belum sempat ia mencicipi makanan yang dihidangkan ibunya, ia keburu dibawa polisi ke Mapolsek Galang, tanpa diberi kesempatan untuk makan.
Pada malam harinya, usai penangkapan Kasmir, sekitar pukul 20.00 WITA, Anwar ditemani isterinya bernama Halifah, dan Gunawan (adik Kasmir), serta Aco (ponakan), mendatangi Mapolsek Galang. Kedatangan mereka selain menjenguk Kasmir, mereka juga membawakan makanan. Sebab, khawatir Kasmir belum makan.
Di dalam sel tahanan, mereka melihat Kasmir sedang tidur bertelungkup.
Esok harinya, pada Senin, 16 Juni 2014, usai menjenguk korban lakalantas (Aris) di RSU Mokopido Tolitoli, Anwar tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia menyempatkan diri singgah di Mapolsek Galang, kembali menjenguk anaknya yang ditahan polisi. Sesampainya di Mapolsek Galang ia tidak lagi mendapatkan anaknya.
Menurut anggota polisi yang berjaga bahwa anaknya sudah dipulangkan. “So tidak ada bapak punya anak, so ke rumah sakit, jangan mati dalam sel karena ada kelainan,” kata Anwar meniru kalimat Syamsudin, seorang anggota polisi yang bertugas hari itu.
Saat itu, Anwar tidak langsung ke rumah sakit, melainkan ia bergegas pulang ke rumahnya, karena ia meyakini anaknya tidak dibawa ke rumah sakit, karena tidak punya ongkos berobat. Sesampainya di rumahnya, ia mendapati Kasmir dalam kondisi terbaring. Menurut Anwar, di tubuh Kasmir terdapat sejumlah luka memar berwarna biru, tepatnya di pinggang bagian belakang dan lengan, serta terdapat pula goresan panjang di pinggang bagian belakangnya.
Merasa tak kuat melihat kondisi anaknya, pada sore harinya ia memutuskan membawa Kasmir ke RSUD Mokopido Tolitoli. Sesampainya di UGD RSUD Mokopido Tolitoli, dokter yang menerima Kasmir sempat menghubung anggota polisi Mapolsek Galang bernama Syamsudin agar datang ke rumah sakit. Namun anggota polisi itu tak kunjung datang.
Kasmir meninggal dunia pada Selasa, 17 Juni 2014, setelah semalam menjalani rawat inap di RSUD Mokopido Tolitoli.
IV. Tinjauan Inprosedural Penangkapan dan Penahanan
a. Penangkapan
Jika dicermati kronologis penangkapan, kemudian kita korelasikan dengan pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP, dapat disimpulkan bahwa penangkapan Kasmir inprosedural atau cacat hukum, sebab tidak terpenuhinya syarat formil yang diatur di dalam KUHAP. Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang.
b. Penahanan
Begitupun dengan penahanannya, patut diduga inprosedural. Sebab tidak terpenuhi syarat materil maupun formil. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 21 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) poin (a).Melihat kronologis di atas, kasus Kasmir merupakan tindak pidana ringan.
Mengenai tindak pidana ringan tidak dilakukan penahanan. M Yahya Harahap dalam bukunya berjudul “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP” (2003:422), dinyatakan tindak pidana ringan ditentukan berdasarkan “ancaman pidananya”. Secara generalisasi, ancaman pidana yang menjadi ukuran dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, diatur dalam pasal 205 ayat (1) KUHAP yakni :1. Tindak pidana yang ancaman pidananya “paling lama 3 bulan” penjara atau kurungan;2. Atau denda sebanyak-banyaknya Rp7.500 dan3. “penghinaan ringan” yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP.
Jika ketentuan Pasal 205 ayat (1) KUHAP ini kemudian dikaitkan dengan ketentuan terkait penahanan pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang antaralain menyatakan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.
V. Tinjauan Pelanggaran HAM
Tindakan upaya paksa dalam bentuk penangkapan dan penahanan, pada hakekatnya dapat digolongkan sebagai tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu sebagai perampasan kebebasan manusia.
Namun demikian, apabila tindakan penangkapan dan penahanan itu dilakukan oleh pejabat penegak hukum berdasarkan undang-undang yang berlaku maka tindakan upaya paksa tersebut tidak dikualifikasikan sebagai pelanggaran HAM.
Dalam penerapan hukum pidana berlaku asas equality before of law dan precumtion of inotion. Asas ini berlaku universal. Di dalam KUHAP diatur berlakunya beberapa asas yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang terkenal dengan HAM. Salah satu rumusannya terutama “Penangkapan dan Penahanan, yang dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang.
Berdasarkan asas tersebut dapat dipahami secara jelas bahwa tindakan aparat penegak hukum terutama berkedudukan dan berfungsi sebagai penyidik dalam melakukan tindak pidana upaya paksa yang berkaitan dengan penangkapan dan penahanan pada dasarnya wajib dilakukan berdasarkan perintah tertulis dan mematuhi tata cara yang diatur dalam KUHAP.
Pada kasus Kasmir, penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat Mapolsek Galang cacat hukum atau inprosedural, karena dalam penangkapannya tidak terpenuhi syarat-syarat formil maupun materil. Olehnya, kasus Kasmir tersebut dianggap sebagai pelanggaran HAM.
…Sekian…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H