Mohon tunggu...
Mohammad Juanda
Mohammad Juanda Mohon Tunggu... -

Staf LBH Progresif Kabupaten Tolitoli

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2014, Antara Prajurit dan Rocker

21 Juni 2014   07:24 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:55 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, tulisan ini saya buat atas dasar rasionalitas, serta tanpa tekanan dari pihak manapun. Kedua, saya bukan simpatisan, pendukung, apalagi tim sukses dari kedua kandidat calon presiden RI Periode 2014-2019.

Tulisan ini saya buat bukan untuk mengupas siapa sutradara di balik pencapresan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Sebab, sudah banyak tulisan, artikel bahkan berita-berita di media massa yang telah mengupas total di balik keduanya.

Saya kira pembaca sudah banyak tau kabar-kabar kedua capres tersebut. Banyak penulis yang mengupas track record keduanya. Ada yang mengupas soal purnawirawan jendral “hijau” dan jendral NKRI, ada yang mengupas soal “tunggangan”, bahkan sampai pada ulasan “pengkafiran”.

Demam Capres kali ini membuat banyak saraf simpatisan, pendukung dan tim sukses menjadi tegang. Mereka terlibat adu mulut, debat kusir. Masing-masing menjagokan kandidatnya. Mulai dari media televisi, koran, bahkan pada jejaring sosial.

Rasional itu kamu, yang tidak rasional itu adalah mereka yang mengkotak-kotakkan pemikiran melalui agitasi dan propaganda yang justeru akan mengusik ketentraman bernegara,” kataku saat menengarai perdebatan dua kubu tim sukses capres.

Suguhan-suguhan media televisi juga ikut berperan andil dalam pengkotak-kotakan. Setiap stasiun televisi yang pro terhadap salah satu capres mencoba menggiring opini dan mempropaganda masyarakat untuk anti terhadap salah satu capres.

Senin sore kemarin, saya berdiskusi dengan kawan saya. Katanya, Prabowo cocoknya jadi presiden. namun, lanjutnya, purnawirawan jendral itu cocoknya memimpin negeri ini pada saat negara dalam keadaan perang. Alasannya, Prabowo itu adalah jendral tempur yang ahli strategi perang dan menembak, sehingga gayanya “meledak-meledak”. Beda dengan SBY, ia adalah tentara administrasi, tidak heran gayanya lamban dan teliti.

Sedangkan Jokowi, katanya, cocoknya jadi presiden pada saat negara dalam keadaan bangkrut. Tidak heran jika programnya mengurusi hak yang sudah didesentralisasi menurut konstitusi otonomi daerah. Salah satu contohnya adalah presiden mengurusi pasar-pasar tradisional dari pusat ibu kota hingga kepelosok-pelosok daerah.

Lantas saya tanya, bapak pilih mana, nomor satu apa nomor dua pada Pilpres Juli mendatang. Jawabnya santai dengan nada datar. Saya tidak memilih siapa-siapa, alias Golput. Alasannya, simpel. Rupanya ia muak dengan kondisi negara sejak Orba hingga pemerintahan reformasi. “Kita sudah pernah merasakan dipimpin oleh militer, kita juga sudah pernah dipimpin oleh sipil, sama saja,” kata kawanku ini.

Disela-sela diskusi kami, ia memberikan penekanan “Belum ada yang bisa menyaingi Soekarno,”. Tanyaku, kenapa bisa begitu. Jawabnya juga dengan nada tegas. Soekarno adalah pembebas, Soekarno adalah nabi kaum tertindas.

Kataku dalam hati, apakah masih ada orang yang seperti Soekarno di jaman ini? Ada adagium “tipe pemimpin itu lahir berdasarkan jamannya. Soekarno itu lahir dijaman penjajahan, makanya karakter yang ia miliki adalah anti-imprealis, anti-kapitalis, anti-borjuis.

Pertanyaannya hari ini adalah, apakah negara kita sedang dijajah sehingga kita harus memilih presiden yang garang, berani dan tegas. Ataukah rakyat di negeri kita dalam keadaan miskin, lapar, sehingga kita harus memilih presiden yang selalu mendengungkan program peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat, agar tidak adalagi penduduk di negeri ini yang merasakan kelaparan sistemik.

Tentunya, jawabannya terletak pada anda, selaku pemberi mandat. Jika tidak ada pilihan lain, alternatifnya adalah GOLPUT.***

Sulawesi Tengah, Sabtu 21 Juni 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun