Partai Berkarya mengikuti jejak partai prima dengan mengajukan gugatan perdata terhadap komisi pemilihan umum (KPU) di PN Jakarta pusat dengan nomor perkara 219/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst., salah satu gugatannya partai Berkarya meminta KPU menunda tahapan pemilu 2024 sampai mereka di nyatakan sebagai partai politik peserta pemilu atau sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Hal tersebut dilakukan oleh partai Berkarya lantaran PN Jakpus memenangkan gugatan yang di ajukan oleh partai prima yang saat ini  KPU menyatakan bahwa bahwa partai prima lolos dalam rekapitulasi hasil verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu tahun 2024, verifikasi administrasi perbaikan tersebut di lakukan sebagai tindak lanjut putusan Bawaslu terhadap partai prima, lolos nya partai prima tercantum dalam surat pengumuman yang di terbitkan tanggal 31 Maret 2023 dan di tandatangani oleh ketua KPU, Komisioner  KPU Idham Holik mengatakan selanjutnya KPU akan melakukan verifikasi faktual kepengurusan dan keanggotaan partai prima tingkat pusat di kantor sekretariat.
Dengan adanya putusan dari PN Jakpus dan tindak lanjut yang di lakukan oleh KPU atas putusan Bawaslu tentunya akan membuat beberapa partai lain yang di nyatakan tidak lolos dalam tahap verifikasi pemilu akan mengikuti jejak partai prima untuk menggugat KPU yang di anggap melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang telah di tegaskan dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Dan saat ini partai berkarya sudah mengikuti jejak partai prima dengan mengajukan gugatan ke PN Jakpus. Hal tersebut tentunya tidak melanggar aturan yang berlaku selama tuntutan yang di ajukan oleh partai yang merasa di rugikan tidak bertentangan dengan konstitusi, yang menjadi masalah adalah dalam salah satu gugatan partai berkarya  berisi tentang tuntutan untuk menunda pemilu sampai partai berkarya di nyatakan sebagai partai politik peserta pemilu tahun 2024 atau sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, hal ini menjadi masalah utama lantaran salah satu isi gugatan tersebut mencederai atau bertentangan dengan konstitusi yang berlaku, di mana hal tersebut telah di atur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi "Pemilihan umum di laksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali", hal ini yang menjadi landasan bahwa gugatan yang di ajukan oleh partai yang merasa di rugikan tentu nya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi yang berlaku, dan Pengadilan Negeri juga harus cermat dalam menerima dan memutus perkara karena apabila putusan tersebut bertentangan dengan konstitusi yang berlaku maka akan menyebabkan ketidaksuaian hukum di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H