Mohon tunggu...
Mohammad Hisar Silalahi
Mohammad Hisar Silalahi Mohon Tunggu... Buruh - Mantan buruh

Pernah gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keputusanku, Tatkala Mendadak Haji

9 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 9 Agustus 2019   06:23 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!

Melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Mekkah adalah rukun kelima bagi umat muslim sebagai penyempurna ibadah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala, bagi yang mampu.
Ada beberapa dalil atau ayat tentang perintah haji dalam Al Qur'an, antara lain :

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam". (QS. Ali Imran: 97).

"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,"(QS. Al-Hajj : 27).

Itulah sebabnya, menunaikan ibadah haji atau naik haji adalah impian bagi jutaan umat muslim. Namun demikian, tetap saja ada beberapa golongan yang karena alasan masing-masing belum bisa berangkat haji, antara lain :

1.Sudah mampu secara keuangan/harta tapi belum punya waktu dan kesehatan.

2.Punya badan sehat dan waktu, namun belum punya uang yang cukup.

3.Punya waktu, kesehatan dan uang, namun tidak segera menunaikan ibadah haji, baik karena menunda-nunda atau tidak ada niat sama sekali.

Selain tiga golongan di atas, sebenarnya masih ada golongan lain yang sering kita saksikan belum mau menunaikan ibadah haji dengan alasan "belum siap" misalnya. Ada juga yang berkelit dengan argumentasi konyol  "belum dipanggil" yang menurut saya adalah jawaban orang-orang yang tidak berilmu, karena Allah sudah jelas memanggil kita dalam Al Qur'an.

Golongan muslim nomor 1 di atas tentu tidak dapat disalahkan, dengan catatan apabila telah berusaha lebih dulu.

Sedangkan golongan muslim nomor 3, para ulama sering mengatakannya sebagai musibah. Ternyata ada hadist berisi ancaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam jika sengaja menunda-nunda haji, padahal mampu. Rasulullah bersabda :

"Sesungguhnya Allah Azaa wa jalla berfirman, "Sesungguhnya seorang hamba telah aku sehatkan badannya, Aku luaskan rezekinya, tetapi berlalu dari lima tahun dan dia tidak menghadiri undanganku (naik haji, karena yang berhaji disebut tamu Allah), maka sungguh dia orang yang benar-benar terhalangi (dari kebaikan).

Maaf, sedangkan pribadi saya sendiri "alhamdulillah" termasuk golongan nomor 2 : sehat, punya waktu,..tapi belum punya harta atau uang untuk biaya haji.

Karena faktor tertentu, di kantor saya adalah termasuk golongan pegawai yang "kurang beruntung" secara karir. Maka praktis itu tentu terbawa pada aspek ekonomi. Jadi secara penghasilan, ukuran keuangan saya memang belum mampu membiaya haji.

Meski pun sejujurnya saya akui, saya juga bukan seorang muslim yang patut diteladani dan sama sekali bukan ahli ibadah. Saya termasuk jarang shalat berjama'ah di masjid. Paling-paling shalat Idul Fitri, Idul Adha atau shalat tarawih saat Ramadhan.

Tapi soal berangkat haji ke tanah suci Mekkah?

Meski pun saya bukan ahli ibadah dan masih awam ilmu agama ditambah belum mampu secara harta, namun naik haji tetap sudah menjadi cita-cita dalam hidup saya.

Maka rasanya bagai disambar petir saja, tatkala sembilan tahun yang lalu dengan alasan istimewa, perusahaan nenyampaikan berita besar bahwa nama saya dipilih sebagai pegawai yang berhak naik haji secara gratis!

"Allahu Akbar..Allahu Akbar .. Allahu Akbar!" takbir itulah yang spontan keluar dari mulut sebagai tanda rasa syukur saat menerima berita itu.

Jelas tak ada alasan untuk tidak bersyukur. Bahagia? Senang? Jangan tanya lagi! Seumur hidup, inilah perasaan bahagia yang tak terlukiskan dan tiada tara.

Seisi kantor langsung menyerbu dengan ucapan selamat. Sangat wajar, karena tidak semua orang mendapat peluang emas ini.

Saat itu, andai rumah dekat kantor, saya akan langsung lari sekencang-kencangnya membawa berita "akbar" ini kepada istri dan anak-anak. Tapi itu tidaj saya lakukan karena saya pikir nanti malam saja setelah pulang kerja. Tak lain tak bukan, maksud saya adalah untuk membuat sensasi kejutan.

***

Sekali lagi, meski pun saya bukan seorang ahli ibadah, awam ilmu agama serta selama ini belum mampu secara keuangan, namun kini alhamdulillah saya telah "dimampukan". Dengan demikian, tidak ada alasan lagi untuk tidak berangkat haji. Harus segera berangkat!

Sekarang yang penting langsung daftar haji dulu ke Kantor Kementerian Agama.

Tentu saya tidak ingin termasuk ke dalam golongan orang-orang yang  "belum dipanggil". Apalagi ke dalam golongan nomor 3 di atas tadi, sebab ancamannya sudah jelas.

Tak juga ke dalam golongan "belum siap". Memang benar ilmu saya masih tipis, namun sistem pemberangkatan haji yang antri justru sekaligus memberi hikmah lain yang bagi saya sangat berharga : menjadi punya waktu untuk belajar menambah ilmu lebih dulu sebelum berangkat.

***

Berbagai dinamika selama penantian empat tahun dalam bentuk tantangan dan cobaan memang saya hadapi, termasuk antara lain tahun 2013 keberangkatan tertunda karena pemotongan kuota haji sebagai dampak renovasi Masjidil Haram. Namun alhamdulillah, akhirnya berangkat juga pada tanggal 18 September 2014 dengan Saudi Arabian Airlines sebagai calon haji Gelombang II kloter 51 dari Asrama Haji Bekasi. Allahu Akbar!

"Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni'mata laka wal mulk laa syarika lak (Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu)."

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun