Mohon tunggu...
Mohammad Hisar Silalahi
Mohammad Hisar Silalahi Mohon Tunggu... Buruh - Mantan buruh

Pernah gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keputusanku, Tatkala Mendadak Haji

9 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 9 Agustus 2019   06:23 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sesungguhnya Allah Azaa wa jalla berfirman, "Sesungguhnya seorang hamba telah aku sehatkan badannya, Aku luaskan rezekinya, tetapi berlalu dari lima tahun dan dia tidak menghadiri undanganku (naik haji, karena yang berhaji disebut tamu Allah), maka sungguh dia orang yang benar-benar terhalangi (dari kebaikan).

Maaf, sedangkan pribadi saya sendiri "alhamdulillah" termasuk golongan nomor 2 : sehat, punya waktu,..tapi belum punya harta atau uang untuk biaya haji.

Karena faktor tertentu, di kantor saya adalah termasuk golongan pegawai yang "kurang beruntung" secara karir. Maka praktis itu tentu terbawa pada aspek ekonomi. Jadi secara penghasilan, ukuran keuangan saya memang belum mampu membiaya haji.

Meski pun sejujurnya saya akui, saya juga bukan seorang muslim yang patut diteladani dan sama sekali bukan ahli ibadah. Saya termasuk jarang shalat berjama'ah di masjid. Paling-paling shalat Idul Fitri, Idul Adha atau shalat tarawih saat Ramadhan.

Tapi soal berangkat haji ke tanah suci Mekkah?

Meski pun saya bukan ahli ibadah dan masih awam ilmu agama ditambah belum mampu secara harta, namun naik haji tetap sudah menjadi cita-cita dalam hidup saya.

Maka rasanya bagai disambar petir saja, tatkala sembilan tahun yang lalu dengan alasan istimewa, perusahaan nenyampaikan berita besar bahwa nama saya dipilih sebagai pegawai yang berhak naik haji secara gratis!

"Allahu Akbar..Allahu Akbar .. Allahu Akbar!" takbir itulah yang spontan keluar dari mulut sebagai tanda rasa syukur saat menerima berita itu.

Jelas tak ada alasan untuk tidak bersyukur. Bahagia? Senang? Jangan tanya lagi! Seumur hidup, inilah perasaan bahagia yang tak terlukiskan dan tiada tara.

Seisi kantor langsung menyerbu dengan ucapan selamat. Sangat wajar, karena tidak semua orang mendapat peluang emas ini.

Saat itu, andai rumah dekat kantor, saya akan langsung lari sekencang-kencangnya membawa berita "akbar" ini kepada istri dan anak-anak. Tapi itu tidaj saya lakukan karena saya pikir nanti malam saja setelah pulang kerja. Tak lain tak bukan, maksud saya adalah untuk membuat sensasi kejutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun