Mohon tunggu...
Mohammad hijir Ismail
Mohammad hijir Ismail Mohon Tunggu... Guru - Nama saya mohammad hijir ismail panggil saja dengan nama Hijir

Aku orang yang selalu mengupdate diriku sendiri Mau tahu rutinitasku? Bangun, menjadi yang terbaik, tidur, ulangi Hidup adalah untuk membuat jati diri, bukan mencari Saya bukan master, bukan newbie juga. Cuma orang biasa Saya bukan seorang pemimpi yang ingin menjadi sukses. Tapi saya bekerja untuk menjadi sukses

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keadilan Negara bagi Korban Salah Tangkap

5 Juni 2021   12:40 Diperbarui: 5 Juni 2021   12:56 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak asing lagi ditelinga kita dan masyarakat Indonesia mengenai korban salah tangkap dari aparat keamanan (Polsek) yang menurut klaim mereka sebagai pelaku pengeroyokan Bersama-sama terhadap korban hingga tewas. Dalam proses penyelesaian perkara tersebut LBH ikut membantu dalam proses pengadilan terhadap korban salah tangkap terhadap korban yang menurut klaim aparat sebagai korban pengeroyokan.

Dalam masalah seperti ini harusnya Polsek setempat harus lebih bijaksana, teliti, independen dan tepat dalam praktek pencarian pelaku DPO pembunuhan perampokan di Jakarta selatan. Pasanya dampak yang dirasakan masyarakat sekitar atas pemburuhan pelaku DPO  dari aparat polsek setempat. Oleh karena itu perlu ada koordinasi jaminan bagi masyarakat sekitar agar tidak terjadi salah tangkap seperti masalahAndro dan kawan-kawan.

Contoh masalah salah tangkap terhadap Andro dan kawan-kawan yang sehari-hari menjalani aktivitas sebagai pengamen di kawasan Cipulir, Jakarta Selatan. Tepat malam hari sebelumnya, di tengah aktivitasnya mengais rezeki mereka mendapati seorang korban perampokan sepeda motor yang terluka. Andro bersama salah seorang rekannya, Nurdin, spontan menolong korban Dicky yang tergeletak dengan tubuh bersimbah darah.

Tak berselang lama, pihak Polsek kebayoran baru mendatangi tempat kejadian perkara (TKP). Andro dan Nurdin beserta empat kawan yang lainnya dimintai keterangan selama satu jam. Tanpa ada alasan yang jelas, mereka dibawa ke Polda Metro Jaya dan oleh pihak Polda diminta mengaku bahwa mereka yang melakukan pembunuhan terhadap Dicky. Andro harus merasakan sakitnya dipukul, ditendang, hingga disetrum bagian perutnya agar mengakui kesalahan yang sama sekali tak pernah dilakukannya.

Saat Polisi membawa Andro kembali ke TKP, perlakuan tidak pantas hingga ancaman akan dilempar ke sungai harus dialami. Waktu itu, polisi meminta Andro menyebutkan siapa saja pelaku lainnya yang turut mengeroyok korban sampai meninggal dunia. Begitu pula Nurdin, perlakuan serupa juga dialaminya sampai pada akhirnya mereka kembali diperiksa dan hasilnya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

Hingga akhirnya perkara keduanya bermuara ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sidang perdana sampai agenda pembacaan vonis berlangsung alot. Tepat 15 Januari 2014, dewi fortuna belum berpihak kepada Andro dan Nurdin lantaran pengadilan berpendapat keduanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 ayat (2) KUHP yang membuat ketuk palu hakim mengantar keduanya ke dalam penjara.

Mereka percaya masih ada secercah keadilan, hingga keduanya mengajukan upaya banding melalui tim kuasa hukumnya dari LBH Jakarta. Dan betul, usaha itu berujung manis saat majelis pada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutus keduanya tidak bersalah atas dakwaan jaksa.

Perjuangan mereka masih belum selesai. Perlakuan tidak patut dari pihak kepolisian yang membawa keduanya mendekam di balik jeruji besi membuat mereka yakin untuk meminta haknya sebagai korban salah tangkap dengan melakukan praperadilan. Dalam berkas permohonan, Andro dan Nurdin selaku pemohon minta ganti kerugian secara materil dan immateril masing-masing Rp75 juta dan Rp590 juta serta Rp80 juta dan Rp410 juta. Bila dijumlahkan totalnya mencapai Rp1 miliar.

permohonan keduanya dikabulkan oleh hakim Totok Sapto Indrato yang menerima sebagian permohonan ganti kerugian Andro dan Nurdin masing-masing Rp36 juta. Sayangnya, kemenangan Andro dan Nurdin boleh dikatakan kemenangan 'di atas kertas' semata. Sejak pertengahan tahun lalu hingga saat ini, uang ganti kerugian yang totalnya Rp72 juta belum sepeserpun cair. Padahal menurut Pasal 11 tentang Perubahan Kedua atas tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pembayaran ganti kerugian dilakukan Menteri Keuangan paling lama 14 hari kerja sejak tanggal permohonan ganti kerugian.

Beragam upaya telah ia tempuh mulai dari menemui Ketua PN Jakarta Selatan serta Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan hingga bersurat ke Kementerian Keuangan, namun hasilnya masih nihil. Marni terus menerus mendapat jawaban normatif bahkan '' seperti layaknya bola dalam permainan tenis meja". Namun ia tak gentar sedikitpun, rasa penasarannya masih terlihat jelas dari sorot matanya Didampingi dua pengacara publik dari LBH Jakarta.

hingga akhirnya kerugian tersebut dikabulkan melalui butir-butir amanat tentang keadilan bagi seluruh rakyat indonesia yang harus dijalankan oleh Pemerintah negara Republik Indonesia melalui Menteri Keuangan yang bekerja sama dengan Kejaksaan negeri jakarta, untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp36 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun