Mohon tunggu...
Mohammad Hairil Anwar
Mohammad Hairil Anwar Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Praktik Prinsip Pendidikan yang Memerdekakan

2 November 2023   10:35 Diperbarui: 2 November 2023   10:44 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen membuat permainan tradisional di Museum - Dok. pribadi

Mendengar kata merdeka tentu saja benak kita langsung terbayang pada sebuah kondisi yang bebas dari tekan atau suatu belenggu tertentu. Namun apa jadinya ketika Bahasa ini kemudian kita temukan dalam dunia pendidikan misalnya dengan ungkapan pendidikan yang memerdekakan ? Pendidikan yang menghamba pada murid ? jujur saja sebagai seorang guru, Bahasa ini awalnya cukup asing bagi saya. Tanpa literasi yang cukupdan ruang kolaborasi yang baik, rasanya tidak salah ketika kemudian merdeka belajar dimaknai sebagai kondisi yang sangat menyenangkan bagi murid, yaitu murid bebas berbuat apa saja di sekolah, murid boleh bertindak apa saja di sekolah tanpa ada yang bisa melarang.

Ternyata pandangan saya yang demikian salah. Setelah mengikuti program pendidikan guru penggerak di angkatan 5, saya baru menyadari tentang konsep pendidikan yang memerdekakan sesungguhnya. Sebenarnya konsep pendidikan ini merupakan pandangan tokoh pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Menurut beliau, pendidikan harus memiliki tujuan untuk menuntun murid menemukan jati dirinya, kemandiriannya, sehingga kemudian pada akhirnya dia sadar tentang hak dan kewajibannya sebagai manusia individu dan sebagai mahluk sosial.

Sebagai seorang guru penggerak saya mulai mampu menumbuhkan motivasi internal murid dalam menciptakan suasana kesenangan belajar. Saya bisa menciptakan suasana agar mereka bisa belajar tanpa ada paksaan dan tuntutan ketercapaian materi dalam buku teks dan kurikulum. Saya memberikan kesempatan agar mereka merefleksikan apa tujuan belajar sesuai harapan dan cita-cita mereka kelak. Saya menuntun mereka agar kelak mampu berkontribusi nyata pada masyarakat sesuai dengan kompetensinya masing-masing.

Saya mengajak mereka untuk berpikir tentang apa tujuan mereka sekolah dan apa yang akan mereka peroleh saat mereka ada di sekolah. Pemikiran ini saya anggap merupakan pemikiran yang selaras dengan upaya pendidikan yang memerdekakan. Praktik yang sudah saya laksanakan diantaranya mengajak murid belajar di luar kelas. Saya mengajak mereka berkunjung ke museum dan untuk pemilihan waktu, mereka sendiri yang membuat kesepakatan untuk menentukan waktunya. Ternyata mereka lebih memilih pada hari Sabtu, karena mereka beralasan ingin menikmati waktu libur sekolah dengan kegiatan-kegiatan yang menurut mereka bermanfaat, yaitu belajar memperkaya ilmu.

Selain belajar diluar ruang kelas, adakalanya saat mempelajari tema-tema tertentu saua langsung mengajak mereka belajar kepada praktisi atau ahlinya. Kegiatan kolaborasi ini merupakan salah satu trik yang saya lakukan agar pembelajaran tidak membosankan dan murid-murid mendapatkan hal-hal baru yang menurut saya bisa memotivasi mereka untuk aktif berperan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan kolaborasi saya lakukan dengan melibatkan praktisi atau ahli diantaranya dari pelaku seni dan budaya, perguruan tinggi, organisasi profesi ataupun instansi pemerintahan yang lain.

Dokumen membuat permainan tradisional di Museum - Dok. pribadi
Dokumen membuat permainan tradisional di Museum - Dok. pribadi

Ternyata dalam menjalankan kegiatan pembelajaran yang memerdekakan, kita akan menemui tantangan-tantangan yang akan kita hadapi. Tantangan terberat adalah motivasi internal. Saat ingin melakukan prakarsa perubahan, terkadang kita dihadapkan pada situasi diri dimana kita tiba-tiba menjadi bosan, berpikir pragmatis dan enggan berpikir tentang kondisi pendidikan saat ini. Hal ini secara perlahan-lahan saya buang dengan cara menciptakan suasana hati yang selalu riang dalam menjalankan kegiatan pembelajaran.

Kebiasaan untuk enggan bergeser dari zona nyaman juga mulai secara perlahan-lahan harus saya buang. Saya harus menyadari bahwa perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bisa kita hendari. Sehingga yang harus kita lakukan adalah kita yang beradaptasi dengan kondisi itu. Kita bukan malah tetaap bersantai di zona nyaman kita dengan memupuk gaya berpikir konvensional.

Kebiasaan menilai buruk pendidikan orang tua dan masyarakat juga harus saya hilangkan. Seringnya saya temui murid-murid bermasalah pada pola pendidikan di rumah dan masyarakat acap kali menimbulkan pola pemikiran cuek kita pada murid kita. Kita justru berpikir bahwa memperbaiki pendidikan anak buan hanya tugas kita. Pemikiran ini harus mulai kita buang, kita justru harus melihat bahwa murid dalam pendidikan kita adalah tempat bersemainya benih-benih bersemainya kebudayaan. Apa kita tanam, itulah yang akan kita tuai kelak, sehingga segala hal kurang baik pada diri kita harus dibuang karena ini bisa menjadi contoh yang tidak baik bagi murid-murid kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun