Kerap kita saksikan dalam berbagai kesempatan tentang demonstrasi memecahkan benda keras (tameshiwari) yang dilakukan para karateka. Memecahkan tumpukan batu bata, balok es, atau beton dengan tangan kosong adalah penampilan yang sangat memukau hingga muncul asumsi bagi kebanyakan bahwa pencapaian seseorang dalam belajar karate diukur dari kehebatannya dalam tameshiwari semata.
Miskonsepsi ini sebenarnya sudah kerap ditemukan sejak dahulu dan menjadi perhatian maestro karate Gichin Funakoshi dalam otobiografinya “Karate Do My Way of Life”. Hal ini disebabkan beliau kerap bertemu dengan kalangan awam yang bertanya, “Anda adalah ahli karate, tolong jelaskan benarkah seorang karateka dapat meremukkan batu dengan tangan kosong?”
Dalam satu kesempatan Funakoshi sensei pernah mendapat penjelasan metode mengubah jari-jari tangan untuk menjadi sangat keras hingga dapat dipakai untuk menembus tubuh manusia. Seseorang harus mengkondisikan jari-jarinya dengan menggunakan sebuah wadah yang diisi dengan biji-bijian. Kemudian melakukan tusukan jari (nukite) ribuan kali hingga tangannya terluka. Tahap ini berlanjut dengan menggunakan tusukan nukite ke dalam pasir, hingga bijih logam. Prinsipnya sederhana, yaitu secara bertahap menghilangkan sensasi nyeri saraf di tangan dengan mengkondisikan tangan menghadapi resistensi dari objek yang lunak hingga yang keras.
Pembentukan kalus hasil dari penempaan pada bagian Seiken
Ada juga sebagian yang menjalani penempaan fisik untuk meningkatkan kekuatan cengkeramannya. Caranya dengan mencengkeram benda berat dan mengayunkan kesana kemari. Mereka meyakini bahwa dengan latihan ini, seseorang akan mampu mencabik daging manusia dari tulangnya.
Funakoshi sensei tidak menafikan adanya kesaktian atau ilmu kebal karena dia menyaksikan gurunya, master Itosu, mampu meremukkan batang pohon bambu dengan jemari tangannya. Kekuatan fisik yang dimiliki master Itosu sebenarnya bakat alami yang sudah diperoleh tanpa menjalani latihan khusus. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang hebat, siapapun juga bisa melakukan hal serupa setelah menjalani latihan tertentu. Tetapi master Funakoshi memastikan bahwa sekeras apapun latihan yang dijalani seseorang untuk menjadi sakti, toh kemampuan manusia tetap ada batasnya.
Segala kesaktian tersebut tidak lebih sekedar bukti bahwa manusia bisa menciptakan perubahan dirinya melalui kerja keras, sama sekali bukan hal yang ajaib dan semua orang juga mampu melakukannya. Hanya kulit luar karate dan sama sekali belum menyentuh spirit karatedo. Orang yang semata terobsesi untuk meremukkan tumpukan batu bata atau kebal pukul tidak akan bisa paham esensi karatedo.
“There is nothing extraordinary about such accomplishment....” --Gichin Funakoshi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H