Mohon tunggu...
Mohammad Akib
Mohammad Akib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar menjadi manusia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menimbang Esensi Santri di Tengah Modernitas Peradaban

22 Oktober 2022   16:54 Diperbarui: 23 Oktober 2022   13:18 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari ini, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Suatu hari yang cukup bersejarah bagi santri bahkan bagi bangsa Indonesia. 

Tanggal 22 Oktober memiliki latar belakang sejarah yang cukup relevan apabila tanggal tersebut dijadikan suatu hari peringatan nasional. Mari kita intip sedikit kenapa tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional.

Pada saat itu kondisi Indonesia memanas pasca kemerdekaan karena penjajah kembali ke tanah air dengan membawa bala sekutunya. Tanggal 21-22 Oktober 1945, para ulama NU merespon dengan cepat kondisi yang tengah dihadapi dengan mengadakan rapat besar di Bubutan, Surabaya. Rapat besar tersebut dihadiri oleh delegasi ulama seluruh Jawa dan Madura.

Dari hasil dari musyawarah tersebut, KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan suatu fatwa yang kita kenal dengan nama Resolusi Jihad.

Resolusi Jihad di umumkan pada tanggal 22 Oktober 1945 yang berisi 2 poin yakni memohon dengan sangat kepada pemerintah Indonesia untuk segera menentukan sikap dan tindakan nyata terhadap penjajah yang membahayakan bangsa dan menyerukan perjuangan yang bersifat sabilillah untuk tegaknya Negara Republik Indonesia dan Agama Islam.

Kemudian, pada 15 oktober 2015 di Masjid Istiqlal Jakarta. Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 yang menetapkan bahwa tanggal 22 Oktober sebagai peringatan Hari Santri Nasional. Dapat menjadi kesimpulan bagi kita bahwa kontribusi santri dan ulama kepada bangsa tidak dapat diragukan.

Tentang kata santri, sebenarnya siapa sih santri itu? Seorang dengan gaya yang khas, sarungan, pakai kopyah atau mondok? Hmm. Mengutip dari perkataan Gus Mus, santri adalah mereka yang bukan mondok saja, tapi siapapun yang memiliki akhlak santri ia adalah santri. Jadi, meskipun ia secara fisik tidak bermukim di pondok pesantren tetapi ia memiliki akhlak mulia layaknya santri yang mukim, maka ia santri.

Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa esensi utama dari santri adalah akhlak yang mulia. Telah banyak disinggung bahwa akhlak berada diatasnya ilmu. Siapapun yang berilmu tapi tidak berakhlak berarti ia belum berilmu, karena ilmunya belum masuk, hanya sebatas sampai ucapan, belum ia pahami dan transformasikan dalam bentuk perilaku.

Akan sangat aneh jika ada yang melabeli dirinya santri dan berpakaian selayaknya santri namun perilaku amat jauh dari akhlak mulia santri. Inilah pentingnya memahami tentang esensi yang terkandung bukan identitas atau pakaian yang mendukung.

Santri memiliki value dan kemampuan yang tidak bisa dipandang sebelah mata seperti keilmuan keagamaan, intelektual, spiritual, dan nasionalisme kebangsaan. Dengan dasar bekal tersebut santri dapat menjadi penerus tongkat estafet para pemikir dan pejuang Islam di masa depan.

Meski santri ditempa secara intensif di pesantren dengan pelajaran agama. Namun, jangan sampai meninggalkan pembaruan yang sedang berkembang. Seperti halnya teknologi yang menjadi tumpuan utama pada saat ini. Sekarang telah banyak pondok pesantren yang memberikan skill tambahan kepada para santri supaya cakap berinovasi ketika keluar.

Santri harus senantiasa berjuang ketika ia keluar dari lingkungan pesantren, karena lingkungan luar pesantren sungguh berbeda dengan yang ada di pesantren. Ujian akan lebih berat karena harus mengimplementasikan keseluruhan apa yang telah ia dapatkan di pondok pesantren.

Inilah tantangan bagi santri ditengah modernitas zaman yang terus berkembang dengan pesat. Yang mengharuskan santri mampu beradaptasi dengan perkembangan yang ada tanpa meninggalkan keilmuan ataupun akhlak mulianya.

Peringatan Hari Santri Nasional bukan hanya menjadi sebatas seremonial belaka yang setiap tahun kita peringati. Akan tetapi, menjadi suatu refleksi bagi kita bersama agar senantiasa menanamkan jiwa santri dan berperilaku mulia layaknya santri.

Santri tidak usah terburu buru mengikuti banyak orang yang krisis eksistensi. Cukup dengan mengamalkan keilmuan dan akhlak yang mulia, santri tidak akan kehilangan eksistensi hanya karena mempertahankan esensi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun