Saat liburan akhir semester sekolah, Aku dan keluargaku memutuskan untuk mengunjungi desa kakek. Desa yang terkenal dengan sawah dan tambaknya. Namun, ada satu hal yang paling aku nantikan berburu burung kuntul bersama kakek.
Kakek adalah seorang petani, peternak ikan tambak dan seorang pemburu. Sejak kecil, aku sering mendengar cerita tentang bagaimana kakek berburu di sekitar sungai, mencari burung-burung yang terbang rendah, atau bersembunyi di rawa-rawa yang tenang. Burung kuntul, dengan tubuhnya yang ramping dan bulu putih bersih, selalu menjadi sasaran utama kakek.
Saat itu hari minggu pagi sekitar jam 5, udara sejuk saat kami bersiap. Kakek mengenakan topi rimba dengan motif lorak-larik dan membawa senapan angin dengan teleskop magnifikasi 4 miliknya. Kami berjalan perlahan menuju rawa-rawa yang biasanya menjadi tempat burung kuntul berkumpul. Kakek mengingatkan agar tetap berjalan dengan hati-hati, supaya tidak mengganggu burung yang sedang terbang atau beristirahat di dekat air.
"Berburu itu bukan soal menembak, tapi memahami alam. Kamu harus sabar dan belajar membaca tanda-tanda yang diberikan oleh alam." kata kakek dengan suara rendah.
Kami duduk di tepi rawa, bersembunyi di balik semak-semak. Kakek mengajarkan cara mengamati jejak-jejak burung, cara mendengarkan suara-suara sekitar, dan bagaimana mengetahui arah terbang burung dari pergerakan angin.Â
Setelah beberapa waktu, kakek memberi isyarat. Di kejauhan, tampak sekelompok burung kuntul terbang rendah, melintasi sungai. Kami bergerak pelan, mengikuti arahnya. Dengan sabar, kakek menunggu hingga burung-burung itu cukup dekat. Dengan keahlian yang sudah terasah bertahun-tahun, kakek menembak dengan tepat.
Meski aku belum cukup berpengalaman untuk menembak, kakek memberi aku kesempatan untuk mencoba. Dengan penuh perhatian, ia mengajarkan cara memegang senapan, cara menargetkan, dan bagaimana menjaga ketenangan. Meskipun aku tidak berhasil menembak, kakek memberiku tepukan di pundak dan berkata, "Kamu sudah cukup bagus. Yang penting adalah hati yang sabar"
Hari itu berakhir dengan penuh kebahagiaan, meskipun hanya sedikit burung yang kami dapatkan. Aku tidak hanya belajar cara berburu, tetapi juga pelajaran hidup yang lebih dalam untuk menghargai alam, kesabaran, dan hubungan yang kuat antara manusia dan alam sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H