IHSG) adalah barometer utama pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG anjlok 1,75% ke posisi 6.714,52, dengan nilai transaksi Rp10,02 triliun dan volume perdagangan mencapai 18,56 miliar saham. Sebanyak 397 saham jatuh, 153 saham naik, dan 200 saham stagnan. Pelemahan IHSG sebesar 1,75% kemarin adalah yang terdalam sejak 14 Maret 2023 atau tujuh bulan terakhir. Pada tanggal tersebut, IHSG ambruk 2,14% karena imbas krisis perbankan di Amerika Serikat.
Indeks Harga Saham Gabungan (Saham duo raksasa bursa, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), mengalami net sell asing terbesar selama Kamis (26/10), yakni masing-masing Rp852,7 miliar dan Rp206,9 miliar. Saham bank besar lainnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), juga mencatatkan net sell Rp176,0 miliar pada Kamis. Ketiga saham tersebut, yang merupakan 4 besar kapitalisasi pasar terbesar (market cap), kompak turun, yang menjadi pemberat utama IHSG pada Kamis. Saham BBRI ambles 4,93%, BBCA melemah 1,69%, dan BMRI merosot 2,56%. Saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan GOTO juga terkena aksi lego asing, secara berturut-turut sebesar Rp88,42 miliar dan Rp82,2 miliar di pasar reguler. Saham TLKM tersungkur 3,33% dan GOTO ambrol 5,00%.
Anjloknya IHSG bisa disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya mungkin termasuk ketidakpastian politik, gejolak ekonomi global, kinerja perusahaan yang kurang memuaskan, atau bahkan isu-isu sosial yang memengaruhi pasar. Faktor lain termasuk kondisi ekonomi yang memburuk, seperti pertumbuhan ekonomi yang melambat atau resesi. Jika perusahaan mengalami penurunan kinerja atau ketidakpastian ekonomi meningkat, investor mungkin merasa tidak yakin dan memilih untuk menjauhi pasar saham.
Peristiwa geopolitik, seperti konflik atau krisis politik, juga dapat menciptakan ketidakpastian dan menurunkan kepercayaan investor, yang dapat tercermin dalam penurunan IHSG. Selain itu, kebijakan suku bunga oleh bank sentral dan perubahan dalam faktor ekonomi makro lainnya juga dapat memainkan peran dalam pergerakan IHSG.
Ingatlah, pasar saham sangat kompleks, dan penurunan IHSG biasanya merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor yang saling terkait. Beberapa faktor umumnya termasuk kondisi ekonomi global, kebijakan pemerintah, kinerja perusahaan, dan sentimen pasar.
Kondisi Ekonomi Global
Ketidakstabilan ekonomi di pasar global bisa berdampak besar pada IHSG karena pasar keuangan Indonesia sangat terhubung dengan pasar global. Jika terjadi resesi atau krisis keuangan di negara-negara utama, investor cenderung melakukan penarikan investasi dari pasar saham yang lebih berisiko, termasuk Indonesia. Ini dapat menyebabkan penurunan nilai IHSG karena adanya kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi, laba perusahaan, dan prospek investasi di Indonesia.
Beberapa faktor yang umumnya berkontribusi terhadap penurunan IHSG melibatkan kondisi ekonomi global yang merosot. Misalnya, resesi ekonomi di negara-negara utama dapat mengurangi permintaan terhadap produk dan layanan Indonesia, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dan IHSG. Faktor lainnya termasuk gejolak pasar keuangan global, perubahan kebijakan moneter di negara-negara maju, konflik geopolitik, dan lain sebagainya. Semua ini dapat menciptakan ketidakpastian dan menurunkan kepercayaan investor, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja pasar saham.
Selain itu, penurunan permintaan global terhadap komoditas yang diekspor oleh Indonesia, seperti minyak, batu bara, dan kelapa sawit, juga dapat mempengaruhi perusahaan-perusahaan yang terkait, mengurangi pendapatan dan laba mereka. Ini bisa menciptakan tekanan tambahan pada IHSG.
Keputusan pemerintah terkait kebijakan ekonomi, pajak, atau regulasi pasar modal bisa berdampak besar pada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Misalnya, kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kepercayaan investor, mendorong investasi, dan membuat pasar saham mengalami kenaikan. Sebaliknya, kebijakan yang dianggap merugikan atau tidak stabil dapat menimbulkan ketidakpastian, membuat investor enggan berinvestasi, dan mengakibatkan penurunan IHSG.