Mohon tunggu...
Mohammad Sofyan
Mohammad Sofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Programer Penelitian Sosial Ekonomi

Programer Penelitian Sosial Ekonomi CV ODIS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketahanan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta

11 April 2022   22:00 Diperbarui: 11 April 2022   22:02 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketahanan ekonomi masyarakat dengan 3 indikatornya, yaitu: Pangan, Kemiskinan dan Tenaga Kerja. Dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang pangan yang menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ada 4 faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan yaitu:

  • Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup. Hal ini mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
  • Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman. Dalam artian bebas dari pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang membahayakan kesehatan manusia.
  • Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, yaitu pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
  • Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau yakni pangan yang mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pertumbuhan jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 menurun sebesar 2,68%, namun meningkat drastis di tahun 2020 sebesar 37,13%. Ditahun 2021 menurun menjadi 0,29%, dan ditahun 2022 jumlah penduduk miskin di prediksi menjadi 499.780 atau meningkat sebesar 1,6%.

Tenaga kerja dengan indicator Tingkat Pengangguran Terbuka adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak bekerja sama sekali. Pengangguran terbuka terdiri dari mereka yang sedang aktif mencari pekerjaan, mereka yang sedang mempersiapkan usaha namun usahanya belum mulai berjalan, mereka yang sengaja tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkannya, dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab penggangguran terbuka antara lain tidak tersedianya lapangan kerja, penurunan kegiatan ekonomi dan ketidakcocokan antara kesempatan kerja dengan latar belakang pendidikan pelamar. Pertumbuhan tingkat pengangguran terbuka di tahun 2019 sebesar 4,81%, ditahun 2020 meningkat drastis sebesar 67,43%, tahun 2021 menurun menjadi 22,37%, sedangkan di tahun 2022 tingkat pengangguran terbuka di prediksi sebesar 6,05% atau menurun sebesar 28,82%.

Pertumbuhan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 sebesar 8,03%, di tahun 2020 meningkat menjadi sebesar 8,28%, ditahun 2021 menuru menjadi 3,49, dan ditahun 2022 UMP DKI Jakarta sebesar 4.641.854 atau meningkat sebesar 5,11%.

Pertumbuhan Inflasi di Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 menurun sebesar 1,22%, di tahun 2020 menurun drastis sebesar 50,77%, ditahun 2021 meningkat menjadi -3,775, dan ditahun 2022 tingkat inflasi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 1,60% atau meningkat sebesar 4,58%. Peningkatan inflasi tersebut disebabkan karena meningkatnya harga berbagai kebutuhan pokok menjelang romadhon dan idul fitri tahun ini. Dengan tingkat inflasi sebesar 1,60% ini diprediksi menjadi deflasi, yang menyebabkann daya beli masyarakat menurun, yang disebabkan pertumbuhan ekonomi ditahun 2021 yang sempat menurun di angka 248,95%. Namun seiring dengan pertumbuhan PDRB per kapita, diharapkan di tahun 2022 ini tidak terjadi deflasi.

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 sebesar -5,67%, di tahun 2020 menurun drastis menjadi sebesar -141,07%, ditahun 2021 menurun menjadi -248,95% dan ditahun 2022 pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta sebesar 5,30% atau meningkat sebesar 48,88%.

Pertumbuhan PDRB Perkapita berdasarkan harga konstan DKI Jakarta tahun 2019 sebesar 165,8%, di tahun 2020 menurun 2,7%, ditahun 2021 meningkat 2,9%, dan ditahun 2022 PDRB Perkapita berdasarkan harga konstan Provinsi DKI Jakarta sebesar 184.235 atau meningkat sebesar 5,3%.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun