Mohon tunggu...
Mohammad Sofyan
Mohammad Sofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Programer Penelitian Sosial Ekonomi

Programer Penelitian Sosial Ekonomi CV ODIS

Selanjutnya

Tutup

Money

Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Luar Negeri

31 Mei 2021   06:00 Diperbarui: 31 Mei 2021   06:23 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu faktor penarik yang menyebabkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri adalah upah yang lebih tinggi. Faktor lain adalah faktor pendorong yang ada di dalam negeri yaitu situasi pasar tenaga kerja domestik yang kelebihan supply. Situasi ketenagakerjaan di Indonesia masih ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran terbuka dan masih lambatnya daya serap tenaga kerja di lapangan kerja formal. Lapangan kerja yang cukup tersedia adalah di sektor informal. Lapangan kerja di sektor informal umumnya dicirikan dengan produktivitas dan pendapatan yang rendah. Rendahnya produktivitas dan pendapatan menjadi penyebab utama tenaga kerja mencari alternatif lain, yakni bekerja di luar negeri.

Beberapa wilayah yang menjadi pengirim terbesar PMI ke luar negeri dan dikenal dengan istilah "Daerah Kantong PMI". Terdapat enam Provinsi yang merupakan wilayah Kantong PMI terbesar pada Jawa Timur (70.381), Jawa Tengah (61.434), Jawa Barat (57.230), Nusa Tenggara Barat (32.557), Lampung (18.843), dan Sumatera Utara (17.993).

Sampai tahun 2018, pengiriman PMI ke luar negeri masih didominasi ke negara tujuan Malaysia, Hongkong, Taiwan, Singapore, dan Saudi Arabia untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan, seperti domestic worker, caregiver, operator, worker, dan plantation worker oleh tenaga kerja wanita.  Banyaknya PMI yang bekerja di sektor informal yang berpendidikan rendah (=< SLTA), mengundang banyak permasalahan terutama menyangkut perlindungan terhadap hak-haknya sebagai pekerja serta kondisi kerja eksploitatif di luar negeri.

Terlepas dari permasalahan yang dihadapi tersebut, pengiriman PMI untuk bekerja di luar negeri mempunyai arti yang signifikan dalam konteks lokal terutama dilihat dari besarnya aliran remitansi (remittances) yang masuk ke daerah-daerah asal PMI  tersebut dan kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja di daerah asal PMI. Dalam konteks lokal (di tingkat daerah) pengiriman tenaga kerja ke luar negeri mempunyai arti untuk pemerataan lapangan kerja, perluasan kesempatan kerja dan sebagai penghasil devisa (eksport jasa). Karena itu, pengiriman PMI untuk bekerja di luar negeri diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga dan juga perekonomian di daerah asal PMI, serta mengatasi masalah ketenagakerjaan (pengangguran). 

Sejalan dengan era perdagangan bebas dan investasi bebas, arus migrasi tenaga kerja internasional akan semakin deras. Pindahnya tenaga kerja dari satu negara ke negara lain akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial, politik yang ada di negara-negara tersebut. Saat ini pentingnya buruh migran yang memiliki keterampilan dalam rangka persaingan di era globalisasi. Mobilitas tenaga kerja yang bertumpu pada sumber daya manusia berkualitas menjadi faktor penentu keberhasilan suatu bangsa dalam persaingan global tersebut. Menghadapi tantangan demikian, Indonesia sebagai salah satu negara yang selama ini banyak menempatkan tenaga kerjanya ke negara lain tentu saja perlu meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif sumber daya manusianya agar dapat merebut keunggulan di antara negara-negara penempatan tenaga kerja. Tetapi suatu realitas yang sulit untuk ditutupi, bahwa banyak diantara buruh Indonesia yang tidak memiliki keterampilan karena rendahnya tingkat pendidikan serta mereka memerlukan hak untuk mencari nafkah di negeri sendiri, bahkan hak untuk mencari hidup di negara lain sekalipun.

Pemerintah berkepentingan mengatur arus migrasi tenaga kerja internasional  manakala proses migrasi tersebut telah mengganggu perkembangan ekonomi nasional. Sampai saat ini Indonesia masih tergolong dalam negara pengirim (eksportir) tenaga kerja. Dilihat dari arus ke luar dan masuk tenaga kerja di Indonesia, maka jumlah pengiriman tenaga kerja ke luar negeri jauh melampaui jumlah tenaga kerja asing yang berada di Indonesia.

Banyak ahli melihat bahwa kebijaksanaan pembatasan pengiriman PMI akan memacu meningkatnya tenaga kerja tidak resmi (ilegal) dari Indonesia. Besarnya minat tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri, di samping karena rendahnya kesempatan kerja di dalam negeri, juga disebabkan tingginya perbedaan tingkat upah. Oleh karena itu, selama perbedaan upah antara di Indonesia dengan di negara lain masih mencolok, pembatasan pengiriman tenaga kerja dirasakan kurang efektif. Karena itu selama kebijakan pengupahan masih lemah, serta kebijakan pembangunan perekonomian yang memihak rakyat masih gagal dilakukan oleh pemerintah, maka pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, baik yang terdidik (skilled) maupun yang tidak terdidik (unskilled) memiliki argumentasi yang cukup rasional.

Permasalahan mengenai ketenagakerjaan sering menjadi isu sentral baik bagi  pimpinan daerah ataupun negara. Hal ini terkait dengan bagaimana suatu wilayah bisa mensejahterakan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja di sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Apabila angka pengangguran di suatu wilayah sangat tinggi, maka dampak turunan yang terjadi adalah tingkat kejahatan semakin tinggi pula. Penekanan tingkat pengangguran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan atau program kerja pemerintah. Terkait dengan penyediaan lapangan kerja, sampai saat ini sektor pertanian masih merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja yang cukup besar, yaitu kurang lebih 35% tenaga kerja bisa terserap di sektor ini. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih tergolong sebagai negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai basis pekerjaan sebagian besar penduduk Indonesia.

Permasalahan tenaga kerja harus disikapi dengan cara meningkatkan investasi pada sektor-sektor yang padat karya dibandingkan dengan padat modal sehingga tenaga-tanaga kerja akan mampu diserap oleh sektor-sektor yang berpotensi tersebut. Pemerintah daerah seharusnya mampu memproyeksikan sektor-sektor mana yang memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar sehingga tingkat pengangguran dapat diminimalisir melalui penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor tersebut. Sektor yang menjadi acuan utama dalam pembangunan ekonomi  daerah harus bisa menjadi acuan dalam penyerapan tenaga kerja. Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi di Indonesia, ada beberapa pengelompokan bidang atau sektor yang meliputi; pertanian, pertambangan, industri, listrik, bangunan, perdangangan, transportasi, keuangan, dan jasa dimana sektor inilah yang banyak menyerap tenaga kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun