Tindak pidana korupsi tidak hanya terjadi di pemerintahan pusat. Pada tataran pemerintah desa pun tidak luput dari aksi tidak terpuji ini. Dua hari yang lalu saya melihat berita berjudul: "Kades, Bendahara, Sekretaris Desa Kompak Korupsi Dana Desa".Â
Sebenarnya tidak aneh lagi sekarang mendengar berita semacam itu. Sudah tidak terhitung lagi berapa kasus korupsi Dana Desa terjadi. Gelontoran anggaran dari pemerintah pusat ini memang terasa "empuk" dan menggiurkan. Dengan rata-rata anggaran satu milyar yang didapat tentu ada pula pihak-pihak yang ingin mendapatkan cipratannya.
Ada berbagai modus yang dilakukan untuk untuk mengambil keuntungan. Misalnya kegiatan dan pekerjaan fiktif, volume yang tidak sesuai, kelebihan pembayaran, manipulasi harga, sampai pembelian bahan bangunan yang tidak standar.
Lalu ketika Dana Desa dikorupsi, itu salah siapa? Kalau melihat kasus diatas sudah dijelaskan kalau aksi ini merupakan murni "kolaborasi" antara kepala desa dengan pemegang roda pemerintahan desa yaitu sekretaris dan bendahara desa.Â
Mereka sudah kongkalikong untuk berbuat jahat. Biasanya memang ketiga aparat inilah yang paling mengetahui tentang keuangan, perencanaan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan, sekretaris desa yang mengetahui seluk beluk anggaran, dan bendahara desa yang mengurusi bagian keuangan.
Ada kalanya juga dilakukan oleh satu orang oknum. Kebanyakan dalam hal ini yang sering terjadi pada kepala desa. Kadang ada kades otoriter, semua keputusan harus dari dirinya. Sebagaimana kita tahu tidak seperti perangkat desa, kepala desa merupakan jabatan politis. Ia terpilih melalui pemilihan langsung.Â
Untuk mencalonkan diri dalam ajang Pilkades tentu membutuhkan logistik yang tidak sedikit juga. Bisa jadi duit hasil korupsi dana desa bisa juga untuk menutup biaya pencalonannya. Hal ini menjadi hal yang lumrah terjadi pada pilkada maupun pileg. Istilah sekarang mungkin untuk balik modal.
Karena lewat mekanisme pemilihan, siapapun yang menang dialah yang berkuasa. Entah dia orang yang paham tentang pemerintahan atau sama sekali tidak paham.Â
Kadang ada kades yang menggunakan jabatannya untuk mengintimidasi bawahannya. Yang tidak mau mengikuti perintah akan disingkirkan. Banyak tergiur dengan besarnya anggaran Dana Desa maupun dana lainnya (ADD, Bantuan Keuangan Kabupaten-Provinsi, dsb.).
Tak jarang pula duit Dana Desa yang dicairkan tersebut dibawa dan disimpan oleh kepala desa. Padahal hal tersebut merupakan tugas dari bendahara desa. Ini menjadi ruang bagi oknum kades untuk menyelewengkannya.