Mohon tunggu...
Mohammad Kholis Syukri
Mohammad Kholis Syukri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih Belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Momentum Perubahan bagi Polri, Sudahkah Dimanfaatkan dengan Baik?

12 Oktober 2022   18:57 Diperbarui: 12 Oktober 2022   19:01 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Editor: Dr. Yusa Djuyandi, S.IP., M.SI.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan salah satu lembaga yang menjadi bagian dari sistem pemerintahan Republik Indonesia. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 13, Polri memiliki peran dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tetapi, jika melihat pada apa yang terjadi dalam realitanya, peran tersebut belum dilaksanakan secara optimal. Tidak jarang masyarakat mendengar atau mendapatkan berita tentang kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota Polri, bahkan menemukan sendiri "oknum" tersebut saat berurusan dengan polisi. 

Tidak sedikit juga temuan pelanggaran HAM yang dilakukan Polri saat bertugas. Hal ini tentunya menjadi suatu ironi. Di tahun 2022 saja terjadi beberapa kasus besar yang sangat mencoreng reputasi Polri, di antaranya adalah kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh mantan Kadiv Propam Polri terhadap ajudannya yaitu Brigadir J dan tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang serta masih ada ratusan yang terluka.

Hal tersebut tentu menjadikan publik semakin "mempertanyakan" Polri, bahkan tingkat kepercayaan mengalami penurunan. Dalam survei yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada periode 8-13 Agustus 2022, tingkat kepercayaan terhadap Polri berada di angka 67,8%. Hasil tersebut menjadikan kepercayaan terhadap Polri berada pada posisi ketiga terbawah. 

Kemudian ada juga survei yang dilakukan oleh Indikator pada 11-17 Agustus 2022, dalam survei tersebut tingkat kepercayaan publik terhadap Polri berada di angka 54,4%. Angka tersebut menurun sangat tajam jika dibandingkan dengan tingkat kepercayaan di bulan April yang mencapai 71,6%. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang sangat mengkhawatirkan, bagaimanapun Polri dalam menjalankan perannya harus bisa bersinergi secara optimal bahkan maksimal dengan masyarakat. Tetapi jika kepercayaan terhadap Polri saja sedemikian merosot, mencapai sinergi yang optimal apalagi maksimal akan sangat sulit. Oleh karena itu, Polri harus menjadikan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi itu sebagai momentum bagi mereka untuk dapat melakukan perubahan dari dalam.

Hal senada juga disampaikan oleh beberapa tokoh seperti Wakil Presiden RI KH. Ma'ruf Amin, anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto, dan Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas. Pada dasarnya, Polri harus bisa memperbaiki internal mereka. Tentunya perbaikan tersebut bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi ketika kerusakannya sudah cukup mengakar, jika diibaratkan seperti penyakit, maka kerusakan tersebut seperti kanker di dalam tubuh, tidak mudah untuk menumpasnya. 

Oleh karena itu, perlu ada ikhtiar atau usaha oleh Polri dari sekarang untuk mengobatinya, jangan sampai kanker tersebut semakin dan semakin luas menyebar di dalam badan Polri sehingga menjadikan Polri tumbang. Walaupun Polri sudah melakukan berbagai tindakan agar anggotanya yang melakukan pelanggaran mendapatkan hukuman, tetapi hal tersebut dirasa masih belum memberikan dampak signifikan. 

Misalnya saja dari kasus mantan Kadiv Propam Polri yang belum selesai sejauh ini sampai muncul kasus baru yaitu tragedi Kanjuruhan, ini mengindikasikan bahwa Polri masih belum optimal dalam memperbaiki institusinya, walaupun mungkin masih dianggap wajar bagi beberapa pihak sebab perbaikan tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tetapi yang menjadi masalah adalah permasalahan demi permasalahan ini bukan permasalahan skala kecil, melainkan skala besar bahkan bisa dikatakan "membesar".

Hal tersebut menjadikan Polri terlihat tidak mengalami perbaikan, justru seperti semakin memburuk. Ditambah lagi dengan munculnya pernyataan dari Polri yang dinilai membela diri dalam kasus tragedi Kanjuruhan terkait gas air mata, padahal di sisi lain banyak pihak yang secara jelas menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang dilarang untuk digunakan dalam mengamankan pertandingan sepak bola. 

Tentunya langkah tersebut dapat dikatakan sangat fatal, bagaimanapun publik mengetahui dan mengerti tindakan Polri saat kerusuhan di Kanjuruhan merupakan sesuatu yang tidak dapat dibenarkan. Ini jelas menimbulkan pertanyaan terkait niat Polri untuk memperbaiki diri mereka. Jika mereka memang memiliki niat yang kuat untuk memperbaiki diri, semestinya momentum yang muncul ini dimanfaatkan seoptimal bahkan semaksimal mungkin.

Kapolri harus berani dalam mengambil keputusan untuk memperbaiki institusinya, bukan hanya sebatas mencopot anggota yang terlibat dalam kasus kemudian mempidanakannya, sebab yang bermasalah bukan hanya mereka yang terlibat dalam kasus. Tentu harus diakui bukan hal yang mudah sekalipun bagi orang setingkat Kapolri, bagaimanapun juga dinamika di dalam Polri tidak sesederhana itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun