Koleksi buku yang tersisa sejak masih berkuliah. Tak banyak. Itu pun bukan kepunyaan saya semua. Ada punya istri yang rata-rata novel dan puisi, ada pula buku kuliah. Sebagian buku-buku penting hilang--mungkin digondol aparat. Tersisa bacaan yang sempat saya baca beberapa kali.Â
Seperti antologi dari Andreas Harsono, A9ama Saya Adalah Jurnalisme. Sejak awal buku ini membikin saya penasaran. Terlebih di sekretariat LPM Keadilan, sampul buku ini dicetak besar-besar lengkap dengan tanda tangan penulisnya.Â
Bukan cuma itu, buku ini diakui oleh jurnalis kondang asal Amerika, Bill Kovach. Sebuah hal yang terbilang prestisius. Betapa tidak, sekaliber pendiri Tempo, Goenawan Mohamad pun dibuat kepayahan jika diminta mengulik kekeliruan dalam laporan Kovach.Â
Hal itu mendorong keyakinan untuk membacanya. Beruntungnya kala itu istri saya dengan inisiatifnya sendiri membeli buku ini. Sehingga saya tak perlu repot merogoh kocek pribadi. Sekalipun pada akhirnya buku ini berhenti pada batas tambahan wawasan bagi saya--yang kini menggeluti profesi serupa.Â
Berikutnya, Manifesto Partai Komunis. Saya kenal buku ini saat saya mulai berinteraksi dengan kawan-kawan yang berfokus pada studi sosialisme di Yogyakarta.Â
Bukan sembarang buku, ini sebuah dokumen penting dalam sejarah pemikiran sosialis dan komunis. Usianya mungkin sepantaran mendiang kakek saya. Bukunya tentu tidak setebal Das Kapital, hanya kurang lebih seperti buku kumpulan puisi. Tapi dia bisa menjadi salah satu pengantar yang baik untuk memahami maha karya Karl Marx tersebut.Â
Lewat manifesto ini, Marx dan Engels menyoroti urgensi revolusi sosial dan penghapusan hak milik pribadi sebagai langkah menuju masyarakat tanpa kelas. Buku ini mengartikulasikan dasar-dasar ideologi komunis dan memanggil kaum proletar di seluruh dunia untuk melawan penindasan kelas borjuis.Â
Kesimpulan sederhana saya dari paparan Marx, kekuatan kaum proletar layaknya tujuh bola dragonball yang terpencar di penjuru bumi. Lalu memicu kekuatan besar ketika digabungkan. Seperti kata Marx, "Kaum proletar punya satu dunia untuk dimenangkan. Kaum proletar seluruh negeri, bersatulah!"