Proses penganggaran di tingkat desa memegang peran vital dalam perencanaan pembangunan yang efektif. Anggaran bukan sekadar rangkaian angka, melainkan cerminan kebutuhan masyarakat dan komitmen pemerintah desa terhadap transparansi serta akuntabilitas. Namun, di banyak desa, pengelolaan anggaran masih menghadapi tantangan signifikan, seperti ketidakjujuran dalam pelaporan, lemahnya komunikasi antar-staf, dan dominasi pihak-pihak tertentu. Hambatan ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.Â
Lalu, bagaimana memastikan anggaran yang disusun benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat? Di sinilah pendekatan akuntansi keperilakuan dan teori perilaku, seperti Theory of Planned Behavior (TPB), memainkan peran penting.Â
Penganggaran sering kali dianggap sebagai kegiatan teknis yang hanya berfokus pada angka dan data. Padahal, aspek keperilakuan manusia juga sangat menentukan keberhasilan proses ini. Misalnya, keterlibatan aktif masyarakat dalam penyusunan anggaran dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan program-program yang dirancang. Sebagai contoh, penganggaran partisipatif yang diterapkan di Desa Watukrus menunjukkan bahwa tingginya tingkat keterlibatan masyarakat membuat mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab atas hasil akhirnya.Â
Sayangnya, tantangan seperti ketidakjujuran dalam pelaporan keuangan, lemahnya komunikasi antar-staf, dan sikap semena-mena dari pihak tertentu masih menjadi kendala besar dalam banyak desa lainnya. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan baik sering kali menyebabkan anggaran yang disusun tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Hal ini berdampak pada ketidakpuasan publik dan hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah desa. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga memperhatikan perilaku manusia dalam proses pengambilan keputusan.Â
Theory of Planned Behavior (TPB) menawarkan pendekatan yang relevan untuk mengatasi tantangan ini. TPB menekankan pentingnya membangun sikap positif terhadap transparansi dan akuntabilitas anggaran, menciptakan norma sosial yang mendukung partisipasi aktif masyarakat, serta meningkatkan kemampuan individu untuk mengambil keputusan yang rasional dan bertanggung jawab. Dengan pendekatan ini, pemerintah desa dapat memastikan proses penganggaran menjadi lebih partisipatif, transparan, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Â
Selain penerapan teori, peningkatan kapasitas individu melalui pelatihan dan pendampingan berkelanjutan juga menjadi faktor kunci. Langkah ini membantu perangkat desa memahami pentingnya transparansi, komunikasi yang efektif, dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Dengan kombinasi pendekatan teknis akuntansi dan pemahaman mendalam terhadap perilaku manusia, pemerintah desa dapat menciptakan anggaran yang tidak hanya memenuhi standar administratif, tetapi juga mencerminkan kebutuhan serta aspirasi masyarakat secara menyeluruh.Â
Pengelolaan anggaran desa yang efektif membutuhkan integrasi pendekatan teknis dan perilaku. Pendekatan teknis memastikan anggaran memenuhi standar administratif, sementara pendekatan perilaku memastikan bahwa proses penganggaran benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat. Melalui integrasi akuntansi keperilakuan dan TPB, desa dapat meningkatkan transparansi, efisiensi, dan efektivitas perencanaan keuangan.Â
Lebih dari itu, langkah ini juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa sebagai mitra dalam pembangunan. Dengan melibatkan, menghargai, dan memberdayakan masyarakat dalam proses penganggaran, desa dapat mewujudkan pembangunan yang transparan, inklusif, dan berkelanjutan. Sudah saatnya anggaran desa dilihat bukan hanya sebagai dokumen formal, tetapi sebagai alat strategis untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi seluruh warganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H