Kedungjati, Grobogan, sekitar Bulan Oktober 1922, Soekarno mendatangi  Tjokroaminoto dengan koper lengkap diiringi Oetari.
"Pak, saya datang untuk menyerahkan Oetari," Kata Soekarno.
"Keputusan siapa ini?"Jawab Tjokroaminoto.
"Saya, Pak. Sayalah yang ini bercerai"
"Apakah dia menerima keputusanmu?"
"Ya. Kami telah membicarakannya. Ini jalan terbaik buat kami, selama dua tahun perkawinan saya belum pernah menyentuhnya" Soekarno menjelaskan.
Tjokroaminoto menerima permintaan menantunya. Soekarno-Oetari pun resmi bercerai. Soekarno kemudian kembali ke Bandung untuk melanjutkan kuliah. Ia menyongsong cintanya bersama Inggit Garnasih, yang sepuluh tahun lebih tua.
Di Kedungjati Soekarno mengembalikan Oetari ke pangkuan Tjokroaminoto dan memulai  fase baru . Penceraian Soekarno-Oetari bukan semata pemutusan hubungan perkawinan melainkan lebih kepada Ideologi. Tjokroaminto, melalui Sarekat Islam, mengibarkan panji Sosialisme dan Islam. Sedangkan Soekarno mengerek bendera Nasionalisme  dan mendirikan Partai Nasional Indonesia.
Itulah fragmen yang diceritakan Im Yat Tjoe dalam buku Soekarno, Manusia Biasa. Yang Tjoe, seorang wartawan anti-Belanda bernama asli Tan Hong Boen asal Slawi, Tegal dan penemu racikan obat "Pil Kita" Ia juga teman satu sel bersama Soekarno di Sukamiskin, Bandung.
Kedungjati. Tidak banyak orang mengenal daerah tersebut cuma kecamatan kecil perlintasan antara kabupaten Grobogan dengan Kabupaten Salatiga. Tetapi dibalik itu, Kecamatan yang menyimpan sejarah dimana Tjokroaminoto, menyepi dan bertemu dengan orang -- orang Sarekat Islam untuk melanjutkan pergerakan Indonesia.
Pergerakan Bangsa Indonesia memasuki babak baru.