Pemain PS TNI
Menyaksikan langsung pertandingan-pertandingan yang dilakoni PS TNI, saya diingatkan pada kenangan masa lalu, masa muda saya di kampung, ketika masih senang-senangnya bermain bola di lapangan bekas pesawahan, tanpa alas sepatu dan tanpa pelatih. Saat itu dalam pemikiran kami, sebuah tim bola kecil di kampung terpencil, bermain bola kuncinya adalah memasukkan gol sebanyak-banyaknya. Dan itu bisa kami lakukan kalau bola yang hanya satu akan tetapi dibuat rebutan banyak orang tersebut, kami tendang maupun kami sundul berhasil masuk ke gawang musuh.
Bagaimana strateginya biar memasukkan gol sebanyak-banyaknya? Tidak ada strategi khusus, hanya pemikiran sederhana, gawang musuh ada di depan, bukan di belakang, sehingga agar tercipta gol, bola harus dialirkan ke depan, bukan ke belakang. Setiap tim kami memegang bola, hanya ada satu pemikiran bagaimana bola ini harus masuk ke gawang lawan. Dan tugas ini bukan dibebankan kepada pemain depan saja akan tetapi semua pemain termasuk pemain belakang pun membantu agar bola yang dikuasai bisa dimasukkan ke gawan lawan.
Untuk masalah pertahanan, di mana bola dipegang lawan, prinsip kami cuma satu, bagaimana cara merebut bola dari kaki lawan. Kami tidak mengenal strategi pertahanan, yang kami tahu, masing-masing dari kami harus berusaha merebut bola. Dan tugas ini dilakukan dari pemain kami yang paling depan yang harus mati-matian merebut bola dari kaki lawan, meski bola itu masih jauh di jantung pertahanan lawan. Masalah pertahanan, urusan belakangan! Kalau dari pemain depan sudah mati-matian merebut bola, maka dari banyak pengalaman, bola pasti akan berhasil direbut salah satu dari pemain kami.
Dengan strategi seperti itu, kami sangat menikmati indahnya bermain bola. Tak jarang kami berhasil memasukkan gol lebih dari sepuluh dalam waktu kurang dari setengah jam (meski terkadang pula harus kemasukkan gol lebih banyak dari itu). Akan tetapi inilah yang menurut kami sepak bola yang benar. Kami tidak butuh angka statistik segala macam, statistik penguasaan bola, statistik tendangan ke gawang, hingga statistik pelanggaran. Yang kami butuhkan adalah jumlah gol yang berhasil kami masukkan ke gawan lawan yang pada akhirnya menentukan, menang atau kalah!.
Ingatan teknik bermain bola khas “anak kampung” inilah yang sebagian saya saksikan dalam beberapa pertandingan yang dimainkan PS TNI. Dalam beberapa pertandingan tersebut terlihat jelas pola penyerangan dan pertahanan yang “mirip” dengan tipe sepak bola kebanggaan saya sewaktu masih di kampung tersebut. Di saat menyerang dan memegang bola, nyaris semua aliran bola pemain TNI diarahkan ke depan, sebabnya tidak lain, mereka yakin seratus persen, gawang musuh itu di depan, bukan di belakang sehingga apabila ingin menciptakan bola otomatis bola harus dialirkan ke depan, bukan di kirim kembali ke belakang. Apabila menyerang, PS TNI pun persis “meniru” gaya main kami di kampung, tidak memikirkan pertahanan, akan tetapi berpikir keras bagaimana merebut bola dari kaki lawan. Akibatnya, dalam posisi bertahan, sepuluh pemain secara otomatis berganti baju menjadi pemain “bertahan”. Pemain yang berada di garis depan atau sebutannya “striker” adalah pemain bertahan lapis pertama yang harus merebut bola sesaat setelah bola lepas dari kiper lawan atau saat dikuasai bek lawan, demikian seterusnya hingga deretan pemain paling belakang.
Mungkin ada yang berpendapat, strategi menyerang dan bertahan seperti itu benar-benar “kampungan” dan ketinggalan jaman. Salah satunya, striker yang merangkap defender sekaligus dalam satu pertandingan, kurang efektif, membuang-buang tenaga, mubadzir!. Yach betul, tidak disalahkan, akan tetapi saya yakin, setiap pemain belakang lawan sekaliber pemain dunia pun akan “muring-muring”, kesal, serba salah dan akhirnya pada suatu waktu akan melakukan kesalahan, apabila di saat memegang bola di jantung pertahanannya, sudah ditempel, diganggu, di”pressure” sedemikian rupa oleh pemain depan lawan. Apalagi untuk tingkat pemain tengah atau depannya.
Memang untuk menerapkan strategi bertahan dan menyerang ala “kampung” tersebut, diperlukan stamina yang luar biasa, dan inilah yang kemudian “dimanfaatkan” oleh pemain PS TNI yang sebaian pemainnya memiliki fisik yang prima untuk berjibaku dalam setiap pertandingan dengan tidak meninggalkan hakiki sebuah permainan yang dinamakan sepak bola itu. Saya pribadi mengangkat topi kepada jajaran pelatih yang berhasil meracik strategi yang cocok, tepat dan efektif untuk PS TNI yang bermaterikan sebagian besar TNI aktif tersebut. Rasa hormat dan bangga juga saya sampaikan kepada rekan-rekan PS TNI yang telah berjuang mati-matian menghadirkan sebuah permainan sepak bola baru “khas” TNI.
Selamat berjuang, pertahankan terus sepak bola “indah” ala TNI, kami setia mendukungmu!!!.