Mohon tunggu...
Mohamad Rian Ari Sandi
Mohamad Rian Ari Sandi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Pendidikan Pancasila di SMK Negeri Darangdan, Purwakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kisah Muhammad Ibn Sirin: Usahawan Jujur

14 Maret 2016   00:00 Diperbarui: 14 Maret 2016   00:11 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ini kisah tentang murid Anas ibn Malik Radhiyallaahu ‘Anhu yang bernama Muhammad ibn Sirin. Kisah ini saya rangkum dari buku ‘Dalam Dekapan Ukhuwah’ yang ditulis oleh Ustadz Salim A.Fillah.

Muhammad ibn Sirin adalah seorang alim besar sekaligus usahawan. Suatu hari beliau membuka salah satu dari empat puluh kaleng besar minyak zaitun yang dibelinya dari seorang pemasok dengan harga 40.000 dirham. Alangkah kagetnya beliau saat mendapati sebuah bangkai tikus di kaleng minyak pertama yang dibuka tersebut.

Tanpa memikirkan risiko besar yang  harus ditanggungnya, beliau segera memerintahkan seorang pelayan untuk membuang semua minyak zaitun tersebut. “Seluruh minyak ini, dibuat di tempat penyulingan yang sama. Aku khawatir bahwa najis bangkai ini telah mencemari keseluruhan minyak. Maka buanglah semuanya!” Begitu perintah tegasnya kepada salah seorang pelayan. 

Padahal minyak zaitun yang dia beli dengan harga 40.000 dirham tersebut dilakukan dengan berhutang. Rencana semula, untuk pembayaran minyak itu kepada pemasok dia akan memakai hasil penjualan nantinya. Namun karena keputusannya membuang seluruh minyak tersebut dan tanpa ada modal sedikit pun di tangan, jadilah sang pemasok melaporkannya ke pengadilan karena tidak sanggup membayar hutang.

Singkat cerita Muhammad ibn Sirin dinyatakan bersalah oleh hakim dan harus dijebloskan ke penjara. Tetapi ia ridha dengan keputusan hakim tersebut. Penduduk di kota tempat ia menetap amat bersedih ketika mendengar hukuman yang harus dijalani oleh ulama yang sangat dihormati tersebut.

Warga berbondong-bondong mengantarkannya ke penjara dengan deraian air mata. Di dalam jeruji besi, sipir yang bertugas menjaganya pun merasa iba pada nya. Setiap hari dia mengamati Muhammad ibn Sirin menangis ketika beristighfar, shalat, dan membaca Al-Qur’an. Ia lantas berujar di suatu hari “Wahai Syaikh, bagaimana seandainya aku mengizinkan engkau untuk pulang ke rumahmu setiap malam tiba dan datanglah kembali ke penjara ini ba’da Subuh?” Sebuah tawaran menggiurkan yang hampir pasti diinginkan oleh setiap narapidana yang merindukan rumahnya. Namun ternyata, Muhammad ibn Sirin dengan tersenyum menyampaikan ucapan penolakan “Jika engkau melakukan itu, engkau akan menjadi seorang yang khianat. Demi Allah, aku ridha berada di tempat ini.”

Sampai pada suatu saat sipir mengatakan bahwa Gubernur dan Pengadilan memerintahkan dan memberinya izin keluar untuk mengurus jenazah Anas ibn Malik sesuai wasiat sahabat Rasulullah tersebut. Kali ini ia tidak menolak namun tidak juga langsung menerima. “Aku berada di sini, bukan karena Gubernur dan Pengadilan. Melainkan karena hutangku pada seorang pedagang. Tolong sampaikan padanya masalah ini. Jika dia mengizinkanku keluar untuk mengurus jenazah guruku, insyaAllah aku akan melakukannya. Dan sampaikan rasa syukur dan terima kasihku padanya.” Begitulah syarat yang diajukan oleh Muhammad ibn Sirin. Pedagang yang dimaksud lantas memberi izin dan merelakan. Maka dia pun bergegas mengurus jenazah guruya tercinta, Anas ibn Malik.

Seusai mengurus jenazah gurunya tersebut, Muhammad ibn Sirin kemudian kembali ke tempat dimana ia dipenjara. Dia tuntaskan seluruh sisa hukumannya dengan penuh kesabaran dan tawakkal kepada Allah Swt.

Jujur dalam Berniaga

Katakan yang benar meskipun pahit. Begitulah sabda Rasulullah dalam riwayat Al-Bukhari dari Abu Dzar Al-Ghiffari. Kisah Muhammad ibn Sirin di atas memberikan teladan kepada kita umumnya dan kepada para usahawan pada khususnya tentang keikhlasan untuk menyatakan kebenaran meskipun dari perbuatan itu kita harus merasakan kepahitan.

Ketika mendapati bangkai tikus di salah satu kaleng minyak zaitunnya, Muhammad ibn Sirin sebetulnya memiliki alternatif pilihan keputusan yang bisa diambil agar dia tidak merugi banyak. Dia bisa saja membuang bangkai tikus tersebut dan lalu menjual minyak zaitun ke pasaran tanpa harus mengatakan kepada konsumen bahwa di salah satu kaleng penampung minyak ditemukan ada bangkai tikus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun