Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949, 17 April 1949 diadakan perundingan pendahuluan di Jakarta dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin meluas, usaha di bidang diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB pada tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta.
Hasil pertemuan ini adalah:
- Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya.
- Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar.
- Pemerintah Republik Indonesia, Soekarno-Hatta dikembalikan ke Yogyakarta.
- Angkatan bersenjata Belanda akan bersedia menghentikan semua operasi militer tembak-menembak dan membebaskan tawanan perang dan politik.
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
- Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948.
- Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak.
- Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia serta kerja sama memulihkan perdamaian dan hukum.
Pada 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta dikembalikan dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta. Belanda menduduki Yogyakarta sejak tanggal 19 Desember 1948 -- 6 Juli 1949. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949. Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang masalah dalam agenda pertemuan, kecuali Papua Belanda.
Referensi
- Kirby, Woodburn S (1969). War Against Japan, Volume 5: The Surrender of Japan. HMSO. p. 258.
- Friend, Bill personal comment 22 April 2004.
- Friend, Theodore (1988). Blue Eyed Enemy. Princeton University Press. pp. 228 and 237. ISBN 978-0-691-05524-4.
- Nyoman S. Pendit, Bali Berjuang (2nd edn Jakarta:Gunung Agung, 1979 [original edn 1954]).
- Reid (1973), page 58,n.25, page 119,n.7, page 120,n.17, page 148,n.25 and n.37.
- Pramoedya Anwar Toer, Koesalah Soebagyo Toer and Ediati Kamil Kronik Revolusi Indonesia [Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, vol. I (1945), vol. II (1946) 1999, vol. III (1947), vol. IV (1948) 2003].
- Ann Stoler, Capitalism and Confrontation in Sumatra's Plantation Belt, 1870--1979 (New Haven:Yale University Press, 1985), p103.
- Vickers (2005), page 100.
- Kolff (pub) (1949), Hasil-Hasil Konperensi Medja Bundar sebagaimana diterima pada Persidangan Umum yang kedua Terlangsung Tangal 2 Nopember 1949 di Ridderzaal di Kota 'S-Gravenhage (Results of the Round Table Conference as Accepted at the Plenary Session on 2 November 1949 at the Knight's Hall [Parliament Building] in The Hague) (dalam Indonesian), Djakarta: Kolff
- Ide Anak Agung Gede Agung (1973). Twenty Years Indonesian Foreign Policy: 1945--1965. Mouton & Co., ISBN 979-8139-06-2
- Kahin, George McTurnan (1961) [1952]. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press
- Ricklefs, M.C. (1993). A History of Modern Indonesia Since c.1300 (2nd ed.). London: MacMillan, ISBN 0-333-57689-6
- Taylor, Alastair M. (1960). Indonesian Independence and the United Nations. Ithaca, N.Y.: Cornell University Press, ISBN 0-837-18005-8
- Ide Anak Agung Gde Agung (1973) Twenty Years Indonesian Foreign Policy: 1945-1965. Mouton & Co., ISBN 979-8139-06-2
- Kahin, George McTurnan (1952) Nationalism and Revolution in Indonesia Cornell University Press, ISBN 0-8014-9108-8
- Reid, Anthony (1974) The Indonesian National Revolution 1945-1950. Melbourne: Longman Pty Ltd., ISBN 0-582-71046-4
- Mertowijoyo, G, Indra (2015) Letkol Moch Sroedji, Jember Masa Perang Kemerdekaan, ISBN 978-602-14969-2-3
- Machdi Suhadi, Sutarjo Adisusilo, A. Kardiyat Wiharyanto (2006). Ilmu Pengetahuan Sosial Sejarah untuk SMP dan MTs kelas IX. Erlangga. p. 30.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H