Enterobacter sakazakii
Enterobacter sakazakii adalah nama bakteri yang berasal dari nama profesor penemunya yang berasal dari Jepang yaitu Mr. Sakazakii. Kampus IPB sebagai lokasi yang fenomenal dalam kasus ini karena akademisi mereka yaitu Dr. David Tobing yang menemukan temuan ini. Berdasarkan gugatan class action yang dilakukan oleh akademisi kampus IPB yaitu Dr. David Tobing, penelitiannya membuktikan bahwa dari 22 sampel susu formula sebesar 22,73% dan sebesar 40% makanan bayi atau 15 sampel terkontaminasi bakteri E. Sakazakii. Fakta laten dan manifes di sini menyangkut perlindungan konsumen, membuktikan hal-hal yang menyangkut kepastian hukum konsumen masih miskin kepastian hukumnya dan terdapat keberpihakan oleh pranata penegakan hukum Indonesia. Konsumen yang dirugikan karena menjadi korban pada kasus ini terkesan tidak diperhatikan oleh negara padahal kasusnya sudah sampai di Mahkamah Agung, namun hakim menyatakan kasus ini tidak perlu ditindaklanjuti.
Terdapat kedigdayaan atau super power dari pihak produsen sehingga konsumen tidak diindahkan penegak hukum negara. Padahal sudah terbukti jelas terdapat kelalaian pada jaminan mutu produk susu formula dan makanan bayi yang ada di pasar, karena terdapat perbuatan melawan hukum (PMH) berkaitan tentang perlindungan konsumen. Terdapat catatan dari produk susu formula dan makanan bayi yang dijual tersebut disembunyikan oleh produsen. Terjadi tindakan lalai, ketidaksengajaan, atau delik culpa oleh produsen susu formula dan makanan bayi yang menimbulkan kerugian bagi konsumen disertai bukti fisik dan visual. Padahal Indonesia secara peraturan sudah mempunyai UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 1365 KUHP Perdata mengenai Perlindungan Konsumen Dengan BPOM Sebagai Pengawas Obat dan Makanan. UU Konsumen Pasal 3 juga secara faktanya mengatur perlindungan konsumen, namun kenyataannya tidak berjalan seutuhnya. Penting sekali konsumen mendapatkan produk yang berkualitas dari produsen.
The True Stella Awards
Stella Award di Amerika Serikat berawal dari wanita bernama Stella yang berurusan hukum dengan McDonald. Stella Award ini popular di Amerika Serikat karena ditujukan untuk menggambarkan penghargaan yang tidak masuk akal dan tidak adil. Penghargaan ini diberikan kepada seseorang terhadap tuntutan hukum yang kontroversial dengan McDonald. Kasus ini berawal dari seseorang wanita bernama Stella yang menggugat restoran cepat saji McDonald pada tahun 1992. Dalam kasus ini, Stella mengklaim menderita luka bakar yang diakibatkan karena kopi panas di McDonald tertumpah di pahanya. Stella menuntut McDonald atas kelalaian dan menuntut restoran cepat saji McDonald harus memberikan peringatan atau tanda mengenai suhu panas ekstrem pada kemasan kopi panas tersebut. Karena kasus ini mendapatkan perhatian yang luas sehingga setelah proses banding, kasus gugatan ini dianugerahi ganti rugi dalam bentuk uang.
Namun pemberian ganti rugi ini menimbulkan kontroversial di masyarakat Amerika Serikat yang merasa gugatan Stella tidak masuk akal terhadap McDonald. Hal ini dikarenakan banyak persepsi mengenai jumlah uang ganti rugi yang dianggap sangat besar hingga jutaan US$, padahal kenyataannya Stella tidak menerima uang ganti rugi sebesar itu melainkan hanya 200 ribu US$ karena terdapat proses banding dari McDonald. Kasus ini bermakna keadilan dalam sistem hukum pada kasus yang cukup ekstrem. Tuntutan hukum dinilai tidak wajar atau berlebihan. Setiap hukum harus dinilai dari fakta-fakta dan sistem hukum yang berlaku untuk menentukan keputusan yang diambil oleh pengadilan atau pihak berwenang. Jadi, hukum tidak bisa hanya berdasarkan opini publik atau segelintir individu saja. Di luar negeri, kasus ketumpahan kopi saja langsung diproses oleh penegak hukum sedangkan di Indonesia terdapat kasus besar saja belum tentu diproses dengan baik oleh penegak hukum Indonesia.
Opini
Hubungan antara konsumen dan produsen adalah kontrak personal, profesional, internasional, dan industrial. Sehingga jika konsumen mengalami kerugian karena tindakan produsen, maka produsen harus memberikan kompensasi apalagi yang menyangkut nyawa manusia. Konsumen berhak atas keamanan, kenyamanan, memilih produk, informasi yang jelas, dan informasi yang jujur mengenai produk. Konsumen berhak didengar, dilindungi, dan mendapat perlindungan hukum dari negara berdasarkan Undang-Undang. Konsumen berhak mendapatkan kompensasi bila produk yang diterima tidak sesuai yang dijanjikan produsen. Produsen dilarang mencantumkan hal yang sulit dimengerti dan sulit dilihat oleh konsumen. Kewajiban produsen memberikan informasi yang benar, jelas, jujur, dan tidak diskriminatif kepada konsumen. Kenyataan dengan yang dijanjikan kepada konsumen oleh produsen harus sesuai karena hukum bisnis membahas juga mengenai hubungan produsen dan konsumen serta perlindungannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H