Halo Wajib Pajak! Bagaimana kabar hari ini? Yang jelas baik-baik saja serta dalam keadaan bersahaja kan ya! Baik, pada artikel ini penulis ingin memberitahu pembaca disini tentang suatu hal baru dalam pajak Indonesia. Apakah hal baru itu? Apakah ada ketentuan ketentuan yang baru dalam dunia pajak? Nah, penasaran kan. Mari kita simak penjelasannya di bawah ini.
Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak -- Program baru dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP)
Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan telah secara resmi diberlakukan. Terdapat banyak ketentuan baru atau penghapusan ketentuan dalam pajak yang diatur dalam UU ini. Salah satunya pada bab V, terdapat ketentuan mengenai program pengungkapan sukarela.Â
Menteri Hukum & HAM, Yasonna Laoly, mengatakan bahwa program pengungkapan sukarela ini diadakan guna meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Program ini diselenggarakan atas dasar asas kesederhaan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Nah, sebenarnya apa sih definisi dari program pengungkapan sukarela ini?
Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), program pengungkapan sukarela atau bisa disingkat dengan PPS, adalah program yang memberikan kesempatan kepada wajib pajak (WP) guna melaporkan atau mengungkapkan kewajiban pajak yang belum dipenuhi secara sukarela.Â
PPS ini nantinya akan berlaku selama 6 bulan yaitu mulai 1 Januari 2022 sampai 20 Juni 2022. Menteri keuangan Ibu Sri Mulyani mengatakan bahwa program ini (PPS) adalah kesempatan selama enam bulan kepada bapak ibu wajib pajak yang masih merasa bahwa ada bagian dari aset pendapatannya yang belum dilaporkan.
Kemudian, bagaimana mekanisme dan ketentuan-ketentuan dari program ini?
Terdapat 2 (dua) kebijakan dalam PPS ini. Pertama, PPS diperuntukkan bagi peserta tax amnesty (pengampunan pajak) yang tidak dan/atau belum sepenuhnya mengungkapkan harta bersih dalam tax amnesty tahun 2016. Kedua, PPS diperuntukkan bagi wajib pajak yang belum mengikuti tax amnesty dengan harta bersih berasal dari tahun 2016 hingga 2020, namun belum atau kurang dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020. Hal ini diatur dalam bab V Pasal 5 sampai Pasal 12 UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan.Â
Harta bersih yang dimaksud adalah nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud dalam UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.Â
Harta bersih tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan final (PPh final). PPh final atas harta tersebut akan dikenakan sesuai tarif PPh final dikali dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Tarif dan DPP nantinya akan berbeda-beda sesuai ketentuan dalam UU HPP.