Pendahuluan
Kota ini dikenal dengan sebutan "Kota Daeng" atau Kota Angin. Makassar memiliki sejarah panjang sebagai kota pelabuhan penting di Indonesia bagian timur. Sebagai kota kelahiran, Makassar tentunya menyimpan banyak kenangan. Sebagi putra daerah, aku sangat bangga telah tumbuh besar di Makassar hal ini menjadi muka buku bagi aku sendiri yang telah lama tidak menginjakan kaki di Makassar lagi. Sebelumnya, perjalanan ini dilakukan hanya melihat kakekku yang meninggal dunia sembari dengan merasakan duka tersebut, aku juga memberikan ilustrasi dari perjalananku dengan ketemu orang-orang di kampung halaman. Disini, aku melakukan perjalananan ku dari Yogyakarta. Kota dimana sekarang tempat aku menuntut Pendidikan. Dari perjalanan ini menciptakan sketsa perjalananku sebagai anak dari daerah timur yang kembali ke kampung halaman yaitu kota Makassar.
Terakhir pada tahun 2020 kembali kesana, kali ini baru lagi melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Menghabiskan waktu di perjalanan yang dengan menemukan banyak cerita, dimana dimana cerita-cerita ini terkumpul dengan aku berinteraksi dengan orang-orang selama perjalanan. Selain itu, suka duka dalam perjalanan dilema pikiran dikarenakan kakekku pada ketika itu. Menikmati perjalanan adalah sebuah hal yang luar biasa karena dengan menikmati perjalanan ini dapat membeberkan cerita menarik untuk aku ceritakan.
Pada cerita ini aku juga menceritakan perjalananku mengunjungi tempat-tempat menarik di Kota Makassar. Makassar tidak seindah Jogja tapi yang ada di Makassar belum tentu ada di Jogja. Pepatah ini membawaku ingin mengungkapkan lagi apa yang ada di Makassar berdasarkan tempat-tempat yang telah aku kunjungi.
Isi
Perjalananku dimulai dari Yogyakarta menuju Makassar menaiki pesawat sore hari. Tepat pada pukul empat lewat sepuluh menit aku meninggal tempat tinggalku yakni di asrama kampus. Sebelumnya, dengan keadaan mendadak dan terkesan buru-buru, aku sempat meminta tolong teman sekelasku untuk mengantarkanku ke bandara. Sesampainya di Bandara Internasional Kulon Progo, aku langsung check-in dan langsung menuju gerbang keberangkatan. Suasana bandara sore itu ramai. Begitu tiba waktunya, aku melangkah masuk ke pesawat menuju Makassar. Perjalanan ini merupakan penerbangan kali keduanya dengan Boeing 677 Lion Air. Selama 3 jam di udara, aku menikmati pemandangan indah pegunungan Jawa dari atas awan. Aku memandang kagum sambil sesekali menyantap hidangan yang tersaji. Sesampainya di Bandara Sultan Hasanuddin, saya disambut kabar duka bahwa kakekku telah meninggal dunia. Dengan berat hati aku segera menuju rumah duka untuk memberi penghormatan terakhir. Setelah melepas kepergian kakek dengan hati pilu, aku memutuskan untuk mengenangnya dengan cara menjelajahi kota kelahirannya.
"Losari dan Seisinya"Â
Usai pemakaman kakek, tepatnya di hari kedua aku di Makassar. kuawali pagi hari ku, dengan bersantai di Pantai Losari, menikmati pemandangan senja. Jarak pantai losari ke rumahku hanya menghabiskan waktu 10 menit dengan jarak tempuh kurang lebih 700 meter. Dengan mengenakan pakaian santai, aku merasakan sentuhan lembut angin pantai yang bermain dengan syahdunya. Suara deburan ombak memberikan latar belakang yang menenangkan, sementara cahaya senja memantulkan warna-warna hangat di permukaan air laut yang tenang. Tembok penahan pantai memberikan perlindungan sekaligus memberi kesan artistik. Aku meraba permukaan tembok yang kasar, merasakan tekstur batu dan kehangatan yang tersimpan setelah seharian terpapar sinar matahari. Seiring matahari semakin merunduk, tembok itu menjadi semakin sejuk, menggantikan panas siang dengan kesejukan senja.
Sore di Pantai Losari, aku juga menyempatkan mencoba coto makassar di salah satu warung coto yang dikenal dengan Rumah Makan Deang Coto. Coto memang menjadi santapan bagi wisatawan ketika datang ke Makassar. Pantai Losari menciptakan kenangan tak terlupakan, di mana sentuhan tembok, hamparan pasir, dan cita rasa Coto Makassar bersatu menjadi pengalaman multisensori yang menggugah seluruh panca indera. Hal ini menjadi sebuah rasa kuliner khas identik dari Makassar.Â
Dengan rasa yang menggugah seleraku, coto tetap menjadi makanan idamanku ketika pulang ke kampung halaman. Tidak hanya itu, aku juga menyempatkan berjalan-jalan mengelilingi sekitar pesisir pantai losari yang garis pantainya memukau. Sore hari tiba, aku juga menyempatkan berjalan-jalan sembari menikmati kuliner pinggir jalan atau dikenal Makassar Street Food, yang dimana terdapat bermacam-macam jenis makanan dan minuman hingga yang jual aksesesoris juga ada.Â