Mohon tunggu...
Mohamad Firman Alviansyah
Mohamad Firman Alviansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Airlangga

Nama saya mohamad firman alviansyah. Dengan hobi menulis yang saya miliki, saya memiliki keinginan untuk mempublikasikan artikel, jurnal, dan penelitian di beberapa media massa. Saya tertarik dengan isu isu politik terkini yang menurut saya perlu untuk ditanggapi agar sebagai mahasiswa kita tahu arah sistem pemerintah yang berjalan di panggung politik indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menanggapi Stigma Masyarakat mengenai Mahalnya Biaya Perguruan Tinggi

14 Juni 2024   09:00 Diperbarui: 14 Juni 2024   09:10 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

"Pendidikan tinggi adalah Tertiary Education jadi bukan wajib belajar. Artinya, tidak seluruhnya lulusan SLTA/SMK wajib masuk perguruan tinggi," ucap salah satu pejabat Kemendikbudristek. Pernyataan ini tentu perlu dipertanyakan, terutama jika kita mempertimbangkan bahwa banyak lowongan kerja mensyaratkan pendidikan minimal setara sarjana. Hal ini semakin memperburuk stigma masyarakat mengenai tingginya biaya perguruan tinggi. Banyak sekali masyarakat yang masih menganggap bahwa kuliah hanya untuk mereka dengan kemampuan ekonomi tinggi.

Realitas Biaya Pendidikan Tinggi

            Tugas pemerintah yang seharusnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, namun kenyataannya justru mereka membuat kontroversial terkait biaya pendidikan terutama pada perguruan tinggi.  Biaya perguruan tinggi di Indonesia memang menjadi tantangan besar bagi banyak keluarga. Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terus meningkat menjadi salah satu penyebab utama. Mahasiswa dan orang tua seringkali mengeluhkan kenaikan biaya ini, yang dianggap tidak sebanding dengan pendapatan sebagian besar masyarakat.

            Menurut data Kemendagri, jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan tinggi masih sangat rendah dibandingkan total populasi. Tingkat D1 dan D2 hanya sebesar 1,11 juta orang atau 0,4% dari total penduduk, D3 sebanyak 3,56 juta orang atau 1,28%, dan S1 sebanyak 12,44 juta orang atau 4,47%. Adapun tingkat S2 sebanyak 882.113 orang atau 0,31%, dan S3 hanya 63.315 orang atau 0,02%.

Dampak Stigma Sosial

            Stigma bahwa kuliah hanya untuk orang kaya menciptakan kesenjangan sosial dan menghambat potensi banyak individu yang sebenarnya mampu secara akademis namun terkendala biaya. Hal ini dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia pada masa depan. Negara yang ingin maju harus memastikan akses pendidikan tinggi bagi semua warga tanpa memandang status ekonomi.

            Masyarakat Indonesia masih memandang pendidikan tinggi sebagai sesuatu yang eksklusif, bahkan lebih parahnya lagi mereka menganggap bahwa kuliah adalah suatu privilege. Artinya, kuliah hanya adalah suatu hal yang istimewa atau hanya orang orang tertentu saja yang bisa merasakannya. Banyak orang tua yang ragu untuk mengirim anaknya ke perguruan tinggi karena khawatir tidak mampu menanggung biaya. Ketakutan ini diperparah dengan minimnya informasi mengenai beasiswa dan bantuan finansial yang sebenarnya tersedia.

Pendidikan Tinggi sebagai Investasi

            Pendidikan tinggi merupakan investasi jangka panjang yang dapat memberikan banyak manfaat. Dalam Laporan Pembangunan Dunia (2019) dari Bank Dunia, disebutkan bahwa pendidikan tinggi penting dan relevan di tengah persaingan tenaga kerja global. Pendidikan tinggi juga menjadi salah satu cara untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan hidup seseorang dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

            Studi Goastellec berjudul "Higher Education, Welfare States, and Inequalities" (2017) menemukan bahwa pendidikan tinggi terbukti bisa menaikkan kesejahteraan hidup seseorang. Selain itu, riset "Pengaruh Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat" (2021) dari Sahbuki Ritonga menunjukkan bahwa tingginya angka masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi dapat meningkatkan pendapatan ekonomi. Karena mereka dapat mengeksplorasi hal yang mereka pelajari, serta mudah untuk mendapat pekerjaan yang layak karena kuliah mempermudah akses seseorang dalam meraih pekerjaan.

Solusi untuk Mengatasi Stigma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun