Mohon tunggu...
Moh Fikli Olola
Moh Fikli Olola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berdikari Merah

Selanjutnya

Tutup

Film

Gadis Kretek: Indie, Perempuan, Imajinasi, dan Sejarah Kelam

27 November 2023   03:39 Diperbarui: 27 November 2023   05:19 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Gadis Kretek dan penindasan Perempuan


Film ini juga pada prinsipnya adalah untuk menjelaskan kekaburan Sejarah akan perlawanan Perempuan yang sering menjadi tentakel patriarki, utamanya posisi tubuh Perempuan yang sering ditempatkan pada posisi kedua, atau apa yang disebut Beauvoir sebagai "The Second  Sex" dalam bukunya yang fenomenal.
Hal ini bis akita lihat pada setiap alur dan plot film yang dibingkai sedemikian rupa oleh narasi-narasi mengharukan: kisah cinta yang rumit, Penghianatan, bisnis dan tradisi terkekang hanya karena ia Perempuan. "The Secound Sex" adalah makna dan kehadiran Perempuan yang selalu ditunda. Hanya pada laki-laki lah kesempatan dan makna Perempuan bisa ada. Itulah kenapa Beauvoir mengatakan ''Perempuan dipenjara oleh kata Perempuan''. Seolah ia telah menjadi takdir paling luhur dan abadi. Bahkan, sampai sekarang pun masih terus direproduksi secara berkelanjutan dalam pertarungan kelas sosial di mana pun dan kapan pun. Itulah kenapa Jeng Nyah, yang juga terlahir sebagai gadis desa, menolak jika hanya dibatasi pada urusan domestik: masak, macak, dan manak. Baginya Perempuan juga bisa menciptakan Sejarah, tak hanya berserah pada Nasib. Meski akhirnya kita bersepakat bahwa pada garis besar film ini, Jeng Nyah telah menjadi representasi kehadiran Perempuan yang selalu ditekan oleh derita kehidupan dan budaya patriarki.

Sejarah Kelam Yang Ditelanjangi dalam Film

Tak banyak Film Indonesia yang cukup berani untuk mengangkat kembali Sejarah kelam bangsanya. Cerita soal Peristiwa 65,G03S, dengan ikut terkuburnya jutaan bangkai manusia sebangsa--pada rezim yang bringas, dalam Sejarah Indonesia Modern (Orba), pun ikut diangkat. Sebuah sejarah  kelam yang kembali diangkat ini merupakan tragedi bencana kemanusian terbesar setelah Sejarah Holocaus Nazi\Hitler, kepada bangsa yahudi di jerman. Dalam Film ini semua dipertontonkan secara telanjang-- bagaimana orang-orang yang dituduh PKI tanpa proses klarifikasi apalagi pengadilan, langsung diadili. Tak ada bedanya dengan pembunuhan pada hewan. Inilah Sejarah yang dikatakan oleh Jhon Rosa bahwa ''kita seperti ingin melupakannya ketimbang merenungkannya, atau kita lebih ingin membantahnya ketimbang memahaminya''.

Sejarah inilah yang membuat idroes, Ayah Dasiyah (Ruman Rosadi), diculik kelompok militer dirumahnya dan dibunuh. Padahal Ayah Dasiyah bukanlah anggota PKI, namun karena persaingan industri Perusahaan kretek, namanya pun ikut tertuang dalam daftar pencarian PKI. Yang sebenarnya Namannya hanya dimasukan oleh soedjagat (Verdi Solaiman), yang juga sama-sama bersaing dalam industri kretek. Namun karena dibalut dendam dan rasa cemburu yang meledak-ledak dari soedjagat, Dasiyah pun ikut menjadi tawanan politik (Tapol) selama hampir dua tahun. Tragis betul bukan? Negara pada masa kelamnya tidak hanya membantai sembarang, bahkan diatas kertas kepentingan investasi--semua bisa dipikul rata oleh badai masalah penuduhan atas orang-orang PKI dan yang bukan PKI.. Hmm, memangnya cinta dimasa lalu harus selalu tragis dan gagal yah?

Pada episode ke-empat dan ke-lima film, cerita kian dibumbui dengan upaya memohon maaf atas penghianatan Sejarah yang dengan sadar dilakukan oleh Raya (Ario Bayu), kepada Dasiyah, mantan kekasihnya yang dicintainya setengah mati. Baru di masa-masa tuanya ia lalu menyesal karena tidak memperjuangkan Dasiyah setelah bebas dari tawanan politik (Tapol) dulunya. Akhirnya ia pun menitipkan wasiat untuk mencari keberadaan Dasiyah di masa tua, hanya untuk memohon maaf. Hmm minta maaf di hari tua? Bayangkan jika itu menimpamu atau mantanmu, di masa-masa tua. Seperti Orde-Baru saja, meminta maaf atas kejahatan kemanusian setelah kejahatan telah dikubur dari ingatan dan sejarah. Bahkan sebenarnya, sampai saat ini pun enggan untuk meminta maaf atas semuanya.

Inilah Sejarah kelam yang buruk dari negara kita, bahkan kedua pasangan yang sedang bernafsu membuat Sejarah atas nama cinta dan kretek, dipisahkan oleh keberingasan kekuasaan. Saya harap kalian tidak menemui hal ini dalam perjalanan cinta kalian, di tengah-tengah wajah kekuasaan yang tak berubah dan enggan untuk selalu mengaku salah pada Sejarah.

Dalam film ini semua telah dianyam oleh sutradara menjadi rapi untuk dipercakapkan: Musik indie ala Nadin, budaya patriarki, imajinasi Perempuan, keliling masa lalu, melihat persoalan ekonomi-politik, dan patah hati ala gadis saos kretek. Terlepas dari keterhubungannya dengan dunia nyata, Film ini mengingatkan: Jangan main-main dengan masa lalu jika tak ingin sedih dan kecewa, seperti nestapa yang menimpa arum dan cucu keturunan idroes di akhir Film.

Referensi:

•1 Wikipedia, Sinopsis Gadis Kretek 2023 

•2 Fahmi Karim, Gadis Kretek: Perayaan Patah dan Maaf Pada Sejarah (Kompasiana: 05 Nov 2023), hal 1-2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun