Mohon tunggu...
Mohamad Endy Yulianto
Mohamad Endy Yulianto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

chemical

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Khasiat Sejati Teh Hijau Taklukkan Penyakit Parkinson

1 Januari 2025   17:35 Diperbarui: 1 Januari 2025   20:42 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mohamad Endy Yulianto Dosen Prodi TRKI Vokasi Undip/dokpri

Teh sebagai minuman nikmat yang menyegarkan dan menyehatkan merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan Indonesia. Namun demikian, pasar teh dunia dibayangi gejala kelebihan pasokan dan biaya produksi cenderung meningkat. Untuk itu, para produsen teh seyogyanya dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah melalui inovasi. Bahkan masalah lingkungan juga ikut mendorong berkembangnya segmen pasar baru bagi produk teh yaitu konsumen yang menghendaki produk ramah lingkungan dan menyehatkan.

Aspek kesehatan teh akhir-akhir ini disorot tajam sejalan dengan kecenderungan masyarakat yang gemar mengkonsumsi makanan atau minuman substitusi sebagai imbangan diet kaya lemak dan kolesterol. Oleh karenanya, salah satu terobosan inovatif dilakukan Dosen Prodi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Vokasi Undip yakni Mohamad Endy Yulianto dengan cara meningkatkan kandungan senyawa polifenol teh hijau yang menyehatkan melalui riset komersialnya.

Endy menyampaikan bahwa katekin (C6H6O2) dalam teh hijau merupakan komponen utama yang sangat menyehatkan dengan kandungan sekitar 30% berat kering teh. Katekin merupakan kerabat tanin terkondensasi juga sering disebut dengan senyawa polifenol, sangat menentukan kualitas, cita rasa, kenampakan, maupun warna air seduhan.

Efek menyehatkan teh hijau terletak pada senyawa polifenol yang dikandungnya. Hasil penelitian dengan teh hijau membuktikan bahwa katekin dapat mengurangi resiko kejangkitan berbagai penyakit seperti mengurangi resiko kanker, mengobati penyakit ginjal, Parkinson, menjaga kesehatan jantung, bersifat anti oksidan, anti mikroba, bahkan mampu memperpanjang masa menopouse dan penyakit lainnya, terang Endy.

Endy mengungkapkan bahwa tahapan yang paling menentukan kualitas teh hijau adalah proses inaktivasi enzim polifenol aksidase dan hidroperoksidase  dalam sitoplasma daun teh (pelayuan). Produksi teh hijau di Indonesia pada umumnya memiliki kadar katekin 10,81% berat kering. Kadar katekin teh hijau ini relatif rendah, karena sebagian mengalami oksidasi katekin, degradasi termal, dan epimerisasi katekin. Hasil riset komersial (steaming termodifikasi) Endy dan Tim telah mampu meningkatkan kadar katekin dari 10,81% (proses Panning) meningkat menjadi 17,81%  berat kering. Kadar katekin yang tinggi ini sejatinya sangat berkhasiat dalam menggempur berbagai penyakit mematikan, diantaranya penyakit parkinson.

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa teh hijau mampu mencegah dan mengobati penyakit Parkinson. Tentu saja katekin teh hijau yang mempunyai kemampuan menyembuhkan penyakit Parkinson, khususnya dalam bentuk ekogalokatekin galat (EGCG) yang paling dominan dan paling berkhasiat, ujar Endy.

Endy juga menyampaikan bahwa dengan minum teh hijau dapat dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit Parkinson. Senyawa polifenol teh hijau yang merupakan komponen utama teh hijau, telah terbukti melindungi terhadap hilangnya neuron baik dalam kultur maupun model praklinis setelah terpapar racun yang secara selektif merusak neuron dopaminergik. Senyawa polifenol teh hijau mampu memperlambat perkembangan penyakit dan keamanan serta tolerabilitasnya pada pasien dengan penderita Parkinson dini.

Studi epidemiologis menunjukkan asupan teh hijau dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit Parkinson. Namun demikian, apakah asupan teh hijau mempunyai pengaruh terhadap perkembangan Parkinson saat ini masih diteliti lebih lanjut. Sementara itu, hasil analisis sensitivitas mengindikasikan bahwa asupan teh hijau yang lebih tinggi dikaitkan dengan perkembangan depresi yang lebih lambat, dan risiko demensia, depresi, hiposmia, dan insomnia yang lebih rendah. Hasil ini mungkin dapat memfasilitasi target terapi baru untuk memperlambat perkembangan penyakit Parkinson dalam uji klinis, dan memiliki implikasi klinis pada pasien Parkinson, pungkas Endy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun