Mohon tunggu...
Mohamad Endy Yulianto
Mohamad Endy Yulianto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

chemical

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dosen Vokasi Undip Raih Penghargaan Paten Granted, Terinspirasi Belut, Kembangkan Teh Hijau Dekafein

26 Desember 2024   22:00 Diperbarui: 26 Desember 2024   21:55 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mohamad Endy Julianto, Dosen Vokasi Undip/dokpri

Di penghujung tahun 2024 Dosen Vokasi UNDIP yakni Mohamad Endy Julianto dari Prodi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Sekolah Vokasi kembali menorehkan prestasi dengan menerima penghargaan dari Universitas Diponegoro atas capaian Paten Granted terbanyak ke-2. Pemberian penghargaan bagi Dosen dengan capaian Paten granted dan Hak Cipta pada Universitas Diponegoro Tahun 2024 atas dedikasi dan kontribusi kinerja dosen. Apresiasi ini sebagai langkah untuk memotivasi dan mendorong dosen Undip untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu aspek kinerja dosen berupa KI yang merupakan capaian luaran kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Endy menyampaikan bahwa penelitian bersama Tim Peneliti Hermawan Dwi Ariyanto, ST, M.Sc, Ph.D, Dr. Indah Hartati, Didik Ariwibowo, ST, MT dan mahasiswa Elsan Febiyanti, Nurika Nazilatul Ilmi, Deas Oky Pratama, NadyaFitria Azzahra dengan skema Program Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan pendanaan dari LPDP, merupakan inovasi produksi teh hijau bebas kafein. Judul riset berupa "Pengembangan Proses Biotermokimia Gelombang Mikro untuk Produksi Nanopolifenol Teh Hijau Bebas Kafein yang Termodifikasi Kolagen". Harapannya hasil penelitian ini akan segera di komersialiasi bersama mitra industry PPTK Gambung yaitu teh hijau premium bebas kafein yang kompetitif.

Endy mengungkapkan bahwa latar belakang penelitian tentang manfaat teh hijau yang mengandung berbagai senyawa aktif bagi kesehatan seperti antioksidan, antikanker, antiinflamatory, anti proliferative, antihipertensi, antiobesitas dan fungsi farmakologis lainnya. Sebagian besar efek terapetik dan efek kemopreventif tersebut disebabkan oleh keberadaan senyawa bioaktif polifenol seperti: catechin, epicatechin, epigallo catechin, epicatechin gallate, epigallo catehchin gallat dan asam gallat. Keluasan spektrum aktivitas farmakologi polifenol teh hijau mendorong proses inkorporasinya pada berbagai produk pangan seperti bakery, biskuit, donat, cookies, bakpia, puding, bakpao, es krim, keju dan pangan fungsional lainnya.

Akan tetapi, industri pangan mensyaratkan inkorporasi bubuk teh hijau bebas kafein memiliki efek kesehatan sangat tinggi. Oleh karenanya, dibutuhkan proses untuk menyingkirkan kafein dari bubuk teh hijau melalui proses blancing gelombang mikro yang bertujuan menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan hidroperoksidase serta mengekstrak kafein sebagai produk nutrasetikal, ujar Endy.

Endy menambahkan bahwa inkorporasi bubuk teh hijau untuk produk pangan dan nutrasetikal dibatasi oleh rasa pahit polifenol dan epimerisasinya pada temperatur tinggi dengan pH basa yang berdampak pada turunnya aktivitas polifenol. Selain itu, juga terbatasi oleh karakteristik polifenol yang memiliki kestabilan dan bioavailabilitas rendah. Polifenol pada teh dinyatakan stabil pada kondisi asam namun dapat dengan cepat terdegradasi pada cairan tubuh dengan pH 7,4.

Polifenol teh hijau juga sangat tidak stabil saat melewati system saliva, lambung dan usus bagian atas pada system digesti dimana hanya sekitar 5,3 % dari total polifenol yang terekoveri dari system digesti/pencernaan. Ketidak stabilan tersebut diduga karena residual dissolved oxygen yang menyebabkan terjadinya reaksi epimerisasi dan autooksidasi. Ketidak stabilan dari polifenol juga pada akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan bagi system tubuh manusia (bioavalibaility), terang Endy.

Biovailabitas polifenol teh hijau yang bebas kafein dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknik nanoenkapsulasi pada polifenol. Nanoenkapsulasi senyawa aktif merupakan pendekatan yang efisien dalam meningkatkan stabilitas fisik dari senyawa aktif dalam menghadapi kondisi di system pencernaan dengan melindunginya dari interaksi dengan komponen-komponen pencernaan serta melindunginya dari degradasi awal didalam tubuh. Nanoenkapsulasi dinyatakan mampu membantu meningkatkan bioaktivitas dan efisiensi pelepasan karena ukuran subselularnya. Efisiensi senyawa berukuran nano dinyatakan 15-250 kali lipat lebih besar daripada senyawa yang memiliki ukuran lebih besar. Partikel nano juga mampu memperlambat waktu sirkulasi, dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi senyawa aktif pada matriks pangan (food matrices) serta mampu mencegah interaksinya dengan food ingredient yang lain, jelas Endy.

Endy menerangkan bahwa pengembangan aplikasi proses nanoenkapsulasi polifenol teh hijau menggunakan biopolimer liposom yang dimodifikasi dengan kolagen sangat prospektif. Kelebihan utama dari liposom adalah kemampuannya untuk menghantarkan senyawa aktif yang bersifat lipofilik maupun hidrofilik; serta kemiripannya dengan membrane sel alami. Nanoenkapsulasi menggunakan sistem liposom juga dinyatakan mampu menghasilkan efisiensi enkapsulasi sebesar >70% dan yield sebesar 80% serta mampu mempertahankan kestabilan polifenol terhadap agregasi serta terhadap oksidasi hingga pada suhu 500C. Lebih lanjut, biopolimer liposom yang dimodifikasi dengan kolagen dinyatakan mampu melindungi senyawa bioaktif terhadap tahanan kimia dan fisik, meningkatkan biovailabilitas, memberikan produk dengan kestabilan tinggi, dan memberikan peluang pengontrolan pelepasan senyawa inti material pada target tujuan.

Modifikasi kolagen ini terinspirasi oleh karakteristik licinnya belut, sehingga sangat mungkin digunakan sebagai delivery. Kolagen merupakan protein struktural utama yang terdapat pada jaringan ikat, termasuk kulit, tulang, dan tendon. Kolagen memiliki sifat yang unik karena dapat membentuk jaringan serat yang kuat dan fleksibel, yang memberikan dukungan struktural pada jaringan tubuh. Kolagen dapat digunakan sebagai nano delivery liposom karena kolagen memiliki sifat hidrofilik yang memungkinkan untuk berinterkasi dengan senyawa aktif hidrofilik dengan membetuk membran cair emulsi nano liposom. Selain itu, kemampuan membentuk lapisan membran pada kolagen dapat menstabilkan senyawa aktif di dalam nano liposom, sehingga memperpanjang waktu paruh dengan melindungi senyawa aktif dari pemecahan atau penghancuran sebelum mencapai target yang diinginkan. Oleh karena itu, penggunaan kolagen sebagai bahan dasar untuk pembuatan nano delivery liposom berfungsi agar senyawa polifenol the hijau yang diantarkan lebih efektif dan tepat sasaran ke sel-sel tubuh yang membutuhkan, papar Endy.

Hasil riset ini semoga bisa bermanfaat untuk masyarakat yang mengkonsumsi makanan atau minuman substitusi sebagai imbangan diet kaya lemak dan kolesterol, pungkas Endy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun