Limbah (IPAL) atau dapat bekerjasama dengan perusahaan jasa di dalam menanggulangi limbah industrinya. Salah satu terobosan inovatif yang dikembangkan oleh mahasiswa Prodi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Vokasi Undip, yakni Callysta Najmi Raissa dan Malika Pintanada Kaladinanty bersama Dosen Pembimbing Mohamad Endy Julianto dengan memanfaatkan alir limbah menjadi air proses.
Salah satu segi pengelolaan lingkungan adalah pengendalian pencemaran air yang salah satunya adalah efek dari suatu kegiatan industri. Industri diwajibkan mempunyai Instalasi Pengolahan AirCallysta menyampaikan bahwa seiring berkembangnya pembangunan pada sektor industri di Indonesia, maka diikuti pula dengan meningkatnya pertumbuhan industri-industri kimia. Disisi lain  jumlah pendududuk juga bertambah, sehingga menyebabkan kebutuhan akan air bersih terus meningkat. Pada pertengahan abad kedua puluh sampai akhir abad ini, kebutuhan air murni yang berkualitas untuk keperluan industri meningkat cukup pesat.
Akan tetapi, ketersedian air tanah untuk diolah menjadi air untuk keperluan industri semakin berkurang akibat adanya pengeboran air tanah yang tidak terkendali. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya intrusi air asin, selain itu sumber-sumber air permukaan seperti sungai dan danau, tercemar oleh limbah hasil kegiatan industri maupun limbah domestic, ujar, Callysta.
Pemanfaatan air limbah hasil buangan dari kegiatan suatu industri menjadi air proses, merupakan salah satu solusi untuk menanggulangi masalah tersebut diatas.  Karena, selain dapat mengurangi pencemaran air permukaan juga dapat mengurangi biaya produksi suatu industri. Salah satu industri kimia dimana keberadaan air dalam jumlah yang relatif banyak merupakan suatu persyaratan vital  yaitu industri fertilizer seperti urea, amoniak, terang Callysta.
Callysta  menambahkan bahwa air limbah industri urea, mengandung kadar amonia-nitrogen sebesar 300 -- 400 mg/L. Umumnya, pengolahan limbah industri urea masih bersifat konvensional dari sudut teknologi, yaitu menggunakan biological reactor. Limbah cair ini diolah  sampai mencapai persyaratan baku mutu air limbah untuk dibuang ke lingkungan.
Malika mengungkapkan bahwa pengolahan limbah industri urea yang lain dengan menggunakan teknologi penukar ion (ion exchange). Air hasil pengolahan limbah ini dapat digunakan kembali untuk kegiatan industri. Namun metoda konvensional ini mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat beroperasi secara kontinyu. Setelah digunakan dalam selang waktu tertentu, resin penukar ion akan jenuh sehingga perlu dilakukan proses regenerasi dengan menggunakan asam, basa, atau garam tertentu. Selain itu, metoda penukar ion juga tidak sesuai untuk umpan yang mempunyai konsentrasi ion tinggi, karena tidak praktis, mahal dan menghasilkan banyak limbah.
Pada dua dekade terakhir ini metode pengolahan air limbah dengan cara Advance Oxidation Processes (AOPs) menunjukkan perkembangan yang sangat menarik. Pengolahan limbah dengan AOPs mendapatkan tempat yang lebih penting dibandingkan dengan pengolahan secara biologi. Hal ini terjadi karena pengolahan limbah secara biologi tidak memadai untuk mengolah limbah dengan konsentrasi tinggi atau limbah beracun. Salah satu metoda AOPs yang  cukup efisien dan murah yaitu dengan menggunakan proses photokatalitik, jelas Malika.Â
Endy menyampaikan bahwa photokatalitik merupakan suatu teknologi yang menjanjikan di negara yang kaya akan sinar matahari. Photokatalitik dapat digunakan sebagai pretreatmen pada proses pemurnian air limbah untuk dipergunakan kembali pada kegiatan suatu industri. Secara ekonomi sistem reaktor dengan proses ini sangat memungkinkan untuk digunakan. Pada proses photokatalitik, sinar ultraviolet secara umum digunakan sebagai sumber cahaya.
Sinar ultraviolet bersama-sama dengan keberadaan katalis sebagai penghasil OH* radikal merupakan  pengoksidasi utama sehingga dihasilkan reaksi photokimia yang dapat mendegradasi air limbah. Adapun katalis yang diketahui sangat efektif digunakan dalam proses photokatalitik ini yaitu TiO2 powder dalam larutan tersuspensi, terang Endy.