Dedak merupakan hasil samping penggilingan gabah menjadi beras. Penggilingan satu ton gabah akan menghasilkan dedak sebanyak 60 - 80 kg, tergantung pada kualitas gabah dan varietas padi.
Dedak mengandung 17 - 23% lemak yang dapat dimanfaatkan sebagai minyak pangan. Di luar negeri, minyak dedak (rice bran oil) telah dikenal secara luas. Industri penggunanya meliputi makanan dan kosmetik. Bahkan permintaan minyak dedak di negara-negara maju, seperti Jepang dan Amerika, semakin meningkat karena kandungan nutrisi minyak dedak.
Akan tetapi, pemurnian minyak dedak terbentur pada tingginya kadar asam lemak bebas sebagai akibat dari hidrolisis minyak oleh enzim pemecah lemak yang dinamakan enzim lipase. Sebelum penggilingan, ketika berada dalam gabah, enzim lipase tidak aktif. Enzim tersebut menjadi aktif setelah mengalami kontak dengan udara akibat proses penggilingan. Oleh karenanya, ide inovatif dari Tim Riset Prodi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Vokasi Undip, yakni Mohamad Endy Yulianto, Malika Pintanada Kaladinanty dan Najwa Putri Indira Kusuma, mengubah menjadi asam lemak.
Malika menyampaikan bahwa disamping meningkatkan kadar asam lemak bebas, hidrolisis lemak sekaligus mengakibatkan hilang minyak dan bau tengik. Hilang minyak akibat enzim lipase dalam dedak dapat mencapai 4%/hari dan kadar asam lemak bebas dapat meningkat menjadi 10% dalam waktu beberapa jam saja.
Semakin tinggi kadar asam lemak bebas, pemurnian minyak dedak menjadi semakin sulit dan ekstraksi minyak dedak menjadi semakin kurang ekonomis. Untuk mengatasi masalah tersebut, pendekatan yang dapat ditempuh adalah dengan mengubah minyak dedak menjadi asam lemak. Hidrolisa minyak dedak dapat dilakukan secara langsung, yaitu dengan mengaktifkan enzim lipase yang berada dalam dedak. Dengan mengambil kandungan minyak dedak rata-rata 20%, hal ini berarti Indonesia memiliki potensi penghasil asam lemak dari dedak padi, ujar Malika.
Sementara itu Najwa mengungkapkan bahwa minyak dedak tersusun atas sejumlah besar trigliserida. Akan tetapi, kumpulan trigliserida minyak dedak tergolong unik, karena 60 - 90% dari asam-asam lemak penyusunnya berupa asam lemak tak jenuh, terutama oleat dan linoleat. Asam linoleat merupakan asam lemak penting yang tidak dapat diproduksi tubuh manusia. Tambahan pula, minyak dedak mengandung berbagai vitamin, khususnya B dan E, termasuk tiga antioksidan tocopherol, oryzanol dan tocotrienol.Â
Bagi Indonesia sendiri, walaupun sudah mampu mengekspor minyak-minyak nabati ke luar negeri tetapi sampai saat ini masih mengimpor asam lemak yang digunakan dalam industri coklat sebagai pengganti lemak coklat (cocoa butter), industri es krim, industri kue-kue sebagai foaming agent, dan industri permen sebagai pelapis permen agar tidak lengket. Hal ini sangat disayangkan, sehingga perlu dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan asam lemak bagi kebutuhan dalam negeri. Penyebab utama kurangnya asam lemak  di Indonesia adalah karena proses pembuatannya yang dinilai tidak ekonomis, dan minyak nabati sudah memiliki pangsa pasar yang sudah baik yaitu sebagai bahan minyak makan, tutur Najwa.
Endy juga menambahkan bahwa hidrolisis minyak nabati menghasilkan asam lemak dan gliserol, merupakan bahan dasar bagi industri oleopangan dan oleokimia. Kebutuhan dunia akan asam lemak tidak kurang dari 1.000.000 ton per tahun. Oleh karenanya, selain dapat memberikan nilai tambah, hidrolisis minyak nabati menjadi asam lemak dan gliserol akan dapat menjaga stabilitas harga dan memacu perkembangan industri oleopangan dan oleokimia di Indonesia.
Adapun keunggulan utama proses yang diusulkan adalah tidak dibutuhkan pabrik minyak dedak sebagai bahan bakunya. Selain itu, bioreaktor enzimatik memiliki keunggulan seperti keseragaman waktu tinggalnya, intensitas pengaduk, perpindahan panas dan massa dapat divariasi, dan mudah dalam mengendalikan suhu, pH serta kecepatan putar pengaduk, ungkap Endy.
Oleh karenanya, proses yang diusulkan dan diulas diatas tampaknya sangat menjajikan untuk diproduksi secara komersial. Hidrolisa trigliserida secara langsung dengan mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada dedak padi sebagai biokatalisator, akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, papar Endy.
Teknologi ini merupakan pengembangan proses pembuatan asam lemak dengan keunggulan tidak diperlukan pabrik minyak nabati. Oleh karenanya, Â postulat ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan. Pengembangan teknologi produksi asam lemak secara enzimatik dari dedak padi, dengan spesifikasi produk sesuai standar kualitas yang digunakan dalam industri kue-kue, coklat, es krim, dan industri permen. Diharapkan informasi teknologi ini nantinya dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut dan scale-up alat pemroses dari skala laboratorium menjadi skala industri, serta diproduksi secara komersial oleh industri asam lemak yang saat ini masih menggunakan metoda konvensional, tutup Endy.