Kebutuhan bahan baku untuk produksi obat nasional di Indonesia, 90-96% masih dipenuhi melalui impor dengan nilai mencapai 11,4 triliun. Upaya peningkatan kemandirian dibidang kesehatan diantaranya melalui pengembangan produksi obat dan bahan baku obat berbasis keanekaragaman tanaman hayati Indonesia. Untuk itu, pemerintah bersama seluruh komponen bangsa berupaya meningkatkan kemandirian dibidang pemenuhan obat dan bahan baku obat.
Berbagai inovasi dan kreasi telah dikembangkan oleh pihak yang terkait diantaranya para peneliti dan sivitas akademika untuk menemukan bahan baku obat, Seperti yang dilakukan oleh Dosen Vokasi Universitas Dipoengoro (UNDIP) Mohamad Endy Yulianto bersama Tim Peneliti Dr.Eng Vita Paramita, ST, MM, M.Eng dan dr. Bahrudin, M.Si.Med, PhD tengah mengembangkan nano zingeron jahe sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT). Riset yang berjudul “Produksi gingerol, shogaol, paradol jahe menggunakan air subkritis” merupakan skema Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) yang didanai DRPM Ditjen Penguatan Risbang selama 2 tahun, terang Endy.
Endy menyampaikan bahwa jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman obat yang dikenal memiliki berbagai efek farmakologi seperti: antikanker, antioksidan, antiosteoporosis dan antikarsinogenik. Komponen-komponen bioaktif utama jahe yang bersifat farmakologi diantaranya gingerol, shogaol, paradol dan zingeron. Senyawa 6-gingerol pada jahe memberikan efek positif dalam memediasi kontraksi kardiak, bersifat antioksidan, antiproliferativ dan juga apoptosis. Senyawa 10-gingerol dan paradol memiliki efek seperti antibakteri dan antimikrobia. Konstituen dominan 6-shogaol, mampu menurunkan kematian sel, menjaga fungsi motoris tulang belakang yang terluka, sedangkan zingeron sebagai kandidat pengobatan osteoporosis.
Endy mengungkapkan bahwa osteoporosis merupakan suatu kelainan skeletal sistemik (kerusakannya bertingkat dan menyeluruh) yang dikarakterisasi oleh menurunnya massa tulang dan gangguan mikroarsitektur tulang. Gangguan terhadap tulang berdampak terhadap meningkatnya fragilitas (mudah rusak) dan resiko terjadinya fraktur (retak). Osteoporosis pada umumnya diderita oleh wanita usia dewasa dan diasosiasikan dengan defisiensi hormon ovarian menjelang menopouse. Osteoporosis terjadi ketika ketidakseimbangan antara proses pembentukan tulang (aktivitas osteoblastis) dan proses resorpsi tulang (aktivitas osteoclastic). Ketidakseimbangan aktivitas osteoblastik dan osteoclastik disebabkan oleh: defisiensi hormon estrogen seperti pada kasus osteoporosis pasca menopause, proses penuaan, dan stress oksidatif.
Saat ini telah tersedia beberapa jenis terapi guna pengobatan osteoporosis. Namun demikian pengobatan yang telah dilakukan memiliki kelemahan seperti efikasi, dan masalah keamanan yang timbul jika obat dikonsumsi dalam jangka waktu cukup lama. Peran estrogen dalam menjaga integritas tulang telah lama di kenal. Estrogen dinyatakan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara sel osteoblast dan osteoclast dalam homeostatis tulang yang bertanggungjawab dalam proses absorpsi dan resorpsi dalam pembentukan tulang, tutur Endy.
Akan tetapi terapi estrogen dengan penggunaan cukup lama berpotensi menimbulkan kanker payudara, hypercalsemia, peningkatan resiko kanker payudara dan perdarahan vagina. Terapi penggantian hormon juga direkomendasikan sebagai upaya preventif terhadap osteoporosis. Namun demikian penggunaan terapi tersebut dibatasi oleh biaya yang relatif mahal dan harus diinjeksikan setiap hari, jelas Endy.
Endy menyatakan penelitian ini telah menghasilkan paten granted yakni paten no IDS000002818, dengan invensi “Proses Ekstraksi Zingerone dari Rimpang Jahe Menggunakan Air Subkritis”, paten no S00202008834 degan invensi “Ekstraksi Reaktif Gingerol Menjadi Shogaol Jahe Dengan Menggunakan Air Subkritis”, dan paten no S00202305462 degan invensi “Proses Perlakuan Awal dengan Sinar Ultraviolet terhadap Optimasi Ekstraksi Air Subkritis Senyawa Bioaktif Limbah Ampas Jahe”.
Tm saat ini telah bekerjasama dengan industri farmasi dan pemerintah untuk membuat obat herbal nano zingeron jahe menjadi obat berbentuk kapsul. Semoga dalam waktu dekat bisa komersialisasi produk di industri melalui riset komersial, sehingga hasil riset ini bisa bermanfaat untuk masyarakat khususnya orang-orang yang berjuang untuk sembuh dari penyakit," tutup Endy.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H