Mohon tunggu...
Mohamad Endy Yulianto
Mohamad Endy Yulianto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

chemical

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pembelajaran Mahasiswa Undip, Desain Pabrik Katalis Menggunakan HYSYS

18 Maret 2024   23:17 Diperbarui: 18 Maret 2024   23:47 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Sekolah Vokasi, Universitas Diponegoro (Undip), telah menerapkan konsep OB TVET (Prinsip, Infrastruktur dan Suprastruktur), guna menyongsong pembelajaran Cybergogy. Pembelajaran dengan aktif mentautkan kreativitas melalui web 4.0, berkomunikasi, berkolaborasi dalam Cyber, self regulated, ownership, generative, inspirator, dan manusia bermakna untuk menyiapkan lulusan Perform sesuai kebutuhan industri milenial.

Mohamad Endy Yulianto selaku pengampu mata kuliah Analisis Proses Industri Kimia (APIK) menyampaikan bahwa APIK ini diampu bersama Pengajar dari praktisi industri Tjoek Oedowo, ST., MH. selaku Dirut PT Wealthindo Putrapramesti Perkasa yang memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun sebagai senior manager di PT. South Pasific Viscose. Materi yang disampaikan meliputi case study secara langsung di industry, miniplant dan mahasiswa secara langsung mereplikasi problem solver dengan berbasis pada simulator seperti Aspen Plus, Aspen HYSYS, Matlab.

Ade Kurnianto menjelaskan bahwa simulasi pengembangan industri katalis sodium metilat dilatarbelakangi oleh krisis energi berbasis bahan bakar fosil telah menjadi masalah karena ketersediaannya sangat terbatas disamping menyebabkan pemanasan global. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari bahan bakar alternatif yang memiliki sifat dapat diperbaharui dan ramah lingkungan, diantaranya dengan penggunaan biofuel biodiesel. Peningkatan kapasitas produksi biodiesel di seluruh dunia telah menciptakan pasar utama untuk produksi sodium metilat atau natrium metoksida, sebagai katalisator dalam transesterifikasi minyak nabati.

Sodium metilat merupakan pereaksi kimia yang digunakan selama beberapa dekade di berbagai industri untuk menghasilkan produk bernilai tinggi seperti obat-obatan, bahan makanan, pigmen, dan agen pelindung tanaman. Beberapa tahun terakhir, produksi biodiesel telah menjadi hal yang menarik, terbarukan dan aplikasi katalis sodium metilat berkembang dengan cepat. Akan tetapi, pemenuhan sodium metilat sebagai katalis handal untuk produksi biodiesel di Indonesia masih melalui impor, terang Mash'ulatul Eryl Fatdilla.

Pembelajaran Mahasiswa Mereplikasi Simulasi Menyiapkan Lulusan Perform/dokpri
Pembelajaran Mahasiswa Mereplikasi Simulasi Menyiapkan Lulusan Perform/dokpri

Axzhel Dinda Pratiwi mengungkapkan bahwa peningkatan produksi biodiesel berdampak pada peningkatan kebutuhan katalis yang berfungsi untuk mempercepat sintesa biodiesel. Katalis basa yang umum dijumpai diantaranya NaOH, KOH, dan NaOCH3. Akan tetapi, industri biodiesel saat ini mayoritas menggunakan sodium metilat (NaOCH3) 30% dalam metanol sebagai katalis. Hal tersebut disebabkan NaOCH3 dapat menigkatkan yield biodiesel, mengurangi jumlah bahan baku dan mempercepat waktu reaksi dibandingkan dengan katalis basa lainnya.

Keuntungan utama katalis CH3ONa karena sifatnya bebas air sehingga proses penyabunan dapat diminimalisir. Hal ini menyebabkan hasil lebih tinggi, biaya pemurnian lebih rendah, dan kualitas biodiesel konsisten. Meskipun memiliki peluang pasar yang sangat besar, namun belum ada industri yang memproduksi sodium metilat di Indonesia, karena dinilai prosesnya kurang efisien. Produsen biodiesel saat ini masih melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan katalisnya, tutur Daffandra Juniarko.

.

Reza Kautsar Insani menambahkan bahwa produksi sodium metilat dengan menggunakan bahan baku seperti: natrium amalgam, logam natrium, dan natrium asetat berbasis natrium amalgam secara komersial sudah ada di beberapa negara. Akan tetapi, proses dengan bahan baku tersebut, saat ini telah ditinggalkan karena masalah kesehatan dan lingkungan terkait penggunaan merkuri menyebarkan kontaminasi ke berbagai ekosistem. Proses dengan Stripping reaktif ditengarai memiliki banyak keunggulan diantaranya: bahan baku lebih murah, resiko proses lebih aman, dan konversi lebih tinggi.

Meskipun konsumsi energi untuk memisahkan metanol dari air dan mempertahankan aliran daur ulang metanol lebih tinggi. Akan tetapi; proses ini lebih kompetitif, karena secara teoritis memiliki peluang profitabilitas paling tinggi sekitar 41%. Oleh karenanya keberhasilan inovasi proses srtipping reaktif ini masih bergantung pada laju reaksi metoksilasi pembentukan sodium metilat dan memisahkan air dari produk. Untuk itu perlu simulasi dengan menggunakan ASPEN HYSYS mengingat keberadaan air dalam metanol akan mempengaruhi reaksi balik metoksilasi, tutup Shafira Ardaneshwari Santoso.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun