Mohon tunggu...
mohamad bajuri
mohamad bajuri Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru bloger

Tenaga pendidik di MTsN 3 Kebumen Jateng

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Calon Eyang, Bagaikan Bermain Layangan

10 Juni 2022   21:29 Diperbarui: 10 Juni 2022   21:50 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu penulis (Calon Eyang) telah menikahkan anak putri kandung  dengan lelaki ganteng pilihannya. Acara pernikahan dari awal persiapan, pelaksanaan semua berjalan dengan lancar. Tamu yang datang sesuai dengan prediksi. Jamuan makan tidak mengalami kekurangan stok. Semua berjalan wajar dan lancar. Alhamdulillah rasa syukur kupanjatkan pada Tuhan atas anugerah yang sangat indah ini.

Dua hari setelah hari H pengantin baru melakukan kegiatan nepung dulur(menjalin silaturrahmi). Aku ikut mengawal mereka berdua dalam acara ini. 

Nepung dulur dilakukan untuk menjalin paseduluran dan jalinan silaturrahmi dengan keluarga  pengantin putri. Di antara mereka akan saling kenal-mengenal dengan baik. Harapannya setelah terjalin hubungan yang baik akan timbul kasih sayang dan pengertian di antara mereka. 

Setelah acara nepung dulur dengan semua sanak keluarga dilanjutkan dengan sowan-sowan (bertamu). Acara sowan-sowan lebih tepatnya diartikan bertamu kepada orang yang memiliki kedudukan tinggi di masyarakat setempat. Berkunjung ke rumah tokoh setempat seperti pak Kyai, pak Kaji, ataupun sesepuh di daerah setempat. 

Sesepuh yang berada dekat dengan rumah kami hanya dua orang Kyai yang sudah cukup berumur. Beliau memangku mushala dan menjadi Imam di masjid jami' di desa kami. Kami warga kampung sangat ta'dzim kepada beliau berdua. Hampir selalu setiap diadakan acara selamatan (kirim doa) beliau berdua diundang.

Beliau berdua menyambut hangat kedatangan kami. Panjatan doa dan harapan baik khusus untuk pengantin baru dan keluarga. Nampak gupuh saat beliau menerima kami. Wejangan-wejangan luhur beliau sampaikan untuk kebaikan hidup berumah tangga.

Beliau berwejang kepadaku (Calon Eyang) tentang bagaimana menjadi orang tua (sepuh). Dengan sudah terjalinnya ikatan pernikahan anak, maka status orang tua sudah berubah menjadi "wes dadi wong tua temenan" (menjadi orang tua yang sesunguhnya).

Ketika sudah menjadi orang tua yang sesungguhnya maka tugas dan tanggung jawab melekat di situ. Tugas kewajiban mendidik dan mengajar anak berpindah kepada suami. Orang tua sudah lepas dari kewajiban itu. Namun orang tua masih memiliki tugas ngawat-ngawati (memantau).

Dokpri
Dokpri

Menurut Embah Nur Muhamad sesepuh di desaku mengatakan bahwa orang tua tinggal berperan seperti orang bermain layangan. Layangan diumpamakan dengan pasangan pengantin baru dalam menempuh biduk rumah tangga. 

Kalau ada angin bagus bertiup, terbangkan layangannya. Benang diulur pelan-pelan hingga menjangkau ketinggian yang dinginkan. Kalau dirasa benang yang diulur terlalu panjang, layangan akan ngendelon kabotan ulang (keberatan menahan beban berat benang sehingga layangan bukan terbang tambah tinggi namun hanya terbang menjauh dari pemain. Maka perlu benang digulung, sampai pada titik tinggi yang diinginkan.

Saat layangan masih di atas bertiup angin kencang, segera dilakukan pendaratan paksa. Karena kalau tidak nanti layangan akan putus atau terbanting ke tanah. Lebih parah lagi jika layangan diterpa angin kencang akan berputar -putar (nguwil-nguwil) lalu terjerembab dengan keras ke tanah. Layangan akan patah dan kain robek-robek. Badan layangan rusak parah.

Andaikan saat terbang layangan theleng (berat sebelah), maka perlu diturunkan untuk dibenahi. Biasanya pada ujung sisi sebelah akan diberi pemberat pakai tanah agar bisa terbang seimbang.

Dokpri
Dokpri

Begitulah peran orang tua saat anaknya sudah menikah. Orang tua di sini tinggal memantau dan mengawal bagaimana perjalanan keluarga baru anaknya. Orang tua harus trengginas (cekatan) dalam memainkan peran. Kapan uluran tangan orang tua dibutuhkan, haruslah melihat situasi dan kondisi baik psikis dan psikologis pengantin. 

Apa dan bagaimana cara melakukannya sangat perlu dipikirkan matang-matang.  Jangan sampai niat baik orang tua dalam mengawal mereka berdua berkesan menjadi orang ketiga yang mencampuri urusan rumah tangga orang.

Menjadi orang tua juga jangan pelit terhadap anak. Ketika anak meminta bantuan moril dan spirituil segera berikan. Jangan menunggu sampai kondisi keluarga pontang panting baru bantuan datang. 

Memang tugas yang cukup sulit dan penuh resiko. Namun sebagai orang tua wajib melakukannya. Mengawal anak akan menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan biduk rumah tangga pengantin baru. Selamat menempuh hidup baru anak-anakku semoga samawa ya.  Moga dadio keluargo idaman adem ayem tentrem selawase. Aamiin. With love.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun